Pengamat Sebut Paradoks Tangsel, Kota Maju dengan Budaya Politik Masyarakat yang Matre

Pengamat Politik UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, memetakan kondisi budaya politik masyarakat Tangsel, dengan satu kata yakni paradoks.

TribunJakarta.com/Jaisy Rahman Tohir
Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, Di sebuah acara diskusi yang diadakan oleh Jaringan Pemilih Tangerang Selatan (JPTS), di Ciputat Timur, Sabtu (27/7/2019) 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Jaisy Rahman Tohir

TRIBUNJAKARTA.COM, CIPUTAT TIMUR - Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, memetakan kondisi budaya politik masyarakat Tangerang Selatan (Tangsel), dengan satu kata yakni paradoks.

Paradoks menurutnya adalah satu hal yang saling bertentangan.

Di sebuah acara diskusi yang diadakan oleh Jaringan Pemilih Tangerang Selatan (JPTS), di Ciputat Timur, Sabtu (27/7/2019), Adi memaparkan bahwa Tangsel memiliki infrastruktur ekonomi dan politik yang bagus.

Terlebih di dunia pendidikan dan pemikiran, Tangsel memiliki kampus-kampus ternama dan tak kurang melahirkan aktivis yang kaliber.

Namun, hal yang menjadi bertentangan adalah ia melihat budaya politik masyarakatnya masih feodal, masih mentolerir politik berbasis uang.

Ramalan Zodiak Minggu 28 Juli 2019: Aquarius Keinginan Kamu Belum Bisa Tercapai!

Pengunjung Dapat Ilmu Baru Ikut Safety Driving dan Riding di GIIAS 2019

"Satu misalnya, kalau kita berkaca pada Pilkada sebelumnya, atau Pileg dan Pilpres belakangan ini, hampir 45% di Tangsel warganya agak matre. Matre dalam arti mentoleransi praktik-praktik politik yang berbasiskan uang," ujar Adi.

Ia menyebut kondisi kota yang maju dengan masyarakat yang masih doyan politik uang, tidak maju.

"Coba bayangkan, apa yang bisa ditangkap, di tengah Tangsel yang konon maju berbudaya, banyak aktivis, kampus-kampus mantap, tapi perilaku politik masyarakatnya enggak nyambung," ujarnya.

Budaya masyarakat yang seperti itu membuat keinginan untuk mendapatkan pemimpin berintegritas, terutama jika dikorelasikan dengan Pilkada 2020 Tangsel, terasa sulit. Adi mengaku pesimis.

"Kalau masih mentoleransi money politic, politik bernasis logistik, ini kan kacau. Jadi leadership yang diinginkan itu susah. Karena semua isi pemilu ya isi tas itu," jelasnya.

"Yangsel yang maju, yang modern, Tangsel ayng ekonominya di atas rata-rata, yang pendidikannya oke. Tapi perilaku politik masyarakatnya enggak berubah, permisif, tradisional dan logistik, mungkin menurut orang betawi matre gitu," tutupnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved