Kini Jadi Pemulung, Adik Pramoedya Ananta Toer Sempat Bergelimang Harta di Rusia
Sus lalu mendulang kesempatan terbang ke luar negeri setelah lolos penjaringan beasiswa otoritas Rusia.
TRIBUNJAKARTA.COM, BLORA - Adik kandung almarhum Pramoedya Ananta Toer, Soesilo Toer menceritakan sempat diterima bekerja sebagai clerk atau pegawai asuransi di sebuah kantor dagang, bekas milik Belanda yang dinasionalisasi atas tuntutan buruh.
Sus, sapaan akrabnya, mengatakan posisinya strategis.
Tentunya dengan gaji besar.
Kehidupan perekonomian Sus mulai meningkat signifikan.
Makan enak tak lagi melarat.
Baca: Soesilo Toer, Tak Banyak Tahu Adik Pramoedya Ananta Toer Ini Bergelar Doktor dan Kini Jadi Pemulung
"Namun sungguh aku tidak suka. Kerjanya membosankan, setiap hari hanya dipenuhi angka-angka. Kantornya berisik oleh suara mesin hitung, mesin bagi, mesin tulis, mesin bagi dan mesin kali," ujar Sus.
Pada saat Sus berada di atas angin, Indonesia mendadak dilanda kegoncangan ekonomi dan politik.
Pemerintah membentuk Batalyon Serbaguna Trikora.
Karier suksesnya selama lebih dari setahun itu perlahan berubah karena situasi negara waktu itu.
Sus mengikuti pelatihan wajib militer yang menguras fisik saat itu.
Baca: Pemprov DKI Ungkap Alasan Pembelian Tempat Sampah Buatan Jerman Rp 9,6 Miliar
"Aku tak tahu apa penyebabnya. Pemerintah bertekad membebaskan Irian Barat. Saat itu militer memegang kuasa termasuk di kantorku, hingga akhirnya aku ikut latihan menjadi sukarelawan ke Irian Barat. Jabatanku Kabag Distribusi dan pangkatku Letnan waktu itu, tapi kenyataannya aku jenderal bintang tujuh alias pusing dengan nasib ke depannya," tutur Sus terkekeh.
Setelah Perundingan Den Haag, Irian Barat masuk ke dalam pangkuan Ibu Pertiwi.
Indonesia berhasil membebaskan Irian Barat.
Sus lalu mendulang kesempatan terbang ke luar negeri setelah lolos penjaringan beasiswa otoritas Rusia.
Dari sekitar 9.000 pendaftar, hanya 30 orang yang lolos, termasuk Sus.
Sus melanjutkan pendidikannya di Fakultas Politik dan Ekonomi University Patrice Lulumba.
"Aku tidak jadi berangkat Irian Barat, namun aku bebas dari pakaian hijau yang enam bulan membungkusku. Aku berangkat ke Rusia sekitar tahun 1962. Di situlah kisah hidup baruku dimulai," tutur Sus.
Singkat cerita, menempuh pendidikan di sana tidaklah mudah.
Sus diharuskan mengabdi selama dua tahun di Rusia karena tidak lulus dengan predikat cumlaude.
Sus kemudian melanjutkan program pascasarjana di Institut Perekonomian Rakyat Plekhanov.
Gelar PhD yang lazimnya ditempuh 2 tahun disabetnya hanya dalam tempo 1,5 tahun.
Selama 11 tahun di Rusia, Sus bekerja apa saja, mulai dari penulis, penerjemah, peneliti dan pekerja kasar.
Karena kendali pendidikannya, Sus berpendapatan tinggi.
Sus bergelimang harta di Rusia.
Sepekan sekali, dia bersantap di restoran berkelas di Rusia.
Berpindah-pindah lokasi tergantung selera Sus.
Sus mengaku sering mentraktir teman-temannya dan menggelar pesta kecil-kecilan.
"Saya penggila buku-buku sastra Rusia. Bahkan suatu ketika dosen belum pernah baca, saya sudah khatam. Selama saya bekerja di Rusia, duit saya banyak. Seminggu sekali makan di restoran berkelas. Saat itu, biaya hidup 1 rubel sehari di Rusia. Padahal sebulan saya kantongi 400 rubel," kenangnya sambil tersenyum.
Kini, Sus setiap malam sehabis maghrib hingga dini hari memulung di wilayah perkotaan Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Sus memulung dengan mengendarai motor butut berkeranjang.
Di usia senja memasuki 81 tahun, dia masih bersemangat berkutat mencari rezeki memunguti barang-barang bekas bernilai jual di kampung kelahirannya itu. (Kontributor Grobogan, Puthut Dwi Putranto Nugroho)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Soesilo Toer, Adik Pramoedya Ananta Toer yang Bergelar Doktor dan Kini Jadi Pemulung (1)",