Pilpres 2019
PKS Tak Punya Banyak Pilihan di Koalisi Prabowo
Ada apa dengan koalisi pendukung Prabowo? Posisi Cawapres jadi perdebatan alot.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernyataan Direktur Pencapresan PKS, Suhud Alynudin mengenai terciptanya opsi abstain dalam pengusungan calon presiden dan calon wakil presiden, menjadi perbincangan di kalangan politikus.
Meski akhirnya, dia meralat pernyataannya bahwa hal itu merupakan pendapat pribadi.
"Itu pendapat pribadi saya, bukan keputusan resmi partai," klarifikasinya, Jakarta, Kamis (2/8).
Keputusan resmi PKS masih harus melalui pembahasan di Rapat Dewan Pimpinan Tingkat Pusat serta sidang Majelis Syuro PKS.
Dirinya menjelaskan hingga saat ini, pihaknya masih terus berkomunikasi dengan partai koalisi pendukung capres Prabowo Subianto.
Ketua Komite Pemilih Indonesia (TePI), Jeirry Sumampow menjelaskan tidak ada pilihan bagi PKS selain berkoalisi dengan kubu Prabowo. Pilihan abstain justru akan merugikan bagi PKS.
Sesuai peraturan, partai tersebut tidak dapat mengusung dalam pemilu berikutnya.
"Setiap partai tidak mau kehilangan momen untuk mengusung calon presiden pada pemilu berikutnya," ujarnya.
Lebih dari itu, dia mengatakan politik hari ini, memaksa partai politik untuk 'menyerah' pada koalisi.
Mereka yang tidak memiliki figur untuk dicalonkan dalam kontestasi lima tahunan tersebut, akan berkompromi dengan partai yang mempunyai figur.
Menurutnya, keuntungan elektoral justru akan lebih banyak diperoleh kepada partai yang memiliki figur dibandingkan parpol yang hanya ikut dalam koalisi.
Apalagi, ambang batas menjadi hambatan utama tidak dapat mencalonkan sendiri.
"Sesungguhnya, aturan kita memaksa agar partai-partai ini harus berkoalisi. Mau tidak mau, ya harus ada kompromi dari masing-masing partai politik," lanjutnya.
Kata "kompromi" juga dilontarkan oleh Sekjen PAN, Edi Soeparno.
Dirinya menjelaskan banyak hal yang harus dikompromikan oleh partai politik koalisi parpol pendukung capres Prabowo.
"Kami masih terus berkompromi. Masih terus membahas hal-hal untuk pemenangan pemilu. Pada intinya, visi dan pandangan kami sudah sepakat," jelasnya.
Sementara itu, Ketua DPP NasDem, Taufik Basari enggan memakai istilah "kompromi" atau "menyerah pada koalisi".
Dia menjelaskan, sedari awal partainya sudah mendukung Jokowi sebagai calon presiden. Serta memberikan seluruh keputusan kepada pria asal Solo tersebut.
"Bukan kompromi, tetapi kami koalisi sudah sepakat untuk mendukung pencalonan Pak Jokowi. Kami percaya keputusan untuk cawapres kepada Pak Jokowi," tukasnya.
Utusan PKS bertahan di mobil
Tribun yang mengikuti pertemuan antarsekjen partai pengusung Prabowo, melihat sikap yang berbeda dari Sekjen PKS, Mustafa Kamal.
Saat pertemuan yang digelar di kawasan Kemang, Rabu (1/8) malam, Mustafa lebih memilih untuk tetap di mobil dan turun di dalam rumah.
Sedang sekjen partai lainnya, menyempatkan diri untuk melayani pertanyaan wartawan.
Begitu juga ketika pertemuan selesai sekitar satu setengah jam, Mustafa segera memasuki mobil dan menyatakan partainya tetap memperjuangkan hasil dari rekomendasi Ijtima Ulama.
"Kami masih berpegang teguh pada rekomendasi dari Ijtima Ulama," ucapnya seraya masuk ke dalam mobil.
Sekjen Gerindra, Ahmad Muzani menjelaskan pertemuan berjalan cair.
Keempat sekjen partai mengeluarkan pandangannya masing-masing terkait dengan pemilu.
Bahkan, dia sempat menganalogikan pertemuan seperti membahas acara perkawinan.
Seorang mempelai sudah siap untuk menikah. Sedang mereka menyusun hal teknis untuk penyelenggaraan.
"Semua berjalan baik. Tidak ada masalah. Ini kan penyusunan panitia untuk kondangan. Mempelai sudah ada. Tinggal pelaksanaan saja," ujarnya.
Hingga saat ini, belum ada pembahasan lain, selain teknis pemenangan. Mereka baru akan membahas pasangan apabila waktunya sudah tepat.
"Itu belum. Ini kan PAN masih harus Rakornas dulu. Setelah itu, baru kami bahas," ungkapnya. (tribun network/ryo/coz)