Abu Bakar Baasyir Bebas
Abu Bakar Baasyir Dibebaskan karena Alasan Kemanusiaan, Gus Nadir Singgung Begini
Tinggal satu hari lagi Abu Bakar Ba'asyir, terpidana kasus terorisme, mendapatkan kebebasan penuh atau Rabu (23/1/2019).
Penulis: Yogi Gustaman | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Tinggal satu hari lagi Abu Bakar Ba'asyir, terpidana kasus terorisme, mendapatkan kebebasan penuh atau Rabu (23/1/2019).
Presiden Joko Widodo menyampaikan kabar gembira Ba'asyir bisa bebas melalui Ketua Umum Partai Bulan Bintang sekaligus pengacara Yusril Ihza Mahendra.
Intelektual muda Nahdlatul Ulama Nadirsyah Hosen turut mengomentari langkah Presiden Jokowi membebaskan mantan pimpinan Majelis Mujahidin Indonesia.
Pria yang akrab disapa Gus Nadir ini punya alasan melayangkan kritik atas pertimbangan Jokowi membebaskan Ba'asyir.
Alasan kemanusiaan
Dikutip dari tayangan Headline News Metro TV pada Jumat (18/1/2019) sore, Yusril mengungkapkan bahwa sebentar lagi Abu Bakar Ba'asyir akan bebas bersyarat.
Yusril mengunjungi Abu Bakar Ba'asyir di Lapas Gunung Sindur Jumat siang.
Penasehat Hukum TKN Jokowi-Ma'ruf Amin itu menyebutkan Presiden Jokowi setuju membebaskan Abu Bakar Baasyir karena alasan kemanusiaan.
Diketahui, selain sudah berusia 81 tahun, Abu Bakar Ba'asyir juga sempat beberapa kali dirujuk ke rumah sakit.
Setelah semua berkas beres, rencananya Abu Bakar Ba'asyir akan bebas dalam waktu 1-2 hari ke depan.
Ia menegaskan pembebasan ini bukan trik politik Jokowi untuk menggaet suara pemilih jelang Pilpres 2019.
"Beliau itu sudah menjalani tahanan sudah hampir 9 tahun, dari 15 tahun pidana yang dijatuhkan pada beliau," ungkap Yusril.
"Kalau dibebaskan pun dengan syarat-syarat yang sangat berat. Tapi presiden mengatakan ya sudahlah, jangan memperberat syarat-syarat pembebasan beliau."
"Pertimbangan kita semata-mata karena kemanusiaan, penghormatan juga karena beliau seorang ulama," imbuh Yusril.
"Usia yang sudah lanjut dan pertimbangan kemanusiaan," beber dia.
Keluarga kangen Baasyir
Abdul Rochim Ba'asyir malah meminta pemerintah segera membebaskan ayahnya, Abu Bakar Ba'asyir.
Ia mengaku sangat ingin sang ayah dapat langsung berkumpul dengan keluarga di rumah.
"Kalau bisa hari ini langsung keluar hari ini jika perlu. Biar beliau bisa berkumpul dengan keluarga di rumah," ucapnya.
Sesampainya di rumah Abu Bakar Ba'asyir, kata Rochim akan melakukan perawatan kesehatannya yang semakin memburuk.
Rochim menjelaskan, seluruh tamu yang akan datang ke rumah akan dipilah untuk berbincang dengan mantan pimpinan Majelis Mujahidin Indonesia tersebut.
Pemilahan tamu untuk mengurangi hal-hal yang tidak diinginkan baik oleh keluarga, maupun keamanan nasional.
"Kami sendiri yang akan memilah siapa saja yang boleh datang. Jadi, tidak perlu ada yang dikhawatirkan," tukasnya.
Rochim mengaku sudah beberapa barang yang terkemas secara baik di dalam sel, termasuk buku dan kitab-kitab yang dibaca oleh Ba'asyir selama di penjara.
Pada Selasa (22/1/2019) ia dan pengacara akan kembali berkunjung untuk membereskan barang-barang tersebut.
"Ini yang jadi alasan juga, beliau tidak mau terburu-buru ya karena ingin beres-beres barangnya dulu. Bukan karena nunggu pilpres atau nunggu macam-macam," ungkap dia.
Pihak keluarga tengah mempersiapkan syukuran sederhana untuk Ba'asyir di Pondok Pesantren Ngruki Sukoharjo.
Seluruh santri dan tetangga dekat akan diundang dalam pengajian tersebut.
"Ada nanti kecil-kecilan saja. Santri dan tetangga dekat yang nanti akan kami undang," lanjutnya.
Kritik Gus Nadir
Nadirsyah Hosen atau Gus Nadir mengkritisi langkah Presiden Jokowi membebaskan Ba'asyir dengan alasan kemanusiaan.
Dosen tetap di fakultas hukum di universitas di Australia ini punya alasan kapan alasan kemanusiaan dipakai untuk membebaskan seorang narapidana dari perspektif hukum.
"Alasan kemanusiaan itu bila rekomendasi medis mengatakan tidak ada lagi harapan hidup, tubuh penuh selang infus, tidak bisa lagi bangun dan bicara," ungkap Gus Nadir.
Ba'asyir sudah mendekam di lapas selama sembilan tahun dari pidana 15 tahun atas kasus terorisme yang dijatuhkan kepadanya.
Yusril Ihza Mahendra yang sekaligus juga sebagai penasihat hukum Jokowi-Ma'ruf Amin, diminta Jokowi untuk mengurus proses pembebasan tersebut.
"Kami jelaskan ke beliau, ini betul-betul pembebasan yang diberikan. Pak Jokowi mengatakan bahwa dibebaskan, jangan ada syarat-syarat yang memberatkan beliau. Jadi, beliau menerima semua itu," ungkap Yusril.
Apakah Ba'asyir layak mendapatkan pembebasan tanpa syarat, Gus Nadir melanjutkan pertimbangan lain kapan alasan kemanusiaan diberikan.
"Kalau masih bisa makan bareng pengacara tanpa disuapin, dan masih lancar bicara, itu bukan alasan kemanusiaan.
Itu skandal jepit!" cuit Gus Nadir.
Komentari pihak Australia
Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, telah mengontak Pemerintah Indonesia pada Sabtu (19/1/2019) terkait pembebasan Ba'asyir.
"Posisi Australia tentang masalah ini tidak berubah, kami selalu menyatakan keberatan yang paling dalam," kata Morrison di Melbourne.
Putra ketiga Ba'asyir, Abdul Rohim, mengatakan Scott punya hak berbicara demikian.
Ia pun tidak mau campur tangan terhadap penolakan Scott tersebut.
Hal itu diungkapkannya saat konferensi pers di kantor hukum Mahendradatta, Cipete, Jakarta Selatan, Senin (21/1/2019).
"Kita memang tidak akan ikut campur soal penolakan dan sebagainya. Itu hak mereka untuk mereka sikapi tentang bagaimana pembebasan Ustad Abu Bakar Baasyir," kata Rohim.
Meski begitu, ia menyatakan menolak munculnya pemberitaan media asing yang berisi fitnah dengan mengaitkan ayahnya pada serangkaian aksi teror di Indonesia.
"Cuma yang kita tolak adalah apabila kemudian fitnah-fitnah itu kemudian dikembangkan dan disebarkan di negara mereka yang bisa berakibat kepada salah sangka dan buruk sangkanya masyarakat di dunia ini kepada ustaz Abu Bakar Baasyir," jelas Rohim.
Rohim menilai beberapa media di Australia, Amerika, mencoba mengangkat isu pembebasan Ba'asyir dan mengaitkannya dengan isu bom bali dan berbagai macam peristiwa.
Ia menegaskan selama ini ayahnya tidak pernah terbukti memiliki keterkaitan dengan pengeboman di Indonesia.
Apalagi, semua proses hukum terkait hal tersebut juga sudah dilakukan ayahnya.
"Beliau tidak terkait dengan satu pun kasus pembiman di Indonesia dan itu sudah selesai secara hukum di Indonesia," tegas Rohim.
Dirinya merasa aneh pada Australia dan pihak lain yang selama ini menghormati kemanusiaan, perbedaan pandangan, perbedaan agama.
"Kami merasa aneh dengan mereka yang berkomentar miring tentang upaya pembebasan ini. Pembebasan ini karena pertimbangan kemanusiaan," ucap dia.
Seharusnya Australia dan negara lain mengapresiasi pembebasan ayahnya.
"Tidak perlu ditarik-tarik kepada kepentingan politik karena memang tidak ada sama sekali kepentingan politik di situ," kata Rohim.
Ia meminta pihak asing menghormati proses hukum di Indonesia.
Keluarga menyayangkan pihak asing mengangkat lagi isu ini untuk memojokkan Ba'asyir.
"Bagi kami ini adalah fitnah yang dilakukan oleh pihak luar negeri terhadap ustad Abu Bakar Baasyir," kata Rohim. (Tribunnews.com/TribunWow.com/TribunJakarta.com)