Gempa Banten
Gempa Terus Berulang Guncang Jawa, Ini Analisis Lengkap dan Potensi Ancamannya
Gempa terus berulang menggoyang Jawa bagian selatan. Ini analisa dan ancaman mengerikan yang bisa terjadi
TRIBUNJAKARTA.COM, LEBAK - Gempa terus berulang menggoyang Jawa bagian selatan.
Selasa (23/1/2018), gempa berkekuatan 6,1 berpusat di Barat Daya Kabupaten Sukabumi dan perbatasan Lebak, Banten, mengguncang keras Banten, DKI Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi, Sukabumi, Cianjur hingga Bandung dan Cirebon.
Belum hilang kecemasan warga di Pulau Jawa bagian barat atas terjadinya gempa di Lebak dan Sukabumi itu, hari Rabu (23/1/2018) Jawa bagian barat kembali diguncang gempa.
Laporan BMKG, gempa hari Rabu ini terjadi berkekuatan 5.1 SR berada di 72 kilometer barat daya, Lebak, Banten.
Posisi gempa berada di 7.19 Lintang Selatan (LS) dan 106.07 Bujur Timur pada kedalaman 42 km.
Baca: BREAKINGNEWS: Banten Diguncang Gempa Lagi
Kenapa gempa terus mengguncang Pulau Jawa bagian barat?
Gempa hari Selasa dan Rabu ini menandai aktifnya zona tektonik di kawasan ini, sekaligus menjadi peringatan dampaknya bisa mencapai Jakarta.
Pusat gempa di bawah laut, di kedalaman 61-72 kilometer.
Berdasarkan kedalaman sumber dan dampaknya, kata Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Daryono, gempa ini diduga terjadi di area intraslab atau dalam Lempeng Eurasia yang tertekan oleh pergerakan Lempeng Indo-Australia.
Baca: 100 Hari Anies-Sandi, Janji Rumah DP 0 Rupiah Sudah Terwujud?
Gempa yang terjadi pada Selasa (23/1) siang menyebabkan 842 rumah di Kabupaten Lebak, Banten, rusak.
”Ciri gempa intraslab menciptakan dampak guncangan cukup kuat. Gempa di zona ini seperti yang terjadi di Tasikmalaya pada 15 Desember 2017,” kata Daryono.
Sekalipun kekuatannya tergolong kecil, gempa ini dirasakan cukup kuat di sejumlah kota, seperti Jakarta, Tangerang Selatan, dan Bogor. Gempa juga dirasakan hingga Bandung, Lampung, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Aktivitas meningkat
Ahli geodesi kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB), Irwan Meilano, mengatakan, aktivitas kegempaan di zona tektonik selatan Jawa akhir-akhir ini meningkat.
Ini terutama terdeteksi setelah gempa M 7,8 yang memicu tsunami di Pangandaran pada tahun 2006.
Baca: Pengemudi Mobil Mewah yang Seret Bripda Dimas Ditangkap Polisi, Harga Mobilnya Selangit
Gempa berkekuatan M 7,3 kemudian terjadi di selatan Tasikmalaya pada 2009 dan M 6,9 juga di selatan Tasikmalaya, dan terjadi lagi di Tasikmalaya pada pertengahan Desember 2017 dengan kekuatan M 6,9.
”Kami belum tahu kenapa ada peningkatan aktivitas di zona ini. Namun, dugaan kami ini bukan melepas energi sehingga mengurangi risiko gempa besar di Zona Megathrust selatan Selat Sunda-Selatan Jawa,” kata Irwan.
Ahli gempa bumi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Danny Hilman Natawidjaya, juga mengkhawatirkan semakin aktifnya zona tektonik di selatan Jawa.
”Meskipun lokasi sumber gempanya berbeda-beda, kalau dari aspek mitigasi bencana, yang harus paling diperhitungkan yang Megathrust selatan Jawa,” katanya.
Peta Gempa Bumi Nasional 2017 mencantumkan potensi gempa berkekuatan M 8,7 bisa terjadi di selatan Jabar.
Namun, menurut kajian peneliti gempa ITB, jika segmen gempa selatan Jawa runtuh bersamaan, kekuatannya bisa mencapai M 9,2 atau setara gempa Aceh 2004.
Baca: Beredar Kabar Dini Hari Nanti Terjadi Gempa Lebih Dahsyat, Benarkah?
Danny mengatakan, sekalipun data tentang potensi gempa besar di selatan Jawa semakin banyak ditemukan, belum bisa diprediksi kapan dan di mana gempa akan terjadi.
Apalagi, sebagian besar zona kegempaan di Indonesia belum terpetakan dengan baik.
Meski demikian, kata Danny, gempa kali ini harus menjadi peringatan untuk meningkatkan kesiapsiagaan terhadap bahaya gempa, termasuk Jakarta.
”Jakarta yang relatif jauh dari zona selatan Jawa ternyata juga terguncang kuat. Ini salah satunya dipicu oleh kondisi tanahnya yang lunak dengan batuan dasar yang sangat dalam sehingga memperkuat dampak guncangan gempa,” katanya.(tribunjakarta/Kompas)