HUT ke 73 TNI
Soroti Citra TNI dari Masa ke Masa, Mahfud MD Beberkan Perubahan Zaman Orba hingga Kini
Memperingati HUT ke-73 TNI, Mahfud MD menyoroti perubahan citra TNI dari zaman Orba hingga saat ini.
Penulis: Rr Dewi Kartika H | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Rr Dewi Kartika H
TRIBUNJAKARTA.COM - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD turut memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-73 Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Mahfud MD menyoroti perubahan citra atau pandangan masyarakat kepada TNI dari masa ke masa.
Namun awalnya Mahfud MD mengucapkan selamat hari jadi kepada TNI.
Tak hanya itu Mahfud MD juga memuji pengabdian TNI kepada Indonesia yang menurutnya sangat luar biasa.
Mahfud MD mengatakan Indonesia dapat bertahan karena kerjasama dari TNI dan seluruh masyakarat.
Pria kelahiran Madura itu bahkan mengutip lirik lagu Iwan Fals.
"Selamat HUT TNI, 5 Oktober. Pengabdian TNI kpd ibu pertiwi sungguh luar biasa.
Indonesia eksis berkat kerjasama TNI dan rakyat yg menjaganya dgn semangat nasionalisme.
Mengutip Iwan Fals, " Serdadu, rabalah dada kami, Gunakan hati jgn pakai belati, ibu pertiwi tak sudi melihat," tulis Mahfud MD, pada Jumat (5/10/2018).\
Pernyataan Mahfud MD yang mengutip lirik lagu Iwan Fals itu rupanya menjadi sorotan netizen.
• Presiden Joko Widodo Jadi Inspektur Upacara HUT ke-73 TNI
• Kirab Bendera Merah Putih Sambut HUT ke-73 TNI, Hingga Presiden Jokowi Jadi Inspektur Upacara Besok
TONTON JUGA
Salah seorang netizen bertanya soal makna 'belati' dalam lirik lagu tersebut.
"Koq Iwan Fals terinspirasi gunakan kalimat itu terutama kalimat "gunakan hati jgn pakai belati, kira2 apa yang melatar belakanginya, Prof?," tulis seorang netizen.
Mahfud MD menjelaskan sejarah singkat soal 'belati' yang melekat dengan citra TNI.
Menurut Mahfud MD TNI sempat menjadi institusi yang ditakuti masyarakat.
Pasalnya kala itu oknum TNI terlibat dengan politik dan represif.
Namun menurut Mahfud MD hal tersebut kini sudah tak terjadi lagi.
"Begini, Tedy: TNI sejak awal mengawal Republik Indonesia.
Tp pernah dlm kilatan sejarahnya, TNI (ketika disebut ABRI) menjadi institusi yg menakutkan krn oknum2nya terlibat politik dan repressif shg, meminjam Iwan Fals, spt “pakai belati”.
• HUT ke-73 TNI: Mengenal Tenaga Dalam Kopassus, Pernah Bantu Temukan Korban Tanah Longsor di Bogor
• HUT ke-73 TNI: Kisah Perjuangan Kolonel TNI Sugiono, Hentikan Pemberontakan di Sulawesi dan Dibunuh
Skrang TNI sdh ada di khitthahnya. Bravo," tulis Mahfud MD.
Mahfud MD lantas membeberkan perubahan citra TNI dari Orde Baru (Orba) hingga saat ini.
Pada zaman Orba, TNI menurut Mahfud MD hanya mengandalkan otot semata dan menggabaikan kemampuan berpikir.
"Pada zaman Orde Baru terkesan TNI itu hanya main otot, bukan main otak." tulis Mahfud MD.
Mahfud MD mengatakan pandangannya tersebut perlahan hilang saat ia menjadi Menteri Pertahanan di tahun 2000.
Kala itu ia baru tahu TNI memiliki banyak anggota yang berintelektual tinggi.
Mahfud MD mengaku bangga dengan anggota TNI yang berjiwa nasionalis dan berintelektual.
• Jadi Pihak Pertama yang Sebar Kasus Ratna Sarumpaet, Fadli Zon Diminta Mahfud MD Bertanggungjawab
• TERPOPULER- Awalnya Kutuk Penganiaya Ratna Sarumpaet, Mahfud MD Kini Malah Temukan Kejanggalan
"Tp ketika sy menjadi Menhan pd tahun 2000 sy menjadi tahu bahwa di TNI banyak intelektualnya yg hebat-hebat.
Banyak nasionalis yg sangat intelek di tubuh TNI.
Saya bangga kpd TNI. Dirgahayulah TNI," tulis Mahfud MD.
Pantauan TribunJakarta.com pernyataan Mahfud MD itu dicuit melalui media sosial Twitter.
Cuitan tersebut kini sudah disukai lebih dari ribuaan pengguna Twitter.
Begini Perubahan Nama ABRI ke TNI dan Sejarah Seragam Loreng Militer
5 Oktober 2018 merupakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-73 Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) atau Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Sebelum nama TNI populer saat ini, dulunya prajurit tentara lebih akrab disebut ABRI.
Lalu, ternyata ada sejarahnya dan alasan dalam perubahan nama ini.
Dikutip dari Tribunstyle.com, awalnya, pada masa Demokrasi Terpimpin hingga masa Orde Baru, TNI pernah digabungkan dengan POLRI dan disebut ABRI.
Melansir dari Warta Kota, sejak bergulirnya reformasi pemerintahan 1998, terjadi banyak perubahan yang cukup besar.
Ditandai dengan jatuhnya pemerintahan orde baru yang kemudian digantikan oleh pemerintahan reformasi di bawah pimpinan presiden B.J Habibie di tengah maraknya berbagai tuntutan masyarakat dalam penuntasan reformasi.
Lalu, muncul pada tuntutan agar Polri dipisahkan dari ABRI dengan harapan Polri menjadi lembaga yang professional dan mandiri, jauh dari intervensi pihak lain dalam penegakan hukum.
Sejak 5 Oktober 1998, muncul perdebatan di sekitar presiden yang menginginkan pemisahan Polri dan ABRI.
Sementara dalam tubuh Polri sendiri sudah banyak bermunculan aspirasi-aspirasi yang serupa.
Isyarat tersebut kemudian direalisasikan oleh Presiden B.J Habibie melalui instruksi Presiden No.2 tahun 1999 yang menyatakan bahwa Polri dipisahkan dari ABRI.
Upacara pemisahan Polri dari ABRI dilakukan pada tanggal 1 april 1999 di lapangan upacara Mabes ABRI di Cilangkap, Jakarta Timur.
Terkait dengan TNI dan ABRI, Tentara tak luput dari seragam bermotif loreng dan warna hijau.
Bahkan, motif loreng dan warna hijau digunakan tentara di seluruh dunia.
Melansir dari Intisari Online, motif loreng dan warna hijau ini tidak dipilih sembarangan.
Kendati demikian, motif loreng dan warna hijau memiliki latar belakang oleh upaya kamuflase atau penyamaran.
Tak hanya untuk keperluan di medan perang, manusia telah memiliki kesadaran kamuflase untuk hal-hal lainnya.
Mengutip Caitlin Hu dalam artikelnya The Art and Science of Military Camouflage, pemburu asli Amerika mengenakan kulit kerbau untuk mendekati mangsa mereka.
Sementara pemburu Irlandia menutupi diri mereka dengan potongan-potongan sikat dan ranting untuk menyatu dengan pepohonan.
Pada masa Julius Caesar, kapal-kapal disamarkan dengan lilin biru laut, dan selama Perang Sipil AS mereka dicat kabut abu-abu.
Dengan cara pikir yang sama, seragam tentara pun dirancang agar dapat melakukan kamuflase.
Hal tersebut tentunya agar tentara tak terdeteksi oleh musuh serta dapat mengurangi risiko terkena sasaran tembakan saat medan perang.
Sejarah PETA
Kemarin, Rabu, 3 Oktober 2018, tepatnya 75 tahun yang lalu pada 3 Oktober 1942, Pembela Tanah Air (PETA) didirikan.
Sejarah lahirnya TNI turut mewarnai perjalanan lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
PETA merupakan tentara sukarelawan (kesatuan militer) buatan Jepang di Indonesia yang bertugas membantu tentara Jepang dalam peperangan.
PETA memiliki peran penting dalam menjaga kemerdekaan Indonesia dan juga perang kemerdekaan.
Ketika Belanda dan Sekutu mencoba datang kembali ke Indonesia, tentara PETA mempunyai peran penting.
PETA merupakan satu di antara bagian dari cikal bakal berdirinya TNI.
Melansir dari Kompas.com, PETA berdiri atas dasar inisiatif masyarakat Indonesia, yaitu R Gatot Mangkupraja yang merupakan seorang pimpinan nasionalis.
Gatot menuliskan surat kepada Gunseikan di Jawa untuk membentuk tentara. Surat itu ditulis pada September 1943 yang dikuti dari buku Kaigun, Angkatan Laut Jepang, Penentu Krisis Proklamasi pada tahun 2007.
Namun, terdapat pendapat lain yang menjelaskan bahwa terbentuknya PETA berasal dari golongan ulama yang menginginkan kelompok untuk mempertahankan Pulau Jawa.
Hasilnya, bendera PETA terdapat lambang matahari terbit dan lambang bulan sabit serta bintang. Pemuda Indonesia kemudian bergabung dalam satuan ini.
Markasnya berada di Bogor, Jawa Barat. Peran utama dalam pembentukannya tertuju pada membela Indonesia dari serangan blok Sekutu.
Mereka dilatih dan diajari tentang pendidikan militer oleh tentara Jepang.
Sampai pada akhirnya, terbentuk 66 batalion di Jawa, tiga batalion di Bali dan sekitar 20.000 personel di Sumatera untuk mengamankan daerahnya.