Tsunami di Banten
Korban Tsunami Banten: Banyak yang Minta Tolong, Lama-lama Suara Minta Tolong itu Hilang
Warga Kecamatan Ciganjur, Jakarta Selatan itu kian dibuat takut karena mendengar sejumlah teriakan minta tolong tanpa dapat melihat siapa orangnya
Penulis: Bima Putra | Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, CINERE - Slamet Purwanto (48), satu peserta Family Gathering PLN UIT JBB menceritakan pengalaman kelamnya saat digulung tsunami yang menerpa pada Sabtu (22/12/2018) malam hingga mengakibatkan 229 korban jiwa.
Saat tsunami menerpa, Slamet yang bertugas sebagai Staf Pemeliharaan Gardu Induk PLN UIT JBB sedang mengabadikan penampilan Seventeen yang hadir sebagai binatang tamu.
Hantaman tsunami itu membuatnya terseret ke tengah Pantai Tanjung Lesung, Banten sejauh 1 kilometer dan sempat tenggelam sebelum bangun karena mendengar suara anak ketiganya, Afdan Latif (3).
Panggilan 'Ayah, bangun, ayah, bangun' itu membuat Slamet sadar dan berusaha menyelamatkan diri agar tak tenggelam ditekan tekanan air laut yang membuatnya tak bisa bernafas.
"Tiba-tiba saya sudah di tengah laut. Karena pingsan dan tenggelam itu saya enggak ngerasain sakit (Luka baret). Lihat samping kanan, kiri ada balok sama papan. Waktu itu air laut masih goncang," kata Slamet di RS Puri Cinere Depok, Senin (24/12/2018).
Usai naik ke permukaan guna menghirup oksigen, Slamet dibuat merinding karena di sekitarnya terhampar sejumlah jasad yang mengapung dan tak dikenali.
Warga Kecamatan Ciganjur, Jakarta Selatan itu kian dibuat takut karena mendengar sejumlah teriakan minta tolong tanpa dapat melihat siapa orangnya.
Setelah beberapa saat, sejumlah suara minta tolong itu perlahan sayup dan menghilang ditelan gelapnya malam dan debur ombak hingga hanya menyisakan satu suara.
"Di samping saya itu ada mayat, di tengah laut itu. Di sekeliling saya banyak yang minta tolong, lama-lama suara minta tolong itu hilang. Tinggal satu suara yang minta tolong itu," ujarnya.
Setelah bersusah payah mendekati asal suara, Slamet bertemu dengan Vira, satu anggota Event Organizer yang menangani Family Gathering PLN UIT JBB.
Lantaran Vira tak bisa berenang, Slamet menyodorkan balok yang ditemukannya dan meminta Vira berpegang pada balok lalu mendorongnya dengan sisa tenaga yang tersisa.
"Saya sodorkan papan balok itu ke dia. Saya tanya namanya, dia bilang namanya Vira. Dia EO acara Family Gathering PLN, saya berenang sambil dorong balok itu biar sampai daratan," tuturnya.
Namun perjuangan menyelamatkan diri mereka tak berjalan mulus karena gelapnya laut sehingga tak tahu arah mana yang dituju untuk mencapai daratan.
Beruntung pancaran sinar lampu dari satu bangunan berhasil menuntunnya ke arah darat dan selamat meski menderita sejumlah luka baret cukup parah di bagian kaki dan wajah.
"Saya enggak tahu daratan di mana, cuman saya lihat di ujung ada sinar kelap-kelip. Saya yakin itu daratan jadi saya ikuti. Saya harus ke sana," lanjut Slamet.
• Cerita Ustaz Abror Selamatkan Dua Anaknya, Teriakan Abi Jadi Pertanda
• Cerita Afu Pegawai Kemenpora yang Selamat dari Terjangan Tsunami
Slamet sendiri kini terbaring lemah di kamar 529 RS Puri Cinere Depok bersama 43 pegawai PLN UIT JBB yang mulai berdatangan sejak Minggu (23/12/2018) pagi hari dan terus berdatangan hingga kini sejumlah pasien sudah diperbolehkan pulang.
Kepala Bagian Humas RS Puri Cinere, Widya Karmadiyanti mengatakan jumlah pegawai PLN UIT JBB yang masih dirawat inap sekarang hanya 18 orang.
Namun jumlah tersebut dimungkinkan kembali bertambah mengingat Family Gathering PLN UIT JBB diikuti sekitar 201 pegawai dan pemerintah masih berupaya melakukan pencarian korban.
"Dari pagi kemarin sudah mendapatkan informasi, dari 43 korban itu datangnya bertahap, jadi enggak sekaligus. Kami sampaikan bahwa sampai hari ini, besok dan berapa hari ke depan RS Puri Cinere tetap siaga bila ada korban lain yang menyusul," jelas Widya.