Begini Kisah Keturunan Sultan dari Madura yang Mendirikan Gereja Kristen Jawi Wetan di Jombang
Bahkan kalau ditelusur ke belakang, sambung Gardi, salah satu putra Pangeran Cokrokusumo, R Paing Wiryoguna adalah pendiri gereja tertua di Jawa
TRIBUNJAKARTA.COM, JOMBANG - Sekitar 600 orang dari keluarga besar Pangeran Cokrokusumo melakukan halal bihalal dan reuni akbar perdana di Aula Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW), Mojowarno, Jombang, Jawa Timur, Minggu (8/7/2018).
Acara digelar bertujuan selain bersilaturahmi diantara keluarga besar, juga guna meneruskan spirit keluarga Pangeran Cokrokusumo.
Antara lain semangat menjunjung tinggi toleransi dan rela berjuang demi masyarakat banyak, serta mengabdi kepada bangsa dan negara.
"Salah satu sikap toleransi yang sangat kentara adalah, keluarga besar Cokrokusumo ini menganut beragam agama, meskipun Pangeran Cokrokusumo sendiri Islam," kata Gardi Gazarin, panitia Halal Bihalal Keluarga Cokrokusumo.
Bahkan kalau ditelusur ke belakang, sambung Gardi, salah satu putra Pangeran Cokrokusumo, R Paing Wiryoguna adalah pendiri gereja tertua di Jawa, yang sekarang disebut GKJW di Mojowarno ini, sekitar 1843.
Dikatakan Gardi, Cokrokusumo atau lebih lengkap bernama Abdurrasid Cokrokusumo, adalah putera Sultan Cokroadiningrat II dari Bangkalan Madura, dari istri Ratu Knoko.
"Karena pergolakan politik kasultanan Bangkalan akibat adu domba Belanda pada saat itu, yakni awal abad 19, keluarga Abdurrasid keluar dari Madura," kata Gardi Gazarin kepada SuryaMalang.com.
Mereka menuju Surabaya dari kampung Dosermo, Jagir Wonokromo, Kedungturi, Taman dan akhirnya menetap di desa Bogem (sekarang wilayah Sukodono, Sidoarjo).
Dalam perjalanannya, agar tidak dikenali orang dia mengganti nama menjadi Kiai Mendhung. Untuk memenuhi kehidupannya dia membeli perahu (jungkung) untuk mencari ikan sampai bercocok tanam.
Singkat cerita, karena kerja kerasnya, keluarga ini menjadi keluarga kaya di desanya.
Isteri Pangeran Cokrokusumo adalah Mbok Hanifah, keturunan R Haryo Pecat Tondoterung, senapati Majapahit abad 16-an dan menjadi bupati di Kabupaten Terung (kini Krian).
Mbok Hanafiah (yang setelah menjadi Kristen) berganti nama menjadi Dorkas Cokrokusumo memiliki 6 anak, bernama R Hanafiah, RA Kawista, R Paing Wiryoguno, R Samodin, R Ayu Bainah, R Baren.
Meski menjadi keluarga kaya, Kiai Mendung belum puas. Dia ingin memiliki tanah sendiri untuk kehidupan keturunannya yang lebih baik di kemudian hari.
Di antara enam anaknya, Raden Paing yang mewarisi sifat ayahnya, menyukai ilmu-ilmu kesaktian, ilmu kanuragan dengan cara berguru maupun bertapa.
Proses pencarian ngelmu batin dan kanuragan terus dilakukan dalam perjalanan hidup Paing. Dalam perjalanan batinnya dia mendapatkan pesan agar mencari ilmu baru bernama 'musqab gaib'.