Duka Keluarga Korban Bom Samarinda di Sidang Abdurrahman, Ayah Korban Lihat Anaknya Sujud Terbakar
Anggiat menceritakan, mulanya ia dan para jemaah tengah saling bersalaman saat hendak pulang ibadah dari Gereja Oikumene sekitar pukul 10.00 WITA.
Oman melakukan hal tersebut setidak tidaknya dalam kurun waktu 2008 2016 di Jakarta, Surabaya, Lamongan, Balikpapan, Samarinda, Medan, Bima dan Lembaga Pemasyarakatan Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Penyebaran paham tersebut diawali dengan ceramah yang disampaikan Oman.
Korban Bom Samarinda Trauma
Anggiat Manumpak Banjarnahor adalah satu dari empat orang tua korban yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) untuk kasus dugaan terorisme Aman Abdurrahman.
Saksi Jekson Sihotang, orang tua dari korban Anita Sihotang (4) dalam kesaksian menceritakan, meski luka bakar pada tubuh anaknya mulai sembuh, tapi kini buah hatinya mengalami trauma psikis hebat akibat ledakan di Gereja Samarinda 1,5 tahun lalu.
Baca: Ketauan Menyisipkan Konten Youtuber Lain, Atta Halilintar Saya Menegur Keras Editor Saya
Jekson menceritakan, anaknya selalu merasa ketakutan saat mendengar deru mesin atau knalpot sepeda motor.
"Sebelum kejadian (bom Samarinda) kalau saya menyalakkan mesin motor, dia enggak pernah takut. Belakangan, baru panasin sedikit, Anita lari ke dalam rumah," ungkap Jekson.
Selain itu, Jekson menyebut trauma yang dialami anaknya semakin terlihat saat menjelang ada suara ledakan petasan dan kembang api untuk perayaan hari raya.
Anita langsung berteriak keras kala mendengar suara-suara tersebut.
Saksi lainnya, Marsyana Tiur Novita, orang tua dari korban Alfaro Sinaga (5), juga menceritakan dampak bom Samarinda terhadap psikis anaknya.
Selain Alvaro mengalami luka bakar di kepala dan tangannya, kini anaknya langsung histeris saat mendengar suara ibunya tengah menyalakan kompor maupun suara percikan minyak dari penggorengan.
"Dia kalau lihat saya masak, histeris. Kalau aktivitas, dia biasa (sudah normal)," ujar Marsyana dalam persidangan.
Marsyana tak dapat menahan kesedihannya kala menceritakan kerusakan fisik akibat luka bakar ledakan yang menimpa anaknya serta biaya untuk pengobatannya.
Ia terus menitikkan air mata saat menceritakan anaknya sampai saat ini harus menjalani proses pengobatan akibat ledakan bom di Gereja Oikumene Samarinda pada 1,5 tahun lalu itu.