Bukan Prabowo, Inilah Sosok Prajurit Kopassus Pertama di Puncak Everest
Prabowo Subianto menaklukkan puncak Everest yang disampaikan Mardani Ali Sera mendapat sorotan, karena keliru membaca data.
Namun, pada ketinggian 8.823 meter, Misirin sudah setengah sadar.
"Pandangan saya gelap, enggak melihat apa-apa. Samar-samar cuma saya dengar suara Muji yang mendahului saya," kisah pria asal Ponorogo ini.
Pelatih meminta Misirin turun.
"Tapi saya teringat kata-kata Lettu Iwan, 'Mati pun, kita siap. Ingat kejayaan bangsamu saat naik, dan ingat keluargamu saat turun'," lanjutnya.
Semangat Misirin kembali terpacu. Setelah istirahat sejenak dan makan permen untuk memasok energi.
"Saya pelan-pelan maju lagi sambil terus berdoa. Malu rasanya kalau saya pulang gagal," cerita dia.
Setelah Muji, Misirin pun tiba di puncak dan Iwan menyusul.
"Kami semua tak henti menyebut asma Allah. Sayang, kami tak sempat menyanyikan Padamu Negeri karena kabut dan angin kencang mulai datang. Kami harus segera turun," ungkap dia.
Berada di puncak tertinggi dunia tak pernah terbayangkan oleh Misirin sebelumnya.
"Cita-cita saya dulu cuma masuk ABRI. Makanya, begitu diterima jadi Tamtama tahun 87, saya sudah senang," ucap dia.
"Apalagi setelah masuk Kopassus. Di sinilah saya terpilih sebagai tim pendaki gunung karena dinilai mampu. Sebelum ini, saya pernah mencapai puncak Mandala di Irian Jaya," Misrin menambahkan.
Sekali pun berpengalaman mendaki, banyak kendala baru dialami Misirin dalam ekspedisi Everest ini.
Di ketinggian 6.000 meter, saat oksigen menipis dan suhu anjlok drastis, ia mendadak kehilangan nafsu makan.
Apa saja yang ditelannya selalu dimuntahkan. Kelainan itu juga dialami Muji dan Iwan.
"Selain lemas, kepala rasanya kayak dibor," kata Misirin yang kemudian banyak-banyak minum teh manis hangat agar suplai tenaga tetap terjaga.