Tanggapi Cekcok Bulog vs Kemendag Soal Impor Beras, Fahri Hamzah: Jangan Main-main Soal Perut Rakyat
Fahri Hamzah turut menanggapi ramainya cekcok Bulog dan Kemendag terkait beras impor. Ia menegaskan jangan main-main soal perut rakyat
Penulis: Erlina Fury Santika | Editor: Erik Sinaga
TRIBUNJAKARTA.COM - Wakil DPR Ri Fahri Hamzah turut menanggapi ramainya polemik gudang dan beras impor antara Badan Urusan Logistik (Bulog) dan Kementrian Perdagangan.
Diketahui, Kepala Bulog Budi Waseso atau yang akrab disapa Buwas menolak impor beras lantaran gudang penyimpanan sudah penuh.
Buwas bahkan sempat 'menyemprot' Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita lantaran pernyataannya yang menyebut penuhnya gudang untuk menampung beras bukan urusan Kementrian Perdagangan.
Fahri Hamzah, melalui akun Twitternya @Fahrihamzah, pada Kamis (20/9/2018) turut menanggapi hal tersebut dengan mempertanyakan cara Kemendag menentukan besaran cadangan pangan pemerintah.
"Sebelum tidur, Gak bisa tidur mikirin permainan #ImportBeras oleh #MafiaImport yg katanya sudah jera. Saya twit menjawab pertanyaan bahwa jika Bulog dalam menentukan besaran cadangan pangan pemerintah berdasarkan penyerapan gabah petani. Kalau kemendag dengan apa ya?" tulis Fahri Hamzah.
Ia menegaskan, persoalan beras bukan hanya sekadar produk pertanian, tapi juga komoditas politik.
Sebab, politik kebijakan beras selalu menjadi isu laten jelang pemilu.
"Tapi satu hal yg harus dicatat tebal, sejarah mengajarkan bahwa beras sejak era kerajaan hingga era republik bukan hanya sekedar produk pertanian, tapi ia juga stabilisator politik kekuasaan. Beras beras adalah soal politik dan daya tahan, stamina rakyat dan kekuasaan," paparnya.
"Oleh karenanya beras tidak hanya komoditas ekonomi tapi juga komoditas politik, politik kebijakan beras selalu menjadi isu laten jelang pemilu, ruang abu abu impor ada pada krn adanya kewajiban cadangan pangan pemerintah. Baik pusat maupun daerah, disinilah data dimainkan," sambungnya.
Lebih lanjut, terkait impor beras Fahri Hamzah menerangkan dalam UU syarat impor pangan diizinkan apabila produksi nasional dan cadangan pangan pemerintah kurang.
Iapun mempertanyakan produksi dan cadangan pangan pemerintah saat ini.
• Elite PKS Sebut Sandiaga Ulama, Fahri Hamzah: Dia Itu Tajir, Pedagang, Bukan Ulama
• Ani Yudhoyono Bicara Hingga Tudingan Fahri Hamzah, KPK Dalang Penyebab Kasus Century Muncul Lagi
• Bawaslu Dukung Tandai Eks Koruptor di Surat Suara, Fahri Hamzah Samakan dengan Kasus Eks Tapol 65
"UU mempersyaratkan impor pangan diizinkan apabila kecukupan produksi nasional dan cadangan pangan pemerintah kurang, Problemnya apakah produksi dan cadangan pangan pemerintah surplus atau minus? di pihak pemerintah sendiri data tak pernah padu. #MafiaImport," jelas Fahri Hamzah.
Ia melihat adanya perbedaan keputusan antara Kementan, Bulog dan Kemendag.
"Terjadi perbedaan antara kementan, bulog dengan kemendag, menteri yg bertugas menjaga produksi, otoritas yg bertugas sebagai pembeli dr hasil produksi masyarakat, dan menteri yg berdagang padahal sebetulnya bertugas dengan pertimbangan kepentingan nasional," ungkapnya.
Di samping itu, Fahri Hamzah menjelaskan masalah pangan membawa pengaruh bagi pertahanan negara.
Ketidakpastian beras, lanjutnya, adalah ketidakpastian stabilitas dan daya tahan nasional.
Ia bahkan mengkategorikan isu impor beras ini masuk ke isu keamanan nasional.
"Ini bukan soal angka statistik tapi ini adalah politik ekonomi pangan, dan lebih dari ekonomi politik, pangan dalam hal ini beras membawa pengaruh bagi pertahanan negara. Ketidakpastian beras adalah ketidakpastian stabilitas dan daya tahan nasional. Ini serius," tulisnya.
"Pangan berpotensi menjadi ancaman non tradisional dan non kovensional bagi pertahanan negara. Bukan hanya dalam masalah ketersediaan. Tapi juga dalam perang dagang komoditas. Karena itu isu #ImportBeras dan #MafiaImport ini dapat dikategorikan kepada isu keamanan nasional," lanjutnya.
Pemaksaan impor, lanjut Fahri Hamzah akan berdampak pada kenaikan inflasi.
Selain itu juga meresahkan para petani dan runtuhnya kedaulatan pangan.
"Pemaksaan pembukaan kran impor pangan akan membawa kenaikan inflasi, keresahan petani dan runtuhnya kedaulatan pangan. Ini menunjukan rapuhnya kedaulatan nasional akibat bolongnya pertahanan negara nir militer. Entahlah kita sedang bertahan? Menyerang atau bunuh diri?" tanyanya.
Ia menegaskan untuk jangan main-main soal perut rakyat.
Maka iapun mengimbau para pengikutnya untuk mengawal kasus ini dan mendorong transparansi.
Ia bahkan 'mencolek' Presiden Joko Widodo untuk waspada bahwa ada 'tikus' mati di lumbung padi.
"Selamat tidur kawan2 dan jangan main2 soal perut rakyat. Biar pejabat petugas berantem, tetap waspada. Mari dorong keterbukaan, ada apa di balik simpang siur ini. Waspada pak @jokowi ada tikus mati di lumbung padi," tulisnya.
"Selamat pak Buwas pemberani!" pujinya kepada Buwas.
• Tanggapi Pernyataan Buwas soal Impor Beras, Mahfud MD: Tegas, Rasional, dan Pro Rakyat
• Impor Beras Akan Tetap Dilakukan, Buwas Ngotot Menolak, Fadli Zon: Bukti #Rezimamburadul
• Buwas: Perlu Ketegasan untuk Urusan Perut Masyarakat Indonesia
Sebelumnya diberitakan Budi Waseso yang geram dengan sikap apatis Menteri Perdagangan (Mendag), Enggartiasto Lukita, lantaran menilai masalah penuhnya gudang beras milik Bulog bukan persoalan Kementerian Perdagangan.
Hal itu disampaikan Budi Waseso di kantor Perum Bulog, Jakarta, Rabu (19/9) kemarin.
Mantan Kepala Bareskrim Polri yang karib disapa Buwas itu menegaskan, seharusnya Mendag Enggar selaku sesama aparatur negara dan pemerintah kompak bersinergi dan berpikir bersama-sama untuk mencari solusi atas masalah ketidakmampuan gudang Bulog.
Bukan justru saling melempar masalah. Sebab, masalah tersebut juga menyangkut kepentingan bangsa di bidang pangan.
"Jadi, kalau saya mengeluhkan fakta gudang saya sudah tidak mampu menyimpan, sedangkan saya harus menyewa gudang, bahkan meminjam, itu kan cost-nya mahal," kata Buwas dengan suara khasnya.
"Lalu, ada yang bilang 'Itu urusannya Bulog kalau soal gudang'. Matamu itu!" imbuhnya.
Polemik Buwas dan Mendag Enggar diawali sikap tegas Buwas yang menolak kebijakan dilakukannya kembali impor beras.
Buwas menyampaikan stok ketersedian beras di Bulog telah mencapai 2,4 juta ton.
Banyaknya stok beras tersebut membuat gudang-gudang Bulog penuh.
Namun, Mendag Enggar merespons sikap penolakan impor beras dan keluhan gudang beras itu dengan menyatakan, "Itu kan sudah diputuskan di rakor Menko. Jadi urusan Bulog. Jadi nggak tahu saya, bukan urusan kita."
Buwas menceritakan, saat ini gudang-gudang milik Bulog sudah penuh dengan stok mencapai 2,4 juta ton dan tidak mampu menampung beras yang akan datang, baik impor maupun produk petani dalam negeri.
Belum lagi, hingga Agustus 2018 nanti Bulog juga akan kedatangan 1,4 juta ton beras impor hasil kebijakan sebelum dirinya menjabat sebagai Dirut Bulog.
Akibatnya, saat ini Bulog sampai menyewa gudang milik TNI Angkatan Udara seperti di Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta dan gudang TNI/Polri di daerah dengan biaya yang tidak murah.
Setidaknya, Bulog mesti menggelontorkan dana hingga Rp 45 miliar untuk menyewa gudang-gudang tersebut.
Dengan jumlah stok saat ini mencapai 2,4 juta ton ditambah kedatangan sebanyak 400 ribu ton pada Oktober 2018 sisa impor tahu lalu, maka Bulog akan memiliki cadangan beras sebanyak 2,7 juta ton.
Namun, jika dikurangi dengan penyerapan setiap harinya, maka stok pada akhir tahun 2018 bisa mencapai hampir 3 juta ton.
Menurutnya, dengan demikian pemerintah tidak perlu lagi melakukan impor beras hingga Juni 2019. Buwas tetap pada sikapnya agar tidak ada lagi dilakukan impor beras.
"Yang kami lakukan ya tinggal menjaga ini (stok beras). Masa harus bertahan pada impor?," ucapnya.
Buwas menantang siapa saja yang dapat membantah hasil temuan tim miliknya itu asalkan menggunakan data.
Enggar Sebut Gudang Bulog Dikomersialisasi
Mendag Enggartiasto menanggapi dingin saat diminta tanggapannya atas kekesalan dan umpatan 'Matamu" dari Buwas kepadanya.
Enggar pun tetap pada sikapnya bahwa msalah penuhnya gudang-gudang milik Bulog atas banyaknya stok beras impor merupakan urusan Bulog sendiri.
"Gudang itu dari Bulog itu 4 juta ton kemudian sebagian itu dari gudang itu di komersialkan bagaimana kebutuhannya, pengendaliannya, itu urusan koorporasi ada bagiannya," kata Enggar saat melakukan kunjungan ke gudang Gakoptindo di Jakarta Barat.
Saat ditekankan kembali mengenai biaya sewa yang harus ditanggung Bulog untuk menambah sewa, Enggar pun menyebut itu menjadi urusan Bulog.
"Itu urusan koorporasi. Itu urusan koorporasi," ungkap Enggar berulang.
Enggar menjelaskan, pemerintah telah mengeluarkan tiga kali izin impor beras kepada Bulog dengan total 2 juta ton hingga akhir tahun.
Ia mengatakan, pemerintah tak asal menetapkan kuota impor 2 juta ton.
Menurutya, dalam penentuan kuota impor tersebut, ia mengaku sudah melakukan perhitungan terhadap kapasitas gudang Bulog, di antaranya mengacu dari informasi yang diberikan oleh Dirut Bulog pendahulu Buwas.
Dan dari informasi itu diketahui seluruh gudang Bulog mampu menampung 4 juta ton beras.
"Gudang dari Bulog itu 4 juta," ujarnya.
Dengan informasi tersebut, ia percaya diri gudang Bulog mampu menampung beras yang akan diimpor.
Sebab, saat ini jumlah beras beras yang ada di gudang Bulog baru mencapai 2,4 juta ton.
Kalau pun ditambah dengan 400 ribu ton beras impor yang sudah kontrak dan 200 ribu ton beras dari impor baru, gudang-gudang milik Bulog masih bisa menampungnya.
Sepengetahuan Enggar, justru sebagian gudang milik Bulog yang kosong dikomersialkan alias disewakan.
• Rizal Ramli Sebut Menteri Perdagangan di Luar Negeri yang Doyan Impor Pasti di Demo Besar-besaran
• Kementerian Perdagangan Sita 2 Juta Batang Baja Tulangan Beton Seharga Rp 70 Miliar
• Resmi Jadi Kepala Bulog, Buwas: Enggak Ada yang Bisa Mainin Perut Orang Indonesia
"Sebagian itu dari gudang itu dikomersialkan (disewakan). Bagaimana kebutuhannya (pengelolan gudang) Itu urusan korporasi, ada bagiannya," ucap Enggar.
Meski begitu, Enggar enggan memberikan jawaban saat ditanya wartawan soal umpatan 'matamu' dari Buwas.
Dia memilih berbalik badan meninggalkan kerumunan wartawan.