Rugikan Pasien dan Dokter Hingga Bisa Sebabkan Konflik, PB IDI Minta 3 Kebijakan BPJS Dibatalkan

"Kewenangan dokter dalam melakukan tindakan medis diintervensi dan direduksi oleh BPJS Kesehatan,"

Penulis: Suci Febriastuti | Editor: Erik Sinaga
TribunJakarta/Suci Febriastuti
Ketua Umum Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Prof. Dr. Ilham Oetama Marsis, SpOG (K) (tengah) di Kantor PB IDI, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (2/8/2018). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Suci Febriastuti

TRIBUNJAKARTA.COM, MENTENG - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menanggapi terbitnya Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan (Pedirjampel) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan No. 2, 3 dan 5 tahun 2018 yang mulai berlaku tanggal 21 Juli 2018 lalu.

Ketua Umum PB IDI Prof. Dr. Ilham Oetama Marsis, SpOG (K) mengatakan ketiga kebijakan tersebut merugikan pasien dan dokter.

Kronologi Ibu Lurah Pura-pura Mati Agar Lolos dari Percobaan Pembunuhan Oknum LSM

Ia menjelaskan semua kelahiran harus mendapatkan penanganan yang optimal karena bayi baru lahir berisiko tinggi mengalami sakit, cacat bahkan kematian.

"Perdijampel No. 3 bertentangan dengan semangat IDI untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian bayi," ujar Prof Marsis di Kantor PB IDI, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (2/8/2018).

Selain itu kebutaan karena katarak di Indonesia juga akan terus meningkat, padahal saat ini sudah menjadi salah satu yang tertinggi di dunia.

"Perdirjampel nomor 2 dengan kuota akan mengakibatkan angka kebutaan semakin meningkat. Kebutaan juga menurunkan produktivitas dan meningkatkan risiko cedera dalam melakukan aktivitas sehari-hari," jelasanya.

Lalu, pasien yang hanya mendapat pelayanan rehabilitasi medik maksimal 2 kali/minggu sesuai Perdijampel nomor 5 akan dirugikan karena hal tersebut tidak sesuai dengan standar pelayanan rehabilitasi medik.

Jok Mobil Sudah Keras dan Tidak Nyaman? Berikut 4 Cara Mengatasinya

Akibatnya hasil terapi tidak tercapai secara optimal dan kondisi disabilitas sulit teratasi.

Selain merugikan pasien, Prof Marsis mengatakan jika dokter berpotensi melanggar Sumpah dan Kodeki yaitu melakukan praktek kedokteran tidak sesuai standar profesi.

"Kewenangan dokter dalam melakukan tindakan medis diintervensi dan direduksi oleh BPJS Kesehatan. Lalu juga dapat, meningkatkan konflik antara dokter dengan pasien serta dokter dengan fasilitas pelayanan kesehatan," ungkapnya.

Lerai Tawuran Pelajar, Peluru Kapolsek Nyasar ke Anak Buah Hingga Tewas, Kapolsek Shock

Oleh karena itu pihaknya meminta BPJS Kesehatan membatalkan Perdirjampel nomor 2, 3 dan 5 tahun 2018 untuk direvisi sesuai dengan kewenangan BPJS Kesehatan yang hanya mebahas teknis pembayaran dan tidak memasuki ranah medis.

"IDI meminta defisit BPJS tidak bisa dijadikan alasan untuk menurunkan kualitas pelayanan. Dokter harus mengedepankan pelayanan sesuai dengan standar profesi," katanya.

IDI bersama-sama stakeholder lain, diantaranya Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) mendorong Kemenkes untuk memperbaiki regulasi tentang penjaminan dan pengaturan skema pembiayaan untuk mengatasi defisit pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasioanl (JKN).

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved