Keluhkan Proyek Situ Pedongkelan, Ketua RT/RW Tanyakan Tim Polresta Depok Temui dan Foto KTP Warga

Sofinal mengakui bila LPM memang diakui negara, namun yang memiliki kewenangan di tingkat RT dan RW adalah Ketua RT dan RW setempat, bukan LPM.

Penulis: Bima Putra | Editor: Wahyu Aji
TribunJakarta/Bima Putra
Spanduk protes pengerjaan proyek Situ Pedongkelan di Cimanggis, Depok, Minggu (16/12/2018) 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra

TRIBUNJAKARTA.COM, CIMANGGIS - Ketua RW 05 Kelurahan Tugu, Sofinal Darwis mempertanyakan langkah tim Satreskrim Polresta Depok yang datang menemui, menanyakan, dan memfoto e-KTP warga RW 05 terkait keluhan atas proyek Situ Pedongkelan.

Pasalnya satu tim Satreskrim yang tak diketahui berasal dari Unit mana justru datang didampingi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Tugu, bukan Ketua RT 05, RT 06, dan RW 05.

"Saya sebagai ketua RW mempertanyakan kenapa polisi enggak ada koordinasi dengan Ketua RT atau RW. Apalagi mereka datang secara resmi membawa senjata api, kalau warga saya merasa takut bagaimana?" kata Sofinal di Cimanggis, Depok Senin (17/12/2018).

Meski tak mengetahui bagaimana prosedur kerja polisi, sepengetahuannya menjabat jadi Ketua RW polisi selalu berkoordinasi dengan Ketua RT atau RW dalam menangani kasus apa pun.

Polresta Depok Benarkan Tim Reskrimnya Tanya Warga Terkait Proyek Situ Pedongkelan

Sofinal menuturkan RT dan RW merupakan pihak yang mengetahui pasti identitas warga karena memiliki semua data warga yang bermukim di wilayah mereka.

"Yang saya tahu polisi itu pasti koordinasi dengan Ketua RT atau RW setempat kalau ada keperluan kasus. Kan yang tahu data pasti warga kami, bukan polisi. Mau kasus narkoba atau teroris ya polisi koordinasi dengan RT dan RW," ujarnya.

Dia menyebut RT dan RW diakui secara resmi oleh negara sehingga selalu dilibatkan oleh pemerintah dalam setiap kegiatan sebagai perwakilan warga secara resmi.

Sofinal mengakui bila LPM memang diakui negara, namun yang memiliki kewenangan di tingkat RT dan RW adalah Ketua RT dan RW setempat, bukan LPM.

"Kenapa polisi malah didampingi oleh LPM? Memang LPM resmi dan mengenal warga, tapi yang memiliki data warga kan kami. Pejabat saja kalau mau pindah rumah lapor ke RT dan RW," tuturnya.

Bekas Ketua RT 06, Toni Asmadi yang saat tim Polresta Depok datang masih menjabat Ketua RT juga mengatakan polisi tak berkoordinasi dengannya saat datang menemui warga.

Padahal satu warga yang dipastikan ditanya dan e-KTP nya difoto oleh anggota Reskrim Polresta Depok merupakan Bambang Tamtomo (66) yang merupakan warga RT 06.

"Waktu polisi datang November lalu saya tidak ada dihubungi atau diajak bicara dengan pihak kepolisian. Waktu itu Ketua RT 06 masih saya, kalau sekarang memang bukan saya RT-nya," ucap Toni.

LPM Sebut Polisi Datangi Warga Terkait Kasus UU ITE yang Jerat Ketua Pokdarwis Situ Pedongkelan

Seperti Sofinal dan Toni, Ketua RT 05 Lastini Wagino juga mengeluhkan ketiadaan koordinasi dari personel Polresta Depok kala menyambangi warga di wilayahnya.

Menurutnya polisi harus berkoordinasi dengan Ketua RT atau RW setempat bila memiliki urusan dengan warga, bukan LPM seperti yang dilakukan tim Reskrim Polresta Depok.

"Enggak ada polisi yang koordinasi dengan saya. Kalau mau ketemu warga harusnya mampir ketemu saya, bukan malah sama LPM. Harusnya koordinasi dengan Ketua RT atau RW setempat. Kalau mau tanya soal lumpur kan bisa ke saya juga," keluh Lastini.

Secara terpisah, Kasubag Humas Polresta Depok AKP Firdaus membenarkan bila satu tim Satreskrim Polresta Depok mendatangi warga yang bermukim di RW 05 dan terdampak buangan lumpur proyek Situ Pedongkelan.

Kedatangan satu tim Satreskrim yang tak disebut berasal dari Unit mana itu guna mengkonfirmasi apa benar ada warga yang mengeluh pengerjaan proyek yang menggunakan bantuan Gubernur Provinsi DKI Jakarta sekitar Rp 5.5 miliar.

"Iya, benar ada 1 tim Satreskrim Polresta Depok. Datang untuk menanyakan ada atau tidak warga yang mengeluh atas pengerjaan proyek Situ Pedongkelan," jelas Firdaus.

Namun dia mengaku belum mengetahui ada berapa warga yang didatangi dan bagaimana hasil dialog antara tim Satreskrim Polresta Depok dengan warga terkait masalah proyek Situ Pedongkelan.

Perihal ketiadaan koordinasi dengan Ketua RT dan RW setempat, dan alasan kenapa justru didampingi LPM Kelurahan Tugu, Firdaus menyebut hal itu hanya soal teknis.

"Ini hanya teknis, karena pada dasarnya anggota ke sana untuk mengumpulkan keterangan saksi di sekitar. Untuk berapa jumlah warga yang didatangi dan hasilnya saya belum tahu," lanjut dia.

Pernyataan Firdaus berbeda dengan Ketua LPM Kelurahan Tugu, Edi D. Iswanto yang mengatakan kedatangan sekitar lima personel polisi itu terkait perkara yang membuat Ketua Pokdarwis Situ Pedongkelan, Ikhwanuddin jadi terlapor.

Yakni kasus pencemaran nama baik dengan Pasal UU ITE dengan pelapor pelaksana proyek normalisasi dan penurapan Situ Pedongkelan PT Delima Intan Abadi.

"Ya benar, seingat saya ada lima personel dari Satreskrim Polresta Depok. Datang terkait Ketua Pokdarwis Situ Pedongkelan yang dilaporkan kontraktor atas kasus UU ITE," kata Edi, Minggu (16/12/2018).

Bambang, satu warga yang membenarkan bila dia didatangi sekitar empat personel Polresta Depok mengenakan kaus atau kemeja layaknya anggota Satreskrim lengkap dengan senjata api.

"November lalu saya didatangi sekitar anggota polisi. Mereka pakai baju safari gitu, enggak pakai baju seragam polisi yang coklat. Mereka bawa senjata api juga kok," kata Bambang, Minggu (16/12/2018).

Bambang menyebut polisi yang datang dari arah wilayah RT 05 didampingi LPM Kelurahan Tugu, bukan didampingi perangkat RT dan RW setempat.

Kala bertemu Bambang, polisi menanyakan apa benar warga mengeluhkan pengerjaan paket proyek normalisasi dan penurapan Situ Pedongkelan yang bernilai Rp 3.560.509.800 miliar.

Bambang pun menjawab bahwa dia mengeluhkan pengerjaan proyek karena 6 ribu kubik lumpur yang dikeruk dibuang ke depan rumah warga sehingga lumpur bercampur bau sampah, bangkai ikan mengepung rumah warga selama hampir dua pekan.

"Saya ditanya soal pengerjaan proyek. Ya saya jawab iya, saya mengeluh. Karena lumpur dibuang depan rumah saya, satu minggu lebih saya enggak buka pintu rumah sama jendela karena bau banget. Kalau sekarang sih memang enggak bau," ujarnya.

Ketiadaan sosialisasi bahwa lumpur bakal dibuang ke depan rumah warga pun disampaikan Bambang kepada personel Satreskrim Polresta Depok yang datang.

Lantaran mengenal Bhabinkantibmas Kelurahan Tugu, Bambang yakin bahwa polisi yang menemuinya bukan Bhabinkantibmas Kelurahan Tugu yang merupakan bagian dari Polsek Cimanggis.

"Bukan Bhabinkantibmas, kalau Bhabinkantibmas sih saya kenal. Mereka pakai baju yang ada tulisan polisi gitu di belakangnya, baju safari lah. Datang sama LPM Kelurahan Tugu. Sepertinya anggota Polres," tuturnya.

Usai menjawab pertanyaan, empat polisi tersebut memfoto e-KTP Bambang dan berlalu ke arah Selatan Situ Pedongkelan tempat warga lain yang terdampak pembuangan lumpur bermukim.

Namun Bambang tak mengetahui pasti siapa saja warga yang didatangi oleh empat anggota polisi tersebut dan untuk keperluan apa mereka datang.

"Saya sih enggak nanya keperluan mereka. Saya percaya mereka polisi karena mereka datang sama LPM Kelurahan Tugu. Mereka foto KTP saya habis itu jalan lagi ke warga lain," kata Bambang.

Manan (70), warga RW 05 yang terdampak buangan lumpur lainnya membenarkan ada sekitar empat personel polisi yang datang berkeliling di sekitar Situ Pedongkelan.

Menurutnya polisi dan LPM Kelurahan Tugu berada di sekitar Situ Pedongkelan selama setengah jam, namun tak semua warga mereka datangi.

Manan yang rumahnya terkepung lumpur dan berada di lokasi saat polisi datang justru tak dimintai keterangan oleh polisi, dia juga tak mengetahui apa keperluan polisi dan apa ada warga yang didatangi.

Dia hanya membenarkan bila polisi datang dari arah rumah Bambang, lalu berjalannya menuju ke arah aliran Kali Jantung dan sempat melihat kondisi sekitar.

"Rumah saya juga kena dampak pembuangan lumpur, tapi saya enggak ditanya. Saya juga enggak lihat mereka nanya warga lain. Pokoknya mereka datang pakai kaus yang ada tulisan polisi, celana panjang yang banyak kantongnya, sama bawa pistol," ucap Manan.

Manan mengatakan empat polisi itu didampingi sekitar enam orang yang di antaranya merupakan LPM Kelurahan Tugu datang sekira pukul 11.00 WIB.

TribunJakarta.com telah berupaya mengkonfirmasi dari Unit mana Tim Satreskrim Polresta Depok yang datang menemui warga kepada Kapolresta Depok Kombes Pol Didik Sugiarto, Kasatreskrim Polresta Depok Kompol Deddy Kurniawan, dan Kasubag Humas Polresta Depok AKP Firdaus.

Namun hingga berita ditulis, upaya konfirmasi yang dilakukan kepada tiga pimpinan Polresta Depok itu tak kunjung membuahkan hasil.

Sebagai informasi, warga Kecamatan Cimanggis masih mengeluhkan pengerjaan proyek Situ Pedongkelan karena bagian tengah Situ Pedongkelan masih tampak dangkal usai dikeruk.

Janji yang dilontarkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Depok Manto Djorghi agar kontraktor kembali mengeruk lumpur di bagian tengah sampai sekarang juga tak kunjung terealisasi.

Sementara spanduk protes warga bertuliskan 'Kenapa kami tidak dikeruk!!??' masih bercokol di bagian tengah sisi Selatan Situ Pedongkelan yang jadi target proyek senilai Rp 3.560.509.800 miliar dari bantuan Gubernur Provinsi DKI Jakarta.

Caption foto : Perangkat warga RW 05 bersama Kepala Dinas PUPR Kota Depok saat meninjau lokasi pengerjaan proyek Situ Pedongkelan, Selasa (27/12/2018). TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved