Asian Para Games 2018

Kisah Debi Ariesta, Pecatur Tunanetra yang Sempat Ingin Minum Sampo Buat Akhiri Hidup

Sebelum menjadi atlet catur tunanetra, Debi yang terlahir sempurna juga sudah menggemari catur.

Tribunnews/Abdul Majid
Pecatur tunanetra putri Indonesia, Debi Ariesta saat memamerkan medali emas yang ia dapatkan pada nomor individual standard Asian Para Games di Cempaka Putih, Sport Hall, Jakarta, Rabu (10/10/2018). 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA – Pecatur tunanetra putri Indonesia, Debi Ariesta sukses meraih dua medali emas pada ajang Asian Para Games yang dihelat di Cempaka Putih Sport Hall, Jakarta, Rabu (10/10/2018).

Dua medali emas itu ia torehkan di nomor Individual Standard kelas B1 (buta total) dan satu lagi dari nomor Team Standart bersama dengan dua rekannya, Tati Karhati dan Wilam Margaretha Sinaga.

“Alhamdulillah senang sekali bisa dapat ini (dua emas). Bersyukur sama Allah karena dia mengabulkan doa saya. Alhamdulillah,” kata Debi.

Sebelum menjadi atlet catur tunanetra, Debi yang terlahir sempurna juga sudah menggemari catur. 

Namun, takdir berkata lain. 

Diumurnya sekitar 11 tahun, Debi mengalami katarak di kedua matanya.

Semakin hari, katarak di mata Debi kian parah dan membuat dirinya menjadi tak bisa melihat sama sekali.

“Dulu saya masih bisa melihat. Kelas 5 SD mulai kena katarak, sampai akhirnya rusak. Umur 14 tahun masih low vision, tapi setelah itu total tidak bisa melihat. Akhirnya berhenti sekolah karena sudah tidak bisa melihat papan tulis,” cerita Debi.

Debi pun bercerita bagaimana kondisi dirinya yang tadinya bisa melihat kemudian tiba-tiba menjadi tidak bisa melihat. 

Bahkan, ia pun pernah berpikir untuk mengakhiri hidupnya.

“Ya, waktu itu saya sempat stres, frustrasi, bahkan sempat pengen minum sampo, pengen mati saja, tidak mau hidup lagi. Pokoknya waktu itu mikirnya kaya sudah tidak berguna lagi,” kenang wanita 31 tahun tersebut.

Namun, niat buruk itu tidak ia lakukan. Ia mengingat pesan dari orangtuanya yang harus menerima takdir karena sudah telah ditentukan-NYA.

“Yang paling kasih suport orang tua. Mereka bilang harus menerima keadaan dan pantang menyerang, harus berjuang. Allah menciptakan kamu itu tidak sia-sia,” ujar Debi.

Setelah itu, Debi mulai bangkit. Ia mulai suka menulis dengan bantuan alat yang menunjang aktifitasnya tersebut. Debi suka menulis puisi, cerpen bahkan cerita hidupnya meskipun dirinya sudah tak bisa melihat lagi.

Tidak hanya menulis. Hal lain yang intesn dilakukan Deb ialah bermain catur. Bahkan, saat usai menginjak 24 tahun, Debi sudah mengikuti sejumlah kejuaraan baik nasional maupun internasional.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved