Berkenalan dengan Sarono, Pemecah Batu Tunanetra di Cipinang

"Dulu bisa lihat Monas, bisa lihat perempuan cantik, tapi tiba-tiba itu diambil semua dari saya," kata Sarono.

Penulis: Dionisius Arya Bima Suci | Editor: Erik Sinaga
TribunJakarta/Dionisius Arya Bima Suci
Sarono (61), pemecah batu tunanetra di Jakarta Timur, Rabu (20/2/2019). 

"Dulu saya sering berbuat maksiat, tapi sejak penglihatan berkurang saya berlahan mulai memahami kesalahan saya dan ingin berubah menjadi lebih baik," ucapnya.

"Alhamdulillah sekarang saya buta tapi saya merasa lebih nyaman dan tenang," tambahnya.

Sarono pun mulai bangkit di tahun 2002 saat dirinya mencoba berusaha berjualan telur asin di sekitar tempatanya tinggal di Kelurahan Cipinang Besar Selatan (CBS), Jatinegara, Jakarta Timur.

"Saya sempat jualan telur asin, beli di Pasar Pagi Rawamangun. Kemudian menjualnya keliling kampung," ujarnya.

Awalnya, usahanya ini berbuah manis dimana telur asin dagangannya selalu ludes diborong pembeli.

Namun, seiring berjalannya waktu, usahanya ini terus merugi sehingga ia harus gulung tikar.

"Mungkin karena orang-orang bosen kali ya setiap hari makan terus asin, jadi lama-lama enggak laku dagangan saya," kata dia.

Namun, ia tak menyerah dan memutuskan beralih profesi sebagai penjual pisang keliling di sekitar rumahnya.

Setiap pagi, ia selalu mengambil pisang jenis raja di Pasar Enjo, kemudian menjualnya kembali dengan berkeliling di sekitar tempat tinggalnya.

Usahanya kali ini pun sama seperti sebelumnya, ia terpaksa gulung tikar lantaran tersebut merugi

Ini Daftar Nama Korban Ledakan di Foodcourt Mal Taman Anggrek

Tak Dikenal Warga, Korban Gantung Diri di Bawah Jembatan di Tebet Sudah Diambil Pihak Keluarga

Polisi Bakal Periksa SOP Perawatan Mal Taman Anggrek

"Modalnya satu sisir pisang Rp 5.000 tapi malah ditawar Rp 4.500. Ya saya enggak untung dong. Malah pernah tidak laku sama sekali dagangan saya," ucapnya.

Disaat itulah, sambil berjalan pulang membawa pisang dagangannya yang masih banyak, tiba-tiba Sarono tersandung batu berukuran cukup besar.

Ia pun meringis kesakitan lantaran kakinya terantuk batu sehingga darah segar terus mengalir keluar.

Dalam penderitaannya itu, ia pun berdoa kepada Tuhan dan memohon petunjuk jalan yang terbaik bagi dirinya.

"Dari sinilah saya mulai berpikir menjadi seorang pemecah batu. Mengumpulkan batu, kemudian memecahkannya sehingga bisa dijadikan pasir," ujarnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved