Duka Keluarga Korban Bom Samarinda di Sidang Abdurrahman, Ayah Korban Lihat Anaknya Sujud Terbakar
Anggiat menceritakan, mulanya ia dan para jemaah tengah saling bersalaman saat hendak pulang ibadah dari Gereja Oikumene sekitar pukul 10.00 WITA.
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Mata Anggiat Manumpak Banjarnahor berkaca-kaca dan suaranya terbata-bata saat menceritakan kembali detik demi detik putrinya yang berusia 2,5 tahun, Intan Olivia Marbun, bersujud dalam kondisi terbakar akibat ledakan bom di Gereja Oikumene, Kota Samarinda pada 13 November 2016 lalu.
Hal itu disampaikan Anggiat saat menjadi saksi sidang lanjutan kasus dugaan terorisme dengan terdakwa Aman Abdurrahman alias Oman Rochman alias Abu Sulaiman bin Ade Sudarma di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (17/4).
Anggiat menceritakan, mulanya ia dan para jemaah tengah saling bersalaman saat hendak pulang ibadah dari Gereja Oikumene sekitar pukul 10.00 WITA. Seketika ledakan keras terdengar dari halaman depan gereja.
Baca: Pilih Menetap di Amerika, Ternyata Jessica Iskandar Bertemu Pria Ini Hingga Buat Netizen Baper
Seaat ledakan itu, Anggiat kebingungan dan mencari anaknya Intan Olivia Marbun yang masih balita tidak berada di dekatnya.
"Sedang salam salaman langsung ada ledakan itu engga tau kalau itu bom atau apa. Setelah itu, orang pada berhamburan. Anak saya engga ada, saya melihat anak saya bersujud di depan gereja, badannya terbakar," ungkap Anggiat Manumpak Banjarnahor dalam persidangan.
Melihat kondisi anaknya terkenal ledakan bom, Anggiat langsung bergegas membawa putrinya ke Rumah Sakit Abdul Muis Samarinda untuk mendapat perawatan. Namun, setelah 17 jam beri perawatan, akhirnya Intan Olivia Marbun dinyatakan meninggal akibat luka bakar mencapai 80 persen.
"Anak saya sudah meninggal," ucap Anggiat dengan suara gemetar.
Aman Abdurrahman yang duduk di barisan kursi tim penasihat hukumnnya hanya bisa menunduk dan sesekali melihat ke arah saat saksi saat Anggiat menceritakan momen haru anaknya itu. Wajah Aman pun terlihat datar.
Ledakan bom molotov di depan Gereja Oikumene, Kota Samarinda, Kaltim, pada Minggu, 13 November 2016 lalu mengakibatkan beberapa orang dewasa dan empat anak berusia di bawah lima tahun menjadi korban.
Korban Intan Marbun (2,5), Triniti Hutahayan (4), Alfaro Sinaga (5) dan Anita Sihotang (4), mengalami luka bakar mengalami luka-luka dan luka bakar di atas 50 persen. Dan seorang anak di antaranya meninggal setelah mendapat perawatan di rumah sakit.
Baca: Ramai Pesan Terbuka Marshanda dan Ben Kasyafani, Ternyata Begini Kedekatan Mereka
Adapun pelaku, J (32), yang melemparkan bom molotov berhasil diamankan ketika hendak melarikan diri ke Sungai Mahakam.
Aman Abdurrahman alias Oman Rochman alias Abu Sulaiman bin Ade Sudarman yang juga mantan narapidana kasus terorisme didakwa menggerakan orang lain dan merencanakan sejumlah teror di Indonesia dalam kurun waktu 2008-2016, termasuk Bom Thamrin 2016.
Oman dinilai telah menyebarkan paham yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa dan kerusakan objek objek vital.
Oman melakukan hal tersebut setidak tidaknya dalam kurun waktu 2008 2016 di Jakarta, Surabaya, Lamongan, Balikpapan, Samarinda, Medan, Bima dan Lembaga Pemasyarakatan Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Penyebaran paham tersebut diawali dengan ceramah yang disampaikan Oman.
Korban Bom Samarinda Trauma
Anggiat Manumpak Banjarnahor adalah satu dari empat orang tua korban yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) untuk kasus dugaan terorisme Aman Abdurrahman.
Saksi Jekson Sihotang, orang tua dari korban Anita Sihotang (4) dalam kesaksian menceritakan, meski luka bakar pada tubuh anaknya mulai sembuh, tapi kini buah hatinya mengalami trauma psikis hebat akibat ledakan di Gereja Samarinda 1,5 tahun lalu.
Baca: Ketauan Menyisipkan Konten Youtuber Lain, Atta Halilintar Saya Menegur Keras Editor Saya
Jekson menceritakan, anaknya selalu merasa ketakutan saat mendengar deru mesin atau knalpot sepeda motor.
"Sebelum kejadian (bom Samarinda) kalau saya menyalakkan mesin motor, dia enggak pernah takut. Belakangan, baru panasin sedikit, Anita lari ke dalam rumah," ungkap Jekson.
Selain itu, Jekson menyebut trauma yang dialami anaknya semakin terlihat saat menjelang ada suara ledakan petasan dan kembang api untuk perayaan hari raya.
Anita langsung berteriak keras kala mendengar suara-suara tersebut.
Saksi lainnya, Marsyana Tiur Novita, orang tua dari korban Alfaro Sinaga (5), juga menceritakan dampak bom Samarinda terhadap psikis anaknya.
Selain Alvaro mengalami luka bakar di kepala dan tangannya, kini anaknya langsung histeris saat mendengar suara ibunya tengah menyalakan kompor maupun suara percikan minyak dari penggorengan.
"Dia kalau lihat saya masak, histeris. Kalau aktivitas, dia biasa (sudah normal)," ujar Marsyana dalam persidangan.
Marsyana tak dapat menahan kesedihannya kala menceritakan kerusakan fisik akibat luka bakar ledakan yang menimpa anaknya serta biaya untuk pengobatannya.
Ia terus menitikkan air mata saat menceritakan anaknya sampai saat ini harus menjalani proses pengobatan akibat ledakan bom di Gereja Oikumene Samarinda pada 1,5 tahun lalu itu.
Baca: Mbah Mijan Sebut Penyanyi Wanita Inisial A Target Operasi Narkoba Selanjutnya Semoga Bukan Att
Alfaro harus melakukan operasi luka bakar di bagian kepala anaknya akibat ledakan bom Samarinda.
"6 bulan kita masih operasi. Anak saya menjalani 28 kali masuk ruang operasi. Enam kali tempel kulit. Terakhir, semua itu bulan 12 (Desember 2017) saya bawa ke Kuala Lumpur karena informasi dari dokter rambut anak saya tidak bisa tumbuh lagi," ucap Marsiana sambil bercucuran air mata.
Marsiana mengungkapkan, saat ini anaknya telah masih harus melakukan operasi tempel kulit di bagian kepala serta tempel rambut lanjutan di Kuala Lumpur, Malaysia. Ia mengaku saat ini kebingungan untuk membiayai tahapan demi tahapan penyhembuhan anaknya.
"Jujur saya butuh dana. Untuk operasi kedua ada bantuan dan untuk selanjutnya saya masih mencari. Saya harus operasi terakhir ketiga," ucapnya. (Tribun Network/yud/coz)