Pilpres 2019

MA Izinkan Mantan Koruptor Daftar Caleg: Sekjen PSI Jengkel, Sandiaga Uno 'End of Story'

"Dikabulkan permohonannya, dikembalikan kepada undang-undang. Diputus kemarin," kata Juru Bicara MA Suhadi saat dihubungi, Jakarta, Jumat (14/9/2018).

Penulis: Ferdinand Waskita | Editor: Widie Henaldi
Tribunnews.com/Tribunnews.com/Abdul Qodir
Ilustrasi: Gedung Mahkamah Agung di Jalan Medan Merdeka Utara No 9-13, Jakarta, Senin (15/2/2016) 

TRIBUNJAKARTA.COM. JAKARTA - Putusan MA mengenai mantan narapidana koruspi diperbolehkan mendaftar sebagai calon legislatif menimbulkan beragam reaksi.

MA telah memutuskan gugatan PKPU Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu anggota DPD dan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

"Dikabulkan permohonannya, dikembalikan kepada undang-undang. Diputus kemarin," kata Juru Bicara MA Suhadi saat dihubungi, Jakarta, Jumat (14/9/2018).

Jelas Suhadi, atas putusan itu mantan narapidana korupsi boleh mendaftar sebagai calon asal sesuai ketentuan undang-undang dan putusan MK.

"Iya boleh (mendaftar), karena itu bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi," tegasnya.

Reaksi KPK

Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/4/2018).
Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/4/2018). (Tribunnews.com/ Ria Anatasia)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat bicara atas putusan Mahkamah Agung (MA) terkait gugatan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang melarang mantan koruptor mencalonkan diri menjadi anggota legislatif.

Juru Bicara KPK,Febri Diansyah, mengatakan pada awalnya pihaknya sangat berharap ada perbaikan yang signifikan secara bersama-sama untuk menyaring calon anggota legislatif agar tidak lagi terjadi korupsi di DPR atau DPRD.

"Untuk putusan MA lengkapnya belum kami baca tapi ada beberapa pemberitaan yang menulis itu dan pernyataan resmi dari MA. Ya tentu KPK, sebagai institusi penegak hukum, mau tak mau harus menghormati institusi peradilan," ujar Febri, Jakarta, Jumat (14/9/2018) kemarin.

Respon Bawaslu

Anggota Bawaslu RI, Fritz Edward.
Anggota Bawaslu RI, Fritz Edward. (Tribunnews.com/Glery Lazuardi)

Anggota Bawaslu RI, Fritz Edward, meminta semua pihak mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA) membatalkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

“Kami harus menghormati putusan MA ini, dan KPU harus segera melaksanakan putusan MA,” ujar Fritz, Jumat (14/9/2018).

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) memutus uji materi Pasal 4 ayat (3), Pasal 7 huruf g Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota dan Pasal 60 huruf j Peraturan KPU No. 26 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPD terkait larangan mantan narapidana kasus korupsi, bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, menjadi bakal calon anggota legislatif (bacaleg) dalam Pemilu 2019.

KPU Ogah Merespon

Hasyim Asyari
Hasyim Asyari (Tribunnews.com/Glery Lazuardi)

Komisioner KPU RI, Hasyim Azhari, belum dapat mengomentari putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan uji materi Peraturan KPU mengenai larangan mantan narapidana korupsi mendaftarkan diri sebagai bacaleg.

Menurut dia, lembaga penyelenggara pemilu itu belum menerima pemberitahuan resmi dari MA.

Dalam uji materi ini, KPU bertindak sebagai pihak Tergugat atau Termohon.

"Sehubungan munculnya pemberitaan tentang terbitnya Putusan MA yang mengabulkan Permohonan atau Gugatan JR terhadap PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR/DPRD, KPU belum dapat memberi komentar," ujar Hasyim dalam keterangannya, Jumat (14/9/2018).

Gerindra Minta Hormati Putusan MA

Partai Gerindra menghormati keputusan Mahkamah Agung (MA) yang dalam vonisnya memperbolehkan mantan narapidana korupsi mencalonkan diri menjadi calon anggota legislatif.

"Kita ikut hormati proses hukum yang sedang berlaku, bahwa kemudian ini menjadi kontraproduktif karena ada (caleg) yang sudah kita keluarkan dari daftar, bagi yang belum lanjut saja," ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad saat dihubungi Tribunnews, Jumat(14/9/2018).

Kendati demikian kata Dasco, Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus segera menyikapi keluarnya putusan MA tersebut.

Adanya gugatan terhadap Peraturan KPU harus dijadikan pelajaran untuk lembaga penyelenggara pemilu tersebut agar ke depan aturan-aturan yang dibuat tidak digugat lagi.

"KPU silakan bersikap, yang saya sayangkan dari KPU adalah soal produk-produk aturannya. Agar nantinya produknya yang dibuat lebih matang lagi, jangan hanya buat pencitraan, kalau begini kasihan Bawaslu, kalau bikin produk (aturan) yang jelas dan benar," ujar Dasco.

Anggota Komisi III DPR ini juga mempertanyakan kinerja KPU dalam membuat sebuah produk hukum.

Apakah dalam pembuatannya mereka meminta masukan dan saran dari para pakar hukum termasuk mengundang Bawaslu atau tidak.

"Secara norma setuju, semangatnya baik, tapi secara aturan ini rawan digugat. Apakah mereka (KPU) mengundang pakar hukum saat membuat sebuah produk aturan?harusnya juga mereka mengundang Bawaslu," kata Dasco.

PSI Geram

Sekjen Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni.
Sekjen Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni. (TRIBUNNEWS.COM/TRIBUNNEWS.COM/FX ISMANTO)

Sekjen Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni mengaku kecewa dan geram dengan putusan tersebut.

"Saya menerima keputusan hukum ini dengan kecewa, geram, dan jengkel," ujar Toni, begitu ia biasa disapa, melalui keterangan tertulis, Jumat (14/9/2018).

Toni menilai keputusan MA terasa tidak adil bagi rakyat Indonesia.

Namun demikian, mau tidak mau keputusan tersebut harus diterima.

Ia pun mengimbau masyarakat untuk lebih cerdas dalam memilih caleg serta melihat partai politik yang tidak mencalonkan caleg mantan napi koruptor.

"Tapi karena ini sudah menjadi keputusan dan akan dilaksanakan, rakyat harus cerdas memilih dan memilah parpol dan caleg yang anti-korupsi, parpol yang tidak menempatkan satu orangpun caleg mantan napi koruptor di DCT-nya," katanya.

Tanggapan Sandiaga Uno

Sandiaga Uno.
Sandiaga Uno. (INSTAGRAM SANDIAGA UNO)

Bakal cawapres Sandiaga Uno menanggapi soal putusan Mahkamah Agung (MA) yang memperbolehkan mantan narapidana kasus korupsi dan kejahatan lainnya mencalonkan diri sebagai calon legislatif (caleg).

Menurutnya, polemik terkait boleh tidaknya eks koruptor menyalonkan diri sebagai caleg sudah terjawab melalui putusan itu.

Ia pun enggan berkomentar banyak terhadap persoalan tersebut.

"Menurut saya kalau sudah diputuskan MA, saya tidak mau masuk ke ranah hukum. Biarkan masyarakat yang menilai," ujar Sandi di Posko Melawai, Jakarta, Jumat (14/9/2018) malam.

"Hak-hak mereka sekarang sudah dijamin oleh undang-undang sudah diperbolehkan oleh MA. Berarti end of story," imbuhnya.

Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta itu mengaku tak keberatan dengan putusan MA. Ia berharap para kandidat di Pileg dan Pilpres 2019 berkompetisi secara jujur dan adil.

"Saya berharap pemilu berlangsung dan adil. Menghasilkan satu pemerintahan yang bisa membawa ekonomi bangsa menjadi lebih baik," pungkasnya.

Ditembak Suami di Tanjung Priok, Begini Kondisi Yunita Usai Dirawat di RSUD Koja

Polemik Debat Capres Bahasa Inggris, Sudjiwo Tedjo Ambil Hikmahnya Soal Kaum Pemuja Budaya Asing

Roy Suryo Mengaku Non Aktif dari Jabatan Waketum Demokrat Agar Fokus Selesaikan Masalah Kemenpora

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA)memutus uji materi Pasal 4 ayat (3), Pasal 7 huruf g Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018.

Tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota dan Pasal 60 huruf j Peraturan KPU No. 26 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPD terkait larangan mantan narapidana kasus korupsi, bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, menjadi bakal calon anggota legislatif (bacaleg) dalam Pemilu 2019.

Juru Bicara Mahkamah Agung, Suhadi, mengatakan MA mengabulkan uji materi dua Peraturan KPU (PKPU) tersebut. Sehingga, mantan narapidana dalam kasus tersebut boleh mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif (caleg).

"PKPU itu sudah diputus, dan putusannya untuk napi pidana. Permohonan pemohon itu dikabulkan, menjadi kembali dalam ketentuan undang-undang," kata Suhadi. (Tribunnews.com)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved