Pilpres 2019
Sindir Ketum PBNU, Mahfud MD: Dulu Minta Tolong ke Saya Waktu Seorang Menteri Kena Kasus Durian
"Waktu dulu ada kasus seorang menteri terlibat kasus duren,saya ada di Mekkah, pagi-pagi subuh Said Aqil telpon. Tolong Pak Mahfud, Pak Mahfud tolong"
Penulis: Erik Sinaga 2 | Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNJAKARTA.COM- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD akhirnya memberikan tanggapan terkait tudingan dirinya bukan kader Nahdlatul Ulama (NU).
Asal tahu saja, Mahfud MD disebut bukan kader NU sehingga turut menggagalkan peluangnya menjadi bakal calon wakil presiden yang mendampingi Joko Widodo.
Keterangan Mahfud bukan kader itu disampaikan sebelumnya oleh Ketua Umum Pengurus Besar NU Said Aqil Siradj.
"Saya juga minta maaf kepada keluarga besar NU ribut-ribut soal kader, katanya Pak Mahfud bukan NU. Ya aneh bagi saya saya (disebut) bukan NU. Saya ini lahir di Madura, di pondok pesantren NU," kata Mahfud di acara Indonesia Lawyers Club tvOne yang tayang pada Selasa (14/8/2018).
Selain bersekolah di NU, Mahfud kemudian membeberkan dia turut menjadi bagian NU dengan menjadi rektor Universitas Kadiri yang berada di bawah NU, aktif di The Wahid Institute dan yang berafiliasi ke NU lainnya.
"Saya ini pengurus (Gerakan Pemuda) Anshor periodenya Nusron Wahid, yang tanda tangan SK-nya itu Aqil Siradj," beber Mahfud yang disambut tepuk tangan para narasumber lainnya.
Bahkan, lanjut Mahfud, dia sampai hari ini masih menjabat sebagai ketua Dewan Kehormatan Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (Isnu).
"Yang lantik Pak Aqil Siradj," kata Mahfud.
Mantan menteri pertahanan itu kemudian menyinggung perilaku Said Aqil yang sebelumnya sering menyebut dia sebagai kader NU.
Mahfud masih ingat betul bagaimana Said menghubunginya agar seorang menteri, kader NU, terkena kasus durian, bisa diluputkan.
"Dulu Pak Aqil sering sebut saya sebagai kader, waktu dulu ada kasus seorang menteri terlibat kasus duren, saya ada di Mekkah, pagi-pagi subuh Said Aqil telpon. Tolong Pak Mahfud, Pak Mahfud tolong sebagai sesama kader NU tolong diselamatkan, nanti NU rusak kalau ini kena," kenang Mahfud.
Mahfud kemudian mahfum jika dalam kasus politik, dia kemudian ditinggalkan.
"Begini ada kasus politik gini bilang bukan kader. Tapi di NU itu banyak guyon. Saya anggap itu guyon-guyon aja," sindir Mahfud.
Tak Bisa Sumbang Uang
Mahfud kemudian menyinggung mengenai pertanyaan apa sumbangsih seorang Mahfud terhadap NU. Mahfud mengakui memang mengakui tidak bisa memberikan apa-apa kepada NU apalagi dalam bentuk uang.
"Kalau perbuatan bukan bentuk uang, kalau suruh sumbang uang nggak adalah wong saya tidak punya uang. Itu ada yang cari, di NU kan banyak yang cari uang," kata Mahfud.
Walau demikian, Mahfud mengaku bukan berarti sama sekali tidak berbuat untuk NU. Masih segar di ingatkan Mahfud ketika tahun 2009 ada Undang-Undang tenang Badan Hukum Pendidikan.
UU itu digugat ke MK dan pada saat itu Mahfud adalah ketua MK. Menurut Mahfud, UU itu berbahaya terhadap dunia pesantren karena ada pasal itu mengatakan semua lembaga pendidikan, termasuk swasta, harus berbentuk hukum yagn biasa diawasi Pemerintah.
"Nah ndak ada yang tahu ini, yang gugat undang-undang ini perguruan tinggi yang merasa tidak mampu, atau dianak tirikan Undang-Undang BHP. Padahal itu membahayakan pesantren, pesantren itu kena karena semua lembaga pendidikan dari TK sampai perguruan tinggi diawasi negara kalau laporannya tidak benar itu bisa disita negara," beber Mahfud.
Mahfud kemudian menghubungi Kiai Anwar Iskandar di Kediri terkait undang tersebut.
"Saya katakan itu bisa bubarkan pesantren karena pesantren umumnya tidak terpisah uang kiai dan uang pesantren. Kalau tiba-tiba ada gedung baru, diperiksa, bubar semua pesantren itu. Akhirnya dibatalkan undang-undang itu," tegas Mahfud.