Di Negara Asalnya Tidak Ada Salju, tapi Atlet Ini Ikut Olimpiade Musim Dingin

Di negara asalnya tidak ada salju, namun atlet ini justru menekuni olahraga musim dingin

Penulis: Deodatus Suksmo Pradipto | Editor: Deodatus Suksmo Pradipto
ESPN
Akwasi Frimpong 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Deodatus Pradipto

TRIBUNJAKARTA.COM - Sebagai seorang atlet, impian Akwasi Frimpong adalah berkompetisi di Olimpiade. Mimpinya sempat kandas, namun rencana Tuhan memang indah. Frimpong bakal segera mewujudkan mimpinya meski dalam wujud yang berbeda.

Aslinya Akwasi Frimpong adalah seorang sprinter. Dia pernah bertandingan di level internasional untuk tim muda Belanda. Dia pernah sedikit lagi tampil di Olimpiade musim panas, namun impiannya kandas.
Frimpong seharusnya membela Belanda di nomor 100 meter relay pada Olimpiade London, 2012.

Cedera di kepala memupus peluangnya. Akibat cedera itu Frimpong sulit untuk kembali berkompetisi di cabang atletik.

Tuhan memang selalu punya rencana yang indah. Nicola Minichiello, pelatih nasional bobsleigh Belanda, menawarkan sebuah kesempatan kepada Frimpong. Minichiello menawarkan Frimpong untuk pindah ke olahraga bobsleigh dan skeleton.

"Dia meyakinkan saya bisa sukses di bobsledding dan skeleton karena latar belakang saya sebagai seorang sprinter, karena olahraga-olahraga itu sangat menitikberatkan pada kecepatan. Saya menerima sarannya dan sejak saat itu saya menyukainya," tutur Frimpong kepada ESPN.

Akwasi Frimpong
Akwasi Frimpong (Getty Images/Dean Mouhtaropoulos)

Di balik pria sukss terdapat perempuan hebat. Pepatah ini menggambarkan kiprah Akwasi Frimpong di dunia bobsleigh dan skeleton. Jika dia tidak mendengarkan perkataan istrinya, Frimpong mungkin tidak akan tertarik beralih dari atletik ke bobsleigh atau skeleton.

"Istri saya terus bilang kepada saya dia tidak ingin saya mengeluh waktu tua tidak menggapai mimpi Olimpiade saya, jadi saya memutuskan untuk benar-benar melakukannya," kata pria kelahiran 11 Februari 1986 itu.

Nicola Minichiello, yang pernah membela Britania Raya tiga kali di Olimpiade Musim Dingin dan sekali di Kejuaraan Dunia, mengaku kagum oleh dedikasi dan fokus Frimpong di olahraganya yang baru.

Tahun ini adalah tahun kedua Frimpong di skeleton dan bobsleigh. Oleh karena itu, Lauri Miller Bausch, pelatih Frimpong saat ini, tidak berekspektasi lebih terhadap anak asuhannya di Olimpiade Musim Dingin PyeongChang, Februari ini. Bausch memilih realistis terhadap kans Frimpong karena jam terbangnya yang masih minim.

"Tidak hanya sakit secara fisik, namun juga secara mental ketika segalanya salah. Perspektif orang lain di sekitar saya soal menjadi atlet skeleton kulit hitam dari Afrika juga menantang selama ini dan saya harap bisa mengubah itu. Caranya menjadi peseluncur yang lebih baik," kata Frimpong.

"Itu butuh waktu dan saya bertekad untuk belajar dan makin baik," imbuh Frimpong. 

Akwasi Frimpong
Akwasi Frimpong (Bongarts/Alexander Hassenstein)

Ghana seperti Indonesia. Negara yang terletak di kawasan Afrika Barat ini adalah negara tropis. Hanya ada musim kemarau dan musim hujan.

Wajar masyarakat Ghana tidak familiar terhadap olahraga musim dingin. Olahraga ini biasanya dilakoni di negara-negara yang memiliki empat musim, termasuk musim dingin.

Namun demikian, hal tersebut tidak menghambat laju Akwasi Frimpong untuk terus menekuni olahraga musim dingin seperti bobsleigh dan skeleton. Akwasi Frimpong akan jadi satu-satunya atlet asal Afrika yang mengikuti Olimpiade Musim Dingin PyeongChang, Februari lalu. Frimpong sekaligus jadi atlet Ghana kedua yang mengikuti Olimpiade Musim Dingin setelah Kwame Nkrumah-Acheampong, Si Macan Tutul Salju.

"Saya tahu sepak bola sangat populer di Ghana, namun tidak semua orang bisa menjadi seorang Abedi Pele atau Tony Yeboah, jadi penting bagi masyarakat memiliki banyak pilihan dan saya harap kisah saya bisa menyebarkan hal tersebut di tanah air," ujar Frimpong kepada ESPN.

Perjuangan Frimpong untuk menekuni olahraga musim dingin bukan hal yang mudah. Dia harus melakukan banyak pengorbanan untuk meningkatkan kemampuannya di cabang olahraga yang baru dia tekuni tersebut.

"Saya meninggalkan istri saya dan bayi saya yang masih berusia delapan bulan Ashanti di rumah karena pergi selama beberapa bulan untuk berlatih dan mengikuti turnamen di seluruh dunia," tutur Frimpong.

Akwasi Frimpong
Akwasi Frimpong (ESPN)

Frimpong telah mendapatkan dukungan dari Komite Olimpiade Ghana dan Cocoa From Ghana atas partisipasi di Olimpiade PyeongChang. Namun demikian, tantangan Frimpong belum berakhir. Meski dia termasuk sering diliput oleh media, olahraga musim dingin jarang mendapatkan perhatian di Ghana.

"Target saya adalah mendapatkan dukungan dari otoritas-otoritas olahraga Ghana untuk mendukung pembangunan olahraga musim dingin di Ghana dan menyiapkan atlet untuk Olimpiade Musim Dingin Beijing pada 2022," kata Frimpong.

Pria yang besar di Belanda itu mengaku juga keluar banyak uang untuk mendukung perkembangan bobsleigh dan skeleton di Ghana. Setiap tiga bulan Frimpong merogoh sakunya sendiri untuk membiayai klinik-klinik bobsleigh dan skeleton di negara asalnya.

"Dewan anggota Federasi Bobsleigh & Skeleton-Ghana kami membangun sejumlah klinik di daerah timur, barat, dan Ashanti. Banyak talenta di Ghana dan kami harus memaksimalkan itu di olahraga musim dingin," ujar Frimpong.

Akwasi Frimpong menghabiskan delapan tahun pertama dalam hidupnya di Kumasi, Ghana. Dia tinggal di sebuah rumah berkamar satu. Minka, neneknya, membesarkan Frimpong bersama sembilan cucu lain. Mereka semua tidur di lantai dan neneknya kesulitan memberi makan Frimpong dan saudara-saudaranya.

Ketika usianya delapan tahun, Frimpong menyusul Esther Amoako, ibunya, ke Belanda. Amoako adalah seorang penyanyi gospel di Belanda. Waktu itu Frimpong tidak berstatus imigran legal, namun keluarganya bekerja agar Frimpong bisa mendapatkan izin tinggal di Belanda.

Proses itu memakan waktu 13 tahun. Frimpong akhirnya mendapatkan izin tinggal pada 2007 dan mendapatkan kewarganegaraan Belanda pada 2008.

Johan Cruyff
Johan Cruyff (VI Images)

Status ilegal membuat Akwasi Frimpong sulit mendapatkan kesempatan menempuh pendidikan di sekolah menengah. Satu-satunya sekolah yang bisa memberikan kesempatan itu adalah Johan Cruyff College. Itu adalah sekolah yang memberikan kesempatan kepada para atlet untuk menyeimbangkan olahraga dengan pendidikan formal.

Di sekolah itu pula Frimpong menjalin hubungan yang baik dengan Johan Cruyff, seorang legenda persepakbolaan Belanda dan dunia. Persahabatan mereka bertahan hingga Cruyff meninggal dunia pada 2016 akibat kanker paru-paru.

"Waktu saya kembali ke Ghana dan bilang kepada mereka saya ingin mewakili mereka di Olimpiade Musim Dingin mereka melihat ke arah saya seolah saya gila, namun tidak butuh waktu lama untuk meyakinkan mereka," tutur Frimpong seperti dikutip dari Mirror.

Akwasi Frimpong memberikan contoh pada Lizzy Yarnold, atlet skeleton asal Inggris. Yarnold sukses meraih medali emas pada Olimpiade Musim Dingin Sochi pada 2014 meski di negaranya tidak ada lintasan es.

"Ini bukan dari mana asalmu, tapi soal seberapa keras usaha Anda untuk mendapatkan apa yang Anda inginkan," kata Frimpong yang terjun ke olahraga atletik sejak berusia 15 tahun.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved