Kasus Korupsi

Sempat Ngantor dan Bersumpah Tak Tahu Sebelum Diringkus KPK, Bupati Neneng Dinonaktifkan dari Golkar

Ketika ditanya perihal kasus apa yang menyebabkan KPK melakukan penggeledahan dan penyegelan di Kantor Dinas PUPR, dia mengaku tidak tahu menahu.

Penulis: Wahyu Aji Tribun Jakarta | Editor: Erik Sinaga
TRIBUNJAKARTA.COM/YUSUF BACHTIAR
Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin di Kantor Bupati Bekasi, Desa Sukamahi, Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi, Senin (15/10/2018). 

Neneng juga belum mengetahui kasus korupsi apa yang menjerat pegawainya sampai-sampai KPK melakukan penyegelan di kantor Dinas PUPR.

"Iya (masih nunggu informasi KPK), siapanya juga enggak tahu, izinnya apa saya juga enggak tahu," jelas dia.

Perihal adanya dugaan kasus korupsi yang terjadi di Pemerintah Kabupaten Bekasi, dia mengaku cukup kaget dan prihatin.

"Kaget lah pastinya, prihatin pasti, kita kerja yang terbaiklah yang namanya pemimpinka pasti resiko ada yang penting berusaha yang terbaik," kata dia.

Warga tak terkejut

Neneng Hassanah Yasin ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait kasus dugaan suap perizinan proyek pembangunan Meikarta di Cikarang, Kabupaten Bekasi.

Atas penangkapan itu, warga Kabupaten Bekasi mengaku tidak terkejut, malah sudah memprediksi Pemerintah Kabupaten Bekasi bakal diobok-obok KPK.

"Saya sih enggak terkejut ya, pejabat Pemkab Bekasi itu kan beberapa kan kena tim saber pungli Polda Metro Jaya," kata Nano Heryawan (40), warga Cibarusah, Kabupaten Bekasi, kepada Wartakota, Selasa (16/10/2018).

Nano mengatakan, Pemkab Bekasi yang dipimpin Neneng Hassanah Yasin dua periode tidak tampak perubahan signifikan.

"Lihat saja kalau main ke Kabupaten Bekasi, jalan banyak yang rusak dari awal Neneng menjabat juga sampai sekarang tidak juga dibenerin. Malah jalan depan rumah Neneng di Pabayuran itu mulus bangat," tuturnya.

Ipeh Nuriyati, warga Babelan, Kabupaten Bekasi, juga mengungkapkan era kepempimpinan Bupati Neneng Hassanah Yasin tidak menunjukka perubahan pembangunan.

"Sudah kayak tidak ada pemerintahannya, sampah di mana-mana, jalan rusak, pelayanan kelurahan atau kecamatan aja sulit. Dari dulu begitu aja, memang bener harus diganti bupati, eh akhirnya ditangkap KPK," ucapnya.

Ipeh juga tidak habis pikir kemajuan pembangunan di Kabupaten Bekasi tidak terlihat. Padahal, di lokasi itu banyak sekali pabrik maupun perusahan-perusahan besar.

"Ini kan tidak seimbang, wilayah yang dekat pengembang gitu daerahnya bagus-bagus. Tapi kalau sudah pelosok gitu kacau parah. Lihat aja Muara Gembong kayak enggak disentuh Pemkab sama sekali. Kerjanya apa ini bupati, sibuk bikin izin pengembang properti, nah kan ketangkap juga jadinya sama KPK," paparnya.

Ipeh yang merupakan guru honorer di Kabupaten Bekasi juga mengaku selama ini belum pernah merasakan kenaikan gaji yang signifikan. Gaji guru honorer Rp 45 ribu per hari. Jika para guru mengajar satu bulan penuh, 26 hari, pendapatan yang diterima berkisar Rp 1,2 juta

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved