Didirikan Sejak Abad ke-19, Simak Sejarah Masjid Al Makmur di Tanah Abang
"Sampai saat ini belum diketahui itu makam siapa, yang pasti makam seorang ulama, karena banyak peziarah yang datang bahkan dari luar negeri."
Penulis: Anisa Kurniasih | Editor: Ilusi Insiroh
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Anisa Kurniasih
TRIBUNJAKARTA.COM, TANAH ABANG - Tak hanya terkenal dengan pasar grosir terbesar di Indonesia hingga Asia Tenggara, kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat memiliki sebuah masjid yang sudah berumur ratusan tahun.
Masjid tersebut bernama Masjid Al Makmur yang terletak di Jalan KH Mas Mansyur, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Masjid ini didirikan awal abad ke 19 pada tahun 1912.
Baca: Misteri Sayur Lodeh, Sayur Asem Hingga Tumis Kangkung Rumah Tangga Dewi Perssik dan Angga Wijaya
Rudi Taher, sekretariat pengurus Masjid Al Makmur saat berbincang dengan TribunJakarta.com menjelaskan bahwa masjid ini didirikan oleh pedagang kain bernama Habib Abdurahaman bin Muhammad Al Habsyi.
Masjid yang dikelilingi oleh pusat perdagangan ini dulunya merupakan sebuah surau atau musala yang memiliki luas sebesar 8 meter x 14 meter.
"Mengingat banyaknya umat Islam yang beraktifitas di kawasan Tanah Abang dan ingin beribadah maka Habib Abdurahaman bin Muhammad Al Habsyi berinisiatif mengumpulkan dana dari donatur untuk memperluas surau menjadi masjid agar bisa menampung banyak jamaah," ujar Rudi Taher, sekretariat pengurus Masjid Al Makmur di Tanah Abang, Sabtu (9/6/2018).
Masjid Al Makmur mempunyai sejarah yang sangat berhubungan erat dengan sejarah Tanah Abang.
Karena sudah berusia ratusan tahun, Masjid Al Makmur merupakan satu diantara masjid tertua di Jakarta yang masih dijaga dan dirawat hingga saat ini.
Pada tahun 1704 Masjid Al Makmur yang awalnya surau ini mulai dibangun oleh bangsawan Kerajaan Islam Mataram pimpinan KH. Muhammad Asyuro.
Baca: Dijadikan Taruhan, Dewi Perssik Sebut Aldi Taher Suami Baik dan Paling Tulus di Depan Angga Wijaya
Ukuran pertama kali sebesar musala saja, yaitu sekitar 12 x 8 meter.
Sampai pada abad 20 masjid ini terus dijaga oleh keturunan beliau, mulai dari putranya KH. Abdul Murod Asyuro dan KH. Abdul Somad Asyuro.
Tepatnya pada tanggal 30 Agustus 1735 masjid ini selesai dibangun.
Kemudian dari waktu tersebut juga secara bersamaan Yustinus Vinck, seorang tuan tanah Belanda mulai mendirikan proyek sebuah pasar di Tanah Abang yang hanya buka pada hari sabtu saja.
Sampai sekarang julukan “Pasar Sabtu” masih tetap melekat pada pasar di Tanah Abang tersebut.
Pada zaman dulu kampung Tanah Abang pada masa KH. Muhammad Asyuro hanya terdiri dari beberapa kepala keluarga saja.
Namun seiring berkembang dan bertambahnya jumlah penduduk, para tokoh masyarakat Tanah Abang mulai bersepakat untuk memperluas Musala.
Baca: Nikita Mirzani Unggah Isi Percakapannya Bersama Via Vallen Bukan Aku Nggak Ngedukung Ya
Masjid tersebut kemudian dipugar diatas tanah wakaf dari seorang keturunan Arab, Habib Abdurahaman bin Muhammad Al Habsyi.
Diketahui masjid ini memiliki tiga makam yang dikeramatkan.
Keberadaan makam tersebut belum bisa dipastikan namanya karena ukuran yang terdapat di batu nisan makam tidak begitu jelas.
"Sampai saat ini belum diketahui itu makam siapa, yang pasti makam seorang ulama, karena banyak peziarah yang datang bahkan dari luar negeri," ujar Rudi Taher.
Bentuk kusen pintu dan jendela bergaya arsitektur abad 17, menambah kesan mendalam jika masjid tersebut mempunyai nilai sejarah yang tinggi.
Gaya bangunan yang diadopsi adalah gaya Timur Tengah dipadukan dengan nuansa modern.
Kubah utama berwarna hijau dan bisa dilihat dari segala arah, lalu kesan klasik juga bisa dirasakan pada saat berada di dalam masjid.
Baca: Simak! 5 Zodiak Ini Lebih Baik Sendiri, Sagitarius Nampak Merasa Kurang Bebas
Masjid ini memiliki dua menara pendek yang mengapit tiga pintu masuk.
Sedangkan untuk bagian bawah, terdapat bentuk segi empat yang mengecil, dimana menyerupai topi bishop.
Lalu puncak menara tersebut diberi kubah-kubah kecil bawang seperti lazimnya masjid yang berada di Indonesia.