Komunitas Musik Sound of Suropati, Bersatu dari Hobi hingga Tolak Tawaran Orang-orang Politik

Bagi para pengunjung Taman Suropati, tampaknya tak asing jika mendengar kelompok musik ini yang kerap bernyanyi setiap hari

Penulis: Erlina Fury Santika | Editor: Erik Sinaga
TribunJakarta.com/Erlina Fury Santika
Penampilan komunitas musik Sound of Suropati, Sabtu (15/12/2018). Komunitas ini cukup terkenal dan kerap tampil tiap Sabtu malam untuk menghibur para pengunjung Taman Suropati. 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Erlina F Santika

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA PUSAT - Sayup-sayup terdengar lantunan Sweet Child O' Mine yang dipopulerkan Guns N' Roses dari sekelompok pemuda yang sedang bermain musik akustik di tengah Taman Suropati, Jakarta Pusat, Sabtu (16/12/2018) malam.

TibunJakarta.com mencoba menghampirinya. Sekiranya ada lima orang yang tengah memegang alat musik, satu di antaranya menjadi pemimpin vokal.

Alat musik yang dimainkan ada gitar, cajon, cello dan biola. Mereka duduk saling berhadapan di depan bundaran taman yang berada di tengah-tengah Taman Suropati.

Suasana di Taman Suropati menjadi semakin bergairah ketika mereka melantunkan lagu Bohemian Rhapsody karya Queen.

Sekira pukul 20.00 WIB, grup musik tersebut semakin ramai dihampiri oleh rekan-rekannya. Beberapa orang bahkan tengah membawa peralatan, seperti kabel, mikrofon, lampu sorot dan mixer musik.

Saat ditanya, mereka mengaku dari satu komunitas musik yang kerap melakukan jamming session atau ngamen di Taman Suropati setiap hari Sabtu malam.

TribunJakarta.com mendapat kesempatan untuk berbincang dengan satu 'jubir' dari komunitas tersebut. Namun, pria berambut gondrong itu meminta kesediaan waktu selama 15 menit untuk merapikan alat-alat jamming-nya terlebih dahulu.

Setelah menunggu sekiranya 30 menit, pria yang biasa disapa Allend itu baru bisa membuka sesi obrolan.

Kepada Tribun Jakarta.com, pemilik nama lengkap Allend Waroka ini membeberkan seluk beluk komunitas tersebut, Sound of Suropati.

Allend sendiri sudah bergabung dan mengurus komunitas tersebut selama tiga tahun terakhir.

Pria asal Manado itu mengaku sesi jamming sudah dimulai sejak tahun 2012.

Awalnya, kegiatan tersebut memang hanya untuk ajang kumpul-kumpul dan penyaluran hobi bermusik saja.

Saat ditanya soal nama'Suropati' itu, ia menjelaskan bahwa komunitasnya tak dikhususkan untuk jamming di Taman Suropati saja.

"Sebenarnya enggak (dikhususin). Cuma karena kita berasal dari sini, komunitas ini adanya dari sini, makanya kita pakai nama itu," ujar Allend kepada TribunJakarta.com, Sabtu (16/12/2018) malam.

"Kalau untuk di sini aja enggak, kadang kita bikin kegiatan di luar juga kok," imbuhnya.

Bikin Nangis, Gempita Nyanyikan Lagu Ini Untuk Gisella Anastasia

Komunitas Sijum Tangsel Sediakan Ribuan Nasi Megono Hingga Kebab Buat Peserta Reuni Akbar 212

Tekan Dana Perayaan Satu Dekade Tangsel, Dinas Pariwisata Kolaborasi dengan Komunitas

Allend mengaku komunitas ini bisa diisi oleh lebih dari 30 orang. Rata-rata personel berusia 25-30 tahun.

Ia menambahkan, komunitas ini begitu cair sehingga tak ada ikatan secara struktural yang mengikat mereka.

"Secara struktural enggak ada. Cair aja. Karena lebih enak begitu, menurut saya. Dan saya juga bukan orang yang suka berorganisasi sebenarnya. Kalau kayak gini kita enggak terikat sama siapapun," terangnya.

Allend menjelaskan, rata-rata orang yang bergabung pun memiliki pekerjaan di luar komunitas tersebut.

"Ini cuma kayak nyalurin hobi kita aja sih. Masing-masing kita punya kerjaan di luar. Ya teman-teman ada yang guru musik, ada yang kerjanya jauh dari ranah musik," ucapnya.

"Acara ini enggak buat kita aja. Siapa aja sih sebenarnya (bisa gabung). Acara ini kita buat, buat pengunjung Suropati. Ada juga pengunjung mendadak gabung ke kita," imbuh Allend.

Allend pun menerangkan awal mula acara ngamen itu dibuat. Ternyata, sekumpulan 'pengamen' itu berasal dari satu komunitas musik bernama Musik Kota Seni.

Komunitas itu sudah jauh berdiri sejak 10 tahun silam. Beberapa kali, komunitas tersebut memang sudah mengajar alat musik di Taman Suropati.

"Nah anak-anak Musik Kota Seni ini bikin jamming session, cuma ini sudah beregenerasi. Jadilah Sound of Suropati. Mereka itu guru-guru ini (Sound of Suropati). Mereka rata-rata memang guru seni," terang Allend.

Allend membeberkan, orang-orang komunitas jammingnya dengan Musik Kota Seni tak jauh berbeda. Namun secara struktural memang berbeda.

"Kalau jamming ini dibilang berdiri sendiri enggak, masih dengan orang-orang yang sama (dengan Musik Kota Seni). Secara struktural kita beda dengan Musik Kota Seni, ada juga orang-orangnya yang beda. Kalau mau lihat komunitas itu biasanya Minggu sore," ungkapnya.

Follow:

Goal besar

Lantunan musik yang indah, basis massa yang cukup kuat bukan tak mungkin untuk Sound of Suropati untuk menempuh jalur yang lebih serius, misalnya ikut kompetisi atau jadi artis musik indie.

Namun saat ditanya soal goal besarnya, Allend mengaku grupnya itu tak punya keinginan yang berlebihan.

Kendati begitu, ia pribadi memang menginginkan nama komunitasnya semakin besar, namun terhalang oleh beberapa hal.

"Kita enggak muluk-muluk. Setidaknya teman-teman yang gabung ke sini punya wadah lebih lah. Karena dari sini juga mereka bisa dapat job, dapat murid baru," terang pria berusia 31 tahun itu.

"Ya dibilang enggak pengen besar, ya pengen besar sih (namanya). Cuma ini kan tempat umum, kita enggak bisa berharap apa-apa. Kalau ditanya mau diseriusin apa enggak, sebenarnya mau. Cuma keterbatasan waktu teman-teman," imbuh Allend.

Allend mengaku sejauh ini memang belum ada label yang secara langsung mengajaknya bekerja sama.

"Sejauh ini label belum sih. Kalau yang ngajakin, mungkin ada ke beberapa teman, enggak ke saya. Karena kan saya di belakang layar. Tawarannya datang kepada yang nyanyi atau main gitar," ungkap Allend.

Selama ini, Allend mengaku tak menutup akses jika komunitasnya diajak manggung di suatu tempat atau berkolaborasi dengan komunitas lain.

Allend Waroka (31) satu pengurus komunitas musik Sound of Suropati yang bekerja sebagai 'sound man' komunitas tersebut, Sabtu (15/12/2018) malam.
Allend Waroka (rambut panjang) satu pengurus komunitas musik Sound of Suropati yang bekerja sebagai 'sound man' komunitas tersebut, Sabtu (15/12/2018) malam. (TribunJakarta.com/Erlina Fury Santika)

"Pernah beberapa kali nyanyi di kafe, coffee shop, kadang-kadang kita join sama komunitas lain buat bikin acara di sini," terangnya.

Selain jamming, komunitas tersebut juga membuka kelas musik setiap hari Minggu jam 15.00 WIB.

Namun karena tempat Taman Suropati yang terbuka, cuaca menjadi faktor utama berlangsungnya kelas itu.

"Lumayan yang datang. Cuma karena kita enggak ada ruangan, jadi kalau hujan ya kita enggak latihan. Paling di situ kendalanya. Makanya kalau mendung itu suka sepi yang datang. Kalau lagi cerah-cerahnya, atau murid lagi enggak sibuk, kadang sibuk sekolah, ujian atau kuliah, itu ramai," papar Allend.

"Peserta kelas musik dari SD, SMP, SMA, Kuliah. Kelas ini berbayar tapi di luar (komunitas) kita. Maksudnya ke personal masing-masing," imbuhnya.

Sesi jamming

Pengunjung bisa menyaksikan aksi komunitas tersebut setiap hari Sabtu malam jam 21.00 hingga 00.00 WIB.

"Kalau mulai tepat waktu, jam 21.30 WIB sudah ramai," ujarnya membocorkan acara tersebut.

Soal uang jamming itu, pihaknya menyediakan kotak khusus untuk menampung uang dari penonton.

Uang tersebut nantinya digunakan untuk mengurus alat musik mereka, sehingga tak bergantung pada uang pribadi para anggotanya.

Allend membocorkan, tiap satu kali ngamen, timnya mendapatkan sedikitnya Rp 500 ribu.

Mantan fotografer itu mengaku komunitasnya tak menjadikan uang sebagai tujuan utama dalam mengamen.

"Sebenarnya enggak mikirin banget ngamen (duit). Lebih ke nyalurin hobi. Paling kita butuh dana itu cuma buat bayar tempat untuk taruh alat, karena kita kan enggak di rumah taruh alatnya. Tempat atau basecampnya di Menteng Wadas Selatan," ungkap Allend.

"Uang ngamen itu habisnya cuma buat itu, bukan buat personalnya. Selain itu buat transport kita aja. Dan kalau misalnya ada kebutuhan teknis seperti beli bensin buat jenset, atau jenset rusak ya kita benerin," imbuhnya.

Allend menambahkan, rekan-rekannya tak ada yang menjadikan sesi jamming  itu sebagai sumber penghasilan utama.

Berhadapan dengan pengurus dan aparat

Saat sesi wawancara berlangsung, lampu sorot, sound system sudah terpasang dengan baik.

Para penampil pun sudah siap memulai satu lagu. Pengunjung sudah terlihat merapat ke depan 'panggung'.

Pengunjung Taman Suropati yang menikmati penampilan komunitas Sound of Suropati, Sabtu malam, (15/12/2018).
Pengunjung Taman Suropati yang menikmati penampilan komunitas Sound of Suropati, Sabtu malam, (15/12/2018). (TribunJakarta.com/Erlina Fury Santika)

"Ini pasang alat harus izin terlebih dahulu?" tanya TribunJakarta.com kepada Allend.

"Harus izin. Dulu kita udah pernah izin, sekarang belum diperbaharui aja izinnya. Karena ganti pemerintahan ganti lagi kebijakannya. Cuma beruntungnya kita, ya enggak ada yang permasalahin banget," jawab Allend.

Allend mengaku, pelaksanaan jamming itu sempat bermasalah. Acaranya pernah dibubarkan oleh aparat kepolisian di sekitar taman tersebut.

"Yang bermasalah itu kalau taman ini sudah terlalu ramai. Kita enggak pernah bisa menghadang pengunjungnya kan. Pengunjung bisa siapa saja. Kalau sudah rame pernah sekali kita dibubarin. Itu bukan karena acara jammingnya, tapi pengunjungnya," terang pria spesialis sound ini.

"Efek ramainya pengunjung, kendaraan menumpuk di pinggir lapangan. Itu kan enggak boleh parkir sembarangan. Akhirnya ya paling suruh dipindahin kendaraannya," ujarnya menambahkan.

Allend mengaku, penertiban itu dilakukan karena Taman Suropati dikelilingi oleh kediaman para pejabat.

"Daerah kita ring satu kan, ada rumah Gubernur, rumah Kedubes. Kita enggak nutup mata lah sama hal-hal kayak gitu," ujar Allend.

Ditawari acara oleh orang politik

Selain diundang ke acara di kafe-kafe atau berkolaborasi dengan komunitas lain, Allend mengaku Sound of Suropati pernah hampir digaet orang-orang politik.

Namun dengan tegas ia dan kawan-kawan menolaknya.

"Kebetulan dari teman-teman, kalau bawa nama kami, kami enggak mau. Tapi kalau teman-teman mau nyanyi buat mereka silakan, secara personal saja," kata Allend.

Tawaran dari orang politik itu rupanya tak sekali mereka dapatkan.

"Dari sebelum saya ngurus juga, katanya sudah sering. Syukurnya, teman-teman masih sepaham soal urusan politik itu. 'Partai A punya acara, kalian mau main silakan'," ungkapnya menirukan pesan kepada teman-temannya.

Padahal, beberapa personel di komunitas tersebut ada juga yang menjabat sebagai politikus.

"Kita juga punya teman yang ada di partai. Dan mereka mengerti itu," terangnya.

"Kadang teman-teman yang di partai suka ngajakin. 'Mau enggak?' ya bercandaan aja. Pakai nanya, padahal mereka sudah tahu," tutupnya sambil tertawa. (TribunJakarta.com/Erlina F Santika)

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved