Gempa di Donggala
Kisah Sedih Pieter: Saudaranya Banyak Tertimbun di Petobo, Anak Trauma Tidak Mau Pulang
Pria asal Kupang itu menjelaskan, saat kejadian gempa bumi dan mulai bergeraknya tanah dari perut bumi yang mendorong permukiman di Perumahan Petobo,
TRIBUNJAKARTA.COM, PALU- Sabtu (6/10) siang itu, Matahari begitu menyengat di Kota Palu. Seorang bapak bernama Pieter berusia 37 tahun tampak berdiri di bawah pohon dekat dengan perumahan Petobo yang hancur digulung tanah dan lumpur. Rumahnya tidak ikut bergerak, tetapi saudara-saudaranya ia sangka masih tertimbun dalam lumpur. Tidak ada satupun yang bisa dihubungi.
Wajah lelahnya tak bisa ditutupi. Beberapa kali dia mengelap keringat dengan bajunya yang sudah empat hari tidak diganti.
"Saudara saya masih banyak yang di situ," ucapnya seraya menunjuk ke gundukan tanah yang sudah bercampur dengan material rumah.
Bau menyengat menyeruak ke dalam hidung, Pieter meludah guna menetralkan bau yang masuk. Keningnya mulai berkerut, tangan kirinya memegang kepala. Ia mengaku pusing karena harus mencari rumah baru untuk ditinggali, meski kerusakan tidak parah, ada alasan lain.
Kedua anaknya yang masih berada di pengungsian sempat mengatakan untuk tidak lagi pulang ke rumah.
"Anak saya tidak mau lagi pulang ke rumah," ucapnya.
Pria asal Kupang itu menjelaskan, saat kejadian gempa dan mulai bergeraknya tanah dari perut bumi yang mendorong permukiman di Perumahan Petobo, dia hanya bisa memeluk kedua anaknya. Sembari menyaksikan kejadian tersebut selama satu setengah menit. Satu hal yang cukup untuk membuat anaknya trauma.
"Anak-anak tidak seaktif dulu lagi. Mereka sekarang cenderung diam," ungkapnya.
• Dipeluk Jokowi, Ini Kisah Israel yang Selamat dari Gempa Palu, Sang Ibu Meninggal Karena Tsunami
• Masyarakat Antre Berjam-jam untuk BBM di Palu, Jusuf Kalla Berikan Tanggapan
• Kondisi Listrik di Palu Sudah Pulih 75 Persen
Saat ini, dia bersama istri harus tinggal di pengungsian yang berjarak dua kilometer dari rumah yang ia tinggali sebelumnya. Harapannya agar mendapatkan akses bantuan lebih dekat. Namun, hal itu tidak terjadi. Satu pekan sudah ia bersama enam kepala keluarga lainnya tidak mendapat bantuan dari relawan atau pemerintah setempat. Bahan makanan yang sisa dari rumah, menjadi pilhan satu-satunya untuk menyambung hidup.
"Saya berharap supaya listrik dan air sudah bisa nyala. Jadi, kita bisa kembali ke rumah. Saya akan bawa anak-anak ke rumah saudara dulu. Kasihan juga kalau masih lihat seperti ini," ucapnya.
Bergeser 100 Meter
Pieter mengamini video citra satelit yang viral saat ini mengenai perumahan Petobo. Hal itu benar terjadi. Bahkan, kejadian ketika itu persis seperti orang yang sedang mengayak beras.
Tanah keluar ke atas dan menggeser rumah hingga 100 meter. Ombak tanah bahkan mencapai 20 meter dan mampu meluluhlantakkan perumahan dengan radius dua kilometer.
"Seperti orang sedang mengayak beras itu. Orang mau sekuat apapun pasti jatuh. Banyak yang berlarian, tapi, jatuh dan tertimbun," tuturnya.
Beruntung, dirinya memiliki rumah yang berjarak 40 meter dari lokasi terdampak. Sehingga ia dan keluarga dapat menyelamatkan diri.