Mengenal Kesenian Rebut Dandang Khas Bekasi, Tak Jauh Beda dengan Seni Palang Pintu
Kesenian Palang Pintu bisa jadi kesenian yang telah lebih dulu populer di kalangan masyarakat, terutama masyarakat Betawi.
Penulis: Yusuf Bachtiar | Editor: Mohamad Afkar Sarvika
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Yusuf Bachtiar
TRIBUNJAKARTA.COM, TAMBUN SELATAN - Kesenian Palang Pintu bisa jadi kesenian yang telah lebih dulu populer di kalangan masyarakat, terutama masyarakat Betawi.
Namun rupanya, dikalangan masyarakat 'Betawi Pinggir' atau masyarakat Betawi Bekasi, mereka memiliki kesenian serupa yang dinamakan kesenian Rebut Dandang.
"Bang jalan-jalan ke muara ada orang jatoh ke gendang, kalo lu ngaku punya jawara lu boleh rebut ni gua punya dandang," suara pantun dari pelaku seni Rebut Dandang
Saat itu, suara riuh adu pantun nyaring terdengar di halaman Gedung Juang Tambun Bekasi, yang berada di Jalan Sultan Hasanudin, Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi.
Rupanya, di Hari Pahlawan, Sabtu 10 November 2018, tengah berlangsung festival Bekasi Tempo Doeloe. Dalam festival tersebut, salah satu pertunjukan yang ditampilkan ialah lomba seni Rebut Dandang.
Muhsinin Mabrur panitia Festival Bekasi Tempo Doeloe mengatakan, Rebut Dandang itu merupakan budaya yang populer di beberapa wilayah 'Betawi Pinggir' sepeti Bekasi, Depok.
"Budaya tersebut berkembang di wilayah udik atau hilir jadi kalau di Betawi yang di kota atau Jakarta, mereka kenalnya Palang Pintu, tahun kemarin dari Pemkab Bekasi pernah menyelenggarakan perlombaan Rebut Dandang, kemudian kita ingin mengadakan perlombaan serupa dengan versi kita," kata Muhsinin.
• 3 Bulan Perankan Tokoh Srikandi, Begini Cerita Jeanny saat Jadi Patung Manusia di Kota Tua
Sebanyak 12 grup dari sanggar silat ikut serta dalam lomba Rebut Dandang kali ini, adapun penillaian dilakukan oleh juri yang juga pelaku seni betawi di Bekasi. Namun menurut Muhsinin, perlombaan Rebut Dandang sejatinya diadakan untuk tujuan melestarikan budaya khas Bekasi agar lebih dikenal masyarakat saat ini terutama anak muda.
"Yang pasti kita ingin mengenalkan budaya khas daerah, makanya kita kemas dengan festival Bekasi Tempo Doeloe sekaligus perayaan Hari Pahlawan dengan memasukkan nilai seni, sejarah, dan budaya Bekasi," jelas dia.
Sementara itu, Ahmad Rizal salah satu pelaku seni Rebut Dandang menjelaskan, kesenian tersebut sejatinya telah dinobatkan sebagai kesenian khas Bekasi.
Alur cerita dalam lakon seni Rebut Dandang tidak jauh berbeda dengan Palang Pintu, ditampilkan sebagai pengiring upacara pernikahan. Dimana sang mempelai pria harus membawa jawara silat untuk dapat masuk dan mempersunting mempelai wanita.
Adu pantun dan silatpun nampak tidak jauh berbeda, namun sang jawara mempelai pria membawa sebuah dandang yang diikat di punggung, dandang itu yang nantinya harus berhasil direbut jawara dari mempelai wanita.
• Simak Jadwal Salat Besok, Minggu 11 November 2018 di 42 Kota Besar Indonesia
Jika dandang berhasil direbut, barulah sang mempelai pria mengaku kalah hingga akhirnya sang jawara mempelai wanita mempersilahkan mempelai pria masuk untuk mempersunting mempelai wanita.
"Jadi kalo menurut budayanya mempelai pria itu kan bawa seserahan kaya kursi, lemari, segala macem nah salah satunya dandang, jadi kalau dandang udah berhasil direbut artinya semua seserahan udah punya mempelai wanita," kata Ahmad Rizal.
Dandang sendiri merupakan wajan yang biasa digunakan untuk memasak nasi, filosofi dandang dalam seni Rebut Dandang berarti sebuah tanggung jawab, isi dari dandang jug merupakan rahasi keluarga yang nanti harus dijaga bersama-sama jika seseorang telah menikah.
"Karena dandang ini isinya rahasia keluarga, seberat apa isinya, mau kaya apa isinya harus sama-sama dijaga, begitu filosofinya," jelas dia.
Dia menambahkan, kesenian betawi yang identik dengan silat juga luput dari unsur-unsur agama. Setelah syarat rebut dandang terpenuhi, biasanya sang mempelai pria harus diuji ketaatan agamanya dengan membacakan ayat suci Al-quran.
• Cerita Rossa 22 Tahun Berkarier di Blantika Musik Tanah Air
"Bang kalo siang jangan pake lampu, karena udah ada matahari, bang terus terang gua udah kaga mampu, lu yang mau kawin lu aja yang barantem sendiri"
"Buah cerme jangan diasinin makan nasi di kandang kuda, sarat pertama udah abang penuhin masih ada lagi sarat yang kedua,"
"Tukang lasa jalannya lembut, muter-muter ke pasar kranji, ni abang semua jangan cuma bisanya brantem gua pengen denger kudu ada yang bisa ngaji,"