Aktivis Perempuan : Korban Kekerasan Seksual Dipaksa Diam oleh Keluarga dan Lingkungan

Tak hanya dalam kasus kekerasan seksual. Dalam ranah rumah tangga, perempuan kerap dipersalahkan.

TribunJakarta/Bima Putra
Seorang massa sedang menyampaikan pendapatnya tentang hari perempuan Internasional dari atas mobil komando yang terparkir seberang Istana Negara, Gambir, Jakarta Pusat. Kamis (8/3/2018). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra

TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Hari perempuan Internasional yang jatuh pada hari ini menjadi momentum bagi perempuan untuk berani menyerukan diskriminasi dan kekerasan yang dialami.

Hal ini diserukan oleh Parade Juang Perempuan Indonesia yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat, seperti buruh, kelompok difabel, korban kekerasan HAM dan kelompok perempuan.

Mereka melakukan aksi demo di depan gedung DPR RI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan di seberang Istana Negara, Gambir, Jakarta Pusat.

Baca: Nekat Lari di Perlintasan Kereta, Pria Tewas Ditabrak Commuter Line di Kedoya

Anggota tim negosiasi yang mewakili massa untuk dapat diterima pihak Istana Negara, Aprillia mengatakan perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual kerap dipaksa bungkam.

"Korban kekerasan seksual dipaksa diam oleh keluarga dan lingkungannya. Bila mereka berusaha melaporkan kasusnya, mereka akan dianggap sebagai aib keluarga," kata Aprillia kepada TribunJakarta.com.

Sebabnya, stigma korban kekerasan seksual seperti perkosaan masih dianggap sebagai terjadinya perkosaan.

Aprillia menjelaskan bila korban perkosaan dianggap sebagai perempuan 'nakal' yang kerap mengenakan pakaian minim.

"Karena dia korban kita harus membantu agar dia berani melawan dan melaporkan kasus yang menimpanya. Bukan justru ditanya pakai bajunya minim apa enggak," lanjut dia.

Baca: Rayyan Berduka, Bocah yang Viral di Medsos Kehilangan Ibu Selamanya

Tak hanya dalam kasus kekerasan seksual. Dalam ranah rumah tangga, perempuan kerap dipersalahkan.

"Misalnya suaminya selingkuh, ada anggapan kalau mungkin istrinya yang. Jadi semua masih melihat perempuan sebagai pihak yang salah," tegasnya.

Menurutnya, perempuan masih dianggap sebagai makhluk kelas dua.

Sehingga apa pun yang dialami perempuan dianggap tidak penting.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved