Tsunami di Banten
Afu Sempat Dikejar Ombak Lima Meter, Waryani Tersangkut di Pohon
Jelang Magrib, dari kejauhan, Gunung Anak Krakatau yang memercikkan magma membuat waswas Afu. Di lain tempat, Wuryani berjualan sebelum tsunami datang
Penulis: Yogi Gustaman | Editor: Wahyu Aji
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Angin sepoi-sepoi, ombak berkejaran, melengkapi indahnya panorama pantai yang terhampar di Tanjung Lesung sore itu.
Tak ada tanda-tanda tsunami akan datang menerjang perairan Pandeglang pada Sabtu (22/12/2018) malam itu.
Menjelang Magrib, dari kejauhan Afu waswas melihat Gunung Anak Krakatau memercikkan magma.
"Saya pikir mungkin itu hal yang biasa terjadi," cerita pegawai Kementerian Pemuda dan Olahraga itu.
Afu dan 50 orang rombongan tak terpengaruh dengan gemuruh dari Gunung Anak Krakatau, pelatih tetap berlanjut.
Setelah mengawali dengan makan-makan, acara sudah berlangsung tiga jam dan suasana terkendali.
Puncak acara pembagian doorprize diselingi lagu membuat peserta ketakutan, kekuatan lain datang menghampiri mereka tiba-tiba.
Gemuruh ombak mendekat ke arah pantai dan menyisir apa-apa yang di depannya tanpa diundang, diawali dentuman keras.
Suasana lebih mencekam sebelum air mendekat, tiba-tiba lampu mati. Teman Afu berteriak tsunami datang segera orang-orang lari menyelamatkan diri.
Dikejar ombak lima meter
Acara gathering Kemenpora mengambil tempat terbuka semacam kamping dan Afu sedang di belakang panggung saat itu.
Ia bersama temannya sedang bekerja di dalam kontainer.
"Saat teman saya bilang itu, kita langsung lari semua. Saya lihat ke belakang kira-kira ombak tingginya lima meter,” tutur Afu.

Tak terbayangkan bagaimana mereka menyelematkan diri dari tsunami, sementara tak ada penerangan karena lampu mati.
Selama menyelamatkan diri, Afu masih menengok ke belakang dan melihat ombak setinggi lima meter.
Afu lari secepat yang ia bisa untuk sampai ke bukit di depannya. Untuk sampai ke sana tak mudah, pagar ia harus lompati.
"Saya lihat kontainer rubuh diterjang air," aku Afu lalu melanjutkan, "Orang-orang di jalan teriak tsunami."
Dari 50 rombongan Kemenpora, sekitar 14 pegawai dan keluarga luka-luka dan masih menjalani perawatan di rumah sakit.
Empat orang anggota rombongan meninggal, tapi masih ada satu yang belum ditemukan atas nama Helena.
Waryani tersangkut di pohon
Ombak sekira lima meter menggulung tubuh Waryani (60), warga sekitar Pantai Carita. Sekujur tubuhnya terluka.
Malam itu ia masih terjaga untuk berjualan di tepi pantai, sementara Calim (72), suaminya tertidur pulas di dalam warung.
"Memang saya sama suami nginep. Soalnya ramai pengunjung hari libur," kata Waryani kepada TribunJakarta.com di Puskesmas Carita, Senin (24/23/2018).

Tsunami datang dan menerjang warung, Wuryani tak sempat membangunkan Calim.
Ia sempat tergulung ombak, terseret hingga puluhan meter lalu tersangkut di pohon.
Setelah air surut, Waryani menemukan warungnya sudah hancur, sementara suaminya ada di bawah reruntuhan.
"Alhamdulillah itu ada si aki (Calim) ketiban warung lagi nangis minta tolong. Saya langsung geser puing-puingnya," papar Waryani.
Segera setelah mengevakuasi, ia membopong Calim dan berjalan menyusuri jalanan di depan Pantai Carita.
Ia dan suaminya tak lagi memikirkan jika tsunami susulan datang.
"Saya jalan di sekitar banyak korban bergeletakan. Ya Allah, saya cuma bisa pasrah," imbuh Waryani.
Beberapa jam menyusuri jalan, ia berjumpa anaknya yang membawa motor.
Ketiganya lalu menyelamatkan diri di daratan lebih tinggi. (Tribunews.com/TribunJakarta.com/Majid/Dwi)