Sedih, Pedagang Kerupuk Tuna Netra Ini Berjualan Sampai Larut Malam

Agus yang terlihat menggigil, mengenakan pakaian basah tanpa alas kaki.

Penulis: Dwi Putra Kesuma | Editor: Adiatmaputra Fajar Pratama
zoom-inlihat foto Sedih, Pedagang Kerupuk Tuna Netra Ini Berjualan Sampai Larut Malam
Tribun Jakarta/Dwi Putra Kesuma
Pedagang Kerupuk Tuna Netra Agus Suyatno di Pondok Cabe TRIBUN JAKARTA/DWI PUTRA KESUMA

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dwi Putra Kesuma

TRIBUNJAKARTA.COM, PONDOK CABE - Di sudut jalan Universitas Terbuka, Pondok Cabe tampak seorang pria tua tuna netra berdagang kerupuk.

Bermodalkan payung, bangku dan alas kecil untuk dagangannya, Agus Suyatno (61) sabar menunggu pembeli.

Malam yang dingin usai hujan tidak membuat Agus beranjak pulang.

Baca: Yuk Lihat Air Mancur Menari di Taman Kodok

Agus yang terlihat menggigil, mengenakan pakaian basah tanpa alas kaki.

Ada sembilan bungkus kerupuk yang harus Agus jual sebelum kembali ke rumahnya.

Satu bungkus kerupuk Agus jual seharga Rp 17.000 ribu. Biasanya ia mulai berdagang sejak 08.00 WIB.

Baca: 9 Fakta Masjid Sunda Kelapa, No.9 Bikin Lapar

Sudah lima tahun Agus berdagang kerupuk. Tetapi dagangannya hanya berhasil terjual dua sampai lima bungkus.

Jika lelah Agus pulang sebentar ke rumah kontrakan, terletak di belakang Universitas Terbuka.

Pria berpeci hitam itu mengaku pernah berprofesi sebagai tukang pijit selama 20 tahun.

Karena faktor usia, Agus mulai mendapat banyak keluhan dari pelanggan.

Baca: Marbut Masjid Sunda Kelapa Pusing Jamaah Sering Langgar Aturan Ini

"Karena sudah tua dan lemah, banyak pelanggan yang mengeluhkan tenaga pijitan saya, jadinya jualan kerupuk aja," ucap Agus kepada TribunJakarta.com, Senin malam (29/1/2018).

Agus tidak bisa melihat sejak berusia tiga.

Namun kekurangan Agus tidak mematahkan semangatnya untuk melanjutkan hidup.

Pria kelahiran Pemalang 1957 itu memutuskan untuk merantau ke Jakarta pada usia 23 tahun.

Baca: Usai Makan di Pesta Ulang Tahun, 17 Orang Diduga Keracunan

Pada 1998 Agus menikah. Sampai sekarang Agus dikaruniai delapan buah hati.

Karena faktor ekonomi, Agus terpaksa menitipkan enam anaknya di rumah orangtuanya di Pemalang.

Agus mengaku pernah minta bantuan kepada tetangganya, namun ditolak.

Baca: Masjid Sunda Kelapa Bagi-bagi Makanan Buka Puasa Setiap Senin dan Kamis

Sejak saat itu Agus ingin berusaha hidup mandiri.

"Dari kejadian itu saya malu, minta bantuan ke warga saja ditolak apalagi ke pemerintah," ungkap Agus.

Saat ini Agus tinggal bersama istri dan dua orang anaknya.

Hasil penjualan kerupuk Agus gunakan memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membayar kontrakan Rp 700 ribu setiap bulan. (*)

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved