Bupati Subang Jadi Kepala Daerah Ketujuh Tersangka KPK di Tahun 2018, Simak Daftar Lengkapnya

Selain itu ada pihak lain yang diamankan oleh KPK yakni kurir, swasta dan unsur pegawai setempat.

Warta Kota/ Kolase
Para pejabat yang sudah kena OTT KPK 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA--Bupati Subang Imas Aryumningsih menjadi kepala daerah ketujuh yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepanjang 2018.

KPK menetapkan Bupati Subang, Imas Aryumningsih, sebagai tersangka kasus suap terkait pengurusan izin dari dua perusahaan di Subang, Jawa Barat, Rabu (14/2/2018).

Bupati Subang terjaring dalam OTT yang digelar pada Rabu (14/2/2018) dini hari. KPK mengamankan delapan orang, satu diantaranya adalah Bupati Subang, Imas Aryumningsih.

Baca: Roro Fitria Pesan Sabu untuk Dipakai Saat Malam Valentine

Selain itu ada pihak lain yang diamankan oleh KPK yakni kurir, swasta dan unsur pegawai setempat.

Pada OTT tersebut KPK mengamankan sejumlah uang yang diduga untuk transaksi praktik korupsi.

"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan 4 orang tersangka yaitu MTH (Miftahhudin/swasta), IA (Imas Aryumningsih/Bupati Subang), D (Data/swasta), dan ASP (Asep Santika/Kabid Perizinan Pemkab Subang)," ujar Wakil Ketua KPK, Basaria Pandjaitan di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (14/2/2018).

Baca: Begini Kronologi Tertangkapnya Roro Fitria dan Pengedar Sabu

Imas merupakan wakil bupati, sempat menjadi pelaksana tugas bupati. Imas menggantikan Ojang dan menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Bupati pada 11 April 2016, dan dilantik menjadi Bupati Subang definitif di Gedung Sate, pada 8 Juni 2017. Imas merupakan politikus Partai Golkar.

Dalam catatan Tribunnews.com, Imas merupakan kepala daerah keempat diciduk oleh lembaga antirasuah dalam rentang waktu kurang dari dua bulan di tahun 2018 ini.

Berikut tujuh kepala daerah yang terciduk dalam OTT dan menjadi tersangka di KPK:

1. Bupati Subang Imas Aryumningsih

Bupati Subang Imas Aryumningsih
Bupati Subang Imas Aryumningsih (youtube.com)

KPK sudah menetapkan Bupati Subang, Imas Aryumningsih, sebagai tersangka kasus suap terkait pengurusan izin dari dua perusahaan di Subang, Jawa Barat.

Sebelumnya, tim satgas KPK menjaring delapan orang, satu diantaranya adalah Bupati Subang Imas Aryumningsih dalam OTT di Subang, Jawa Barat, pada Rabu (14/2/2018) dinihari.

Dalam OTT yang melibatkan Bupati Subang, Imas Aryumningsih, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan uang sebesar Rp 337.378.000 yang berasal dari beberapa orang.

Jumlah tersebut merupakan total dari pengumpulan barang bukti tim KPK di tiga tempat.

Di Rest Area Cileunyi Bandung mengamankan Data dan diamankan uang Rp 62.278.000. Dari tangan Kepala Bidang Perizinan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Asep Santika Rp 225.050.000 dan sementara dari Kepala Seksi Pelayanan Perizinan DPMPTSP, Sutiana, diamankan uang senilai Rp 50 Juta.

Uang tersebut diduga untuk memuluskan perizinan pendirian pabrik di lingkungan Pemerintah Kabupaten Subang, Jawa Barat. Izin tersebut diajukan dua perusahaan yaitu PT ASP dan PT PBM senilai Rp1,4 miliar.

"Pemberian suap dilakukan untuk mendapatkan izin untuk membuat pabrik atau tempat usaha di Kabupaten Subang. Pemberian uang atau hadiah dari pengusaha tersebut melalui orang-orang dekat Bupati yang bertindak sebagai pengumpul dana," jelas Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, saat konferensi pers di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (14/2/2018).

Namun KPK menduga commitment fee lebih dari itu yakni mencapai Rp 4,5 miliar.

Fee tersebut diberikan oleh tersangka Miftahhudin kepada Imas melalui Data. Data melalui orang dekat dari Bupati sebagai pengumpul dana.

"Diduga commitment fee awal antara pemberi dengan perantara adalah Rp 4,5 miliar, sedangkan dugaan commitment fee antara bupati ke perantara adalah Rp 1,5 miliar," ungkap Basaria.

Miftahhudin selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara Imas, Data, dan Asep disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

2. Bupati Ngada, NTT, Marianus Sae

Marianus Sae
Marianus Sae (Kompas.com)

Bupati Ngada, Marianus Sae, yang terjaring dalam OTT Komisi Pemberantasan Korupsi diketahui maju dalam Pilkada Nusa Tenggara Timur (NTT).

KPK menduga aliran uang suap dari Direktur PT Sinar 99 Permai, Wilhelmus Iwan Ulumbu (WIU) tersebut akan digunakan untuk biaya kampanye oleh Marianus.

"Apakah ini akan dilakukan untuk biaya kampanye? Prediksi ya, prediksi dari tim kita kemungkinan besar dia butuh uang untuk itu (kampanye)," ujar Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, saat konferensi pers di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (12/2/2018).

Namun Basaria belum dapat memastikan hal tersebut. Saat ini tim dari KPK masih menelusuri aliran dana dari Marianus untuk biaya Pilkada.

"Tapi apakah itu pasti untuk sana kita belum bisa mengatakan itu karena kita belum menerima. Belum menemukan jalur sesuatu yang diberikan kepada pihak yang akan melakukan tim-tim yang berhubungan dengan Pilkada tersebut," kata Basaria.

Namun Basaria kembali menegaskan bahwa dana tersebut besar kemungkinan digunakan untuk keperluan dirinya maju dalam Pilkada NTT.

"Tapi prediksi dari tim tadi sudah mengatakan kalau yang bersangkutan akan balon (bakal calon) gubernur Sudah barang tentu memerlukan dana yang banyak. Itu kira kira," tegas Basaria.

Seperti diketahui, Marianus diduga menerima suap total Rp 4,1 miliar yang berkaitan dengan proyek di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Uang tersebut diduga diberikan oleh seorang Direktur PT Sinar 99 Permai, Wilhelmus Iwan Ulumbu. Selama ini Wilhelmus kerap mendapatkan proyek-proyek infrastruktur di Ngada, NTT.

Dalam kasus ini, WIU disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

Sementara Marianus disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

3. Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) Abdul Latif

Bupati Hulu Sungai Tengah yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK Abdul Latif (kiri) mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (5/1/2018). KPK menetapkan empat orang tersangka dengan Commitment fee sebesar Rp 3,6 Miliar yang diduga sebagai uang suap pembangunan RSUD Damanhuri di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Bupati Hulu Sungai Tengah yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK Abdul Latif (kiri) mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (5/1/2018). KPK menetapkan empat orang tersangka dengan Commitment fee sebesar Rp 3,6 Miliar yang diduga sebagai uang suap pembangunan RSUD Damanhuri di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Mengawali tahun 2018, KPK bergerak cepat melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) kepala daerah.

Kali ini, tim antirasuah menangkap Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) Abdul Latif dan sejumlah orang di Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, dan Surabaya, Jawa Timur, Rabu (3/1/2018) hingga Kamis (4/1/2018).

Juru bicara KPK, Febri Diansyah menjelaskan bahwa kedua operasi tangkap tangan (OTT) itu masih dalam satu perkara.

Pada Jumat (5/1/2018) sore, akhirnya Bupati Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan, Abdul Latif meninggalkan kantor KPK dengan mengenakan rompi tahanan berwarna oranye alias menjadi tersangka.

Ia pun pasrah dan hanya mengacungkan jempol saat digiring petugas KPK ke mobil tahanan.

Abdul Latif selaku bupati adalah satu di antara enam orang yang sehari sebelumnya terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh tim KPK melakukan praktik dugaan suap di HST, Kalimantan Selatan dan Surabaya, Jawa Timur.

4. Bupati Halmahera Timur Rudi Erawan

Bupati Halmahera Timur Rudi Erawan dalam persidangan terdakwa Suap Proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Amran HI Mustari.
Bupati Halmahera Timur Rudi Erawan dalam persidangan terdakwa Suap Proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Amran HI Mustari. (Tribunnews.com/Eri Komar Sinaga)

KPK menetapkan Bupati Halmahera Timur Rudi Erawan sebagai tersangka kasus suap pada proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun 2016.

Penetapan tersangka tersebut disampaikan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam jumpa pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (31/1/2018).

Saut menyatakan, Rudi Erawan ditetapkan menjadi tersangka setelah KPK melakukan pengembangan penyidikan kasus tersebut.

Dalam kasus ini, KPK sudah memproses 10 orang baik dari unsur swasta, pemerintahan, maupun DPR. Sebagian sudah diproses hingga pengadilan.

Saut mengatakan, selaku bupati, Rudi diduga menerima hadiah atau janji atau suap yang bertentangan dengan kewajibannya.

Suap untuk Rudi tersebut diduga diberikan oleh mantan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary.

Amran diduga menerima sejumlah uang pada proyek di PUPR tersebut dari beberapa kontraktor, salah satunya Dirut PT WTU Abdul Khoir.

Dalam kasus ini, Rudi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b, atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

5. Bupati Kebumen, Mohammad Yahya Fuad

Bupati Kebumen M Yahya Fuad
Bupati Kebumen M Yahya Fuad (KOMPAS.com/Iqbal Fahmi)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kebumen Mohammad Yahya Fuad sebagai tersangka.

Fuad diduga menerima suap dan gratifikasi terkait sejumlah proyek yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2016.

"MYF bersama HA diduga menerima hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa yang menggunakan APBD Kabupaten Kebumen tahun 2016," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Selasa (23/1/2018) dikutip dari Kompas.com.

Selain Fuad, KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka.

Mereka adalah Hojin Anshori dari pihak swasta dan Komisaris PT KAK Khayub Muhammad Lutfi.

Menurut KPK, Fuad bersama-sama Hojin menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 2,3 miliar.

Suap tersebut terkait proyek pengadaan barang dan jasa yang anggarannya diperoleh dari APBD Kabupaten Kebumen.

6. Gubernur Jambi Zumi Zola

Gubernur Jami Zumi Zola meninggalkan gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Senin (22/1/2018). Zumi Zola diperiksa terkait penyelidikan baru dalam kasus dugaan suap dana APBD Provinsi Jambi tahun 2018. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Gubernur Jami Zumi Zola meninggalkan gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Senin (22/1/2018). Zumi Zola diperiksa terkait penyelidikan baru dalam kasus dugaan suap dana APBD Provinsi Jambi tahun 2018. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Basaria Panjaitan, mengungkapkan bahwa Gubernur Jambi Zumi Zola diduga menerima hadiah atau j‎anji sebesar Rp 6 miliar dari sejumlah proyek yang ada di Provinsi Jambi.

"Jumlah (gratifikasi) yang diterima Zumi Zola) sekitar Rp 6 miliar,"‎ ujar Basaria Panjaitan saat menggelar konferensi pers di kantornya, di Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (2/2/2018).

Zumi Zola sendiri ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait sejumlah proyek di Provinsi Jambi.

Dirinya ditetapkan sebagai tersangka bersama-sama dengan Pelaksana Tugas (Plt) Kadis PUPR Provinsi Jambi, Arfan.

"KPK menetapkan dua tersangka yakni ZZ (Zumi Zola) Gubernur Jambi,‎ dan ARN (ARN) Kabid Bidag Bina Marga jambi. Selain itu, (Arfan) juga Kadis PUPR Jambi yang sebelumnya pernah ditetapkan tersangka," terangnya.

‎Basaria menjelaskan, penetapan tersangka terhadap dua pejabat di Provinsi Jambi merupakan hasil pengembangan penanganan perkara dugaan suap pengesahan RAPBD Jambi, tahun 2018. ‎

Penetapan tersangka‎ terhadap dua tersangka tersebut dilakukan setelah KPK mengantongi bukti permulaan yang cukup.

Atas perbuatannya, kedua tersangka tersebut disangkakan melanggar Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

7. Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko

Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko keluar menggunakan rompi tahanan meninggalkan gedung KPK, Jakarta, Minggu (4/2/2018). KPK resmi menahan Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko terkait suap perizinan penempatan jabatan di Pemkab Jombang dengan komitmen suap sebesar USD 9.800 dan Rp 25.550.000 usai terjaring operasi tangkap tangan KPK pada Sabtu (3/2/2018). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko keluar menggunakan rompi tahanan meninggalkan gedung KPK, Jakarta, Minggu (4/2/2018). KPK resmi menahan Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko terkait suap perizinan penempatan jabatan di Pemkab Jombang dengan komitmen suap sebesar USD 9.800 dan Rp 25.550.000 usai terjaring operasi tangkap tangan KPK pada Sabtu (3/2/2018). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

KPK mengamankan Bupati Jombang sekaligus kader Golkar Nyono Suharli Wihandoko (NSW) dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT).

KPK pun kini telah menetapkan Nyono sebagai tersangka bersama seorang lainnya yakni Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Jombang Inna Silestyowati (IS).

Keduanya diamankan bersama 5 orang lainnya yakni Kepala Puskesmas Perak sekaligus Bendahara Paguyuban Puskesmas se-Jombang Oisatin (OST), Kepala Paguyuban Puskesmas se-Jombang Didi Rijadi (DR), Ajudan Bupati Jombang Munir (M), serta S dan A.

NSW ditangkap saat tengah berada di sebuah restoran siap saji di Stasiun Solo Balapan, Solo, Sabtu (3/2/2018), sekira pukul 17.00 WIB, saat hendak menunggu kereta yang aakan membawanya ke Jombang.

Ia ditangkap dengan uang sitaan sebesar Rp 25.550.000 dan US$ 9.500.

Sedangkan IS diamankan di sebuah apartemen di Surabaya, bersama S dan A, pada hari yang sama.

Dari IS ditemukan catatan dan buku rekening bank atas nama IS yang diduga menjadi tempat menampung uang kutipan itu.

NSW diduga menerima himpunan dana dari 34 Puskesmas se-Jombang, yang masing-masing dipotong sebanyak 7 persen.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved