Bosan Jadi Tanggungan Orang Lain, Sastrawan NH Dini Pilih Profesi Pramugari

Bosan menjadi tanggungan orang lain, Sastrawan NH Dini memilih profesi pramugari Garuda Indonesia

Editor: Kurniawati Hasjanah
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Novelis NH Dini. 

Melihat keadaan yang demikian itu, makin hilang minatku menulis puisi. Menulis puisi saat itu, sudah menjadi terlalu umum.

Dirikan grup sandiwara

Tahun 1953 aku memutuskan banting setir ke dunia cerpen. Dengan menulis cerpen, aku merasa tak punya pesaing di antara teman-teman sekolah.

Benar saja, setelah mencoba-coba, jerih payahku berbuah. Aku lupa judul cerpen pertamaku, tapi banyak cerpenku dimuat di majalah Kisah, Mimbar Indonesia, dan Siasat (Jakarta).

Honornya termasuk besar, lo, Rp 60 sampai Rp 70.

Mas Teguh yang membuatkan naskahnya. Pelan-pelan, aku pun bisa menulis naskah-naskah drama yang kemudian kulakonkan bersama Mas Teguh dan teman-teman SMA.

Disinggung Soal Sugar Daddy, Rina Nose Semprot Hotman Paris: Sekali-kali Gaulnya Sama yang Baik!

Bukan Karena Sakit Hati Dicopot Jokowi, Tedjo Edhy Buka Suara Alasan Kini Mendukung Prabowo

Saking seringnya mengisi sandiwara di RRI, aku mendirikan grup sandiwara Kuncup Seri. Grup ini mewadahi kegiatan siswa SLTA di Semarang.

Selain sandiwara, grup kami juga giat di bidang tari dan karawitan. Aku juga punya kesibukan baru sebagai redaktur budaya di majalah sekolah Gelora Muda sampai aku lulus SMA.

Biarpun sibuk, aku sempat mengikuti lomba penulisan naskah sandiwara radio se-Jawa Tengah. Wah, bangganya bukan main, lo.

Tahun '50-an kala itu, kan, sangat jarang wanita jadi penulis. Tumbuhnya minatku pada dunia mengarang bukan semata karena bakat tapi juga karena hobiku membaca.

Buku apa saja kulalap. Yang paling kusukai memang novel.

Waktu masih kelas 1 SMA, aku sudah membaca novel berbahasa Inggris karangan Pearl S. Buck. Novelis itulah yang jadi salah satu idolaku, selain Pramudya Ananta Toer untuk novelis Indonesia.

Kalau cerpen, aku suka karya-karya Hussein Umar. Ibu tak pernah memarahiku jika aku getol membaca novel. Kalau aku kelewat asyik, paling-paling Ibu mengingatkan, sudah bikin PR atau belum.

Ibu sering berpesan, boleh rajin membaca novel asal nilai pelajaranku tidak jelek. Sikap itulah yang paling kusukai dari Ibu.

Sebab, ada orang tua yang melarang anaknya membaca novel. Andai saja ibuku seperti mereka, mungkin aku tidak jadi pengarang seperti sekarang.

Sumber: Intisari
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved