Sudjiwo Tedjo Soal Penangkapan Robertus Robet, Ulil Abshar-Abdalla Ajak Pendukung Pilpres Bersuara

Penangkapan aktivis Robertus Robet membuat sejumlah orang berteriak lantang, mereka menolak tindakan polisi. Di antaranya budayawan Sudjiwo Tedjo

Penulis: Yogi Gustaman | Editor: Erlina Fury Santika
Tangkapan layar Youtube Jakartanicus
Akademisi yang juga aktivis Robertus Robet saat menyampaikan orasi pada aksi Kamisan, 28 Februari 2019. 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Penangkapan aktivis Robertus Robet membuat sejumlah orang berteriak lantang, mereka menolak tindakan polisi.

Suara penolakan agar polisi melepas Robertus Robet menggema di dunia unggah-ungguh Twitter. 

Setelah sejumlah intelektual seperti Nadirsyah Hosen atau Gus Nadir, Direktur Eksekutif Charta Politika, Budiman Sudjatmiko, giliran budayawan Sudjiwo Tedjo menyusul.

Ada juga intelektual Nahdlatul Ulama, Ulil Abshar-Abdalla.

Polisi menangkap Robertus Robet di rumahnya pada Kamis (7/3/2019) malam lalu dibawa ke Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Penangkapan Robertus Rober diduga karena orasi dan nyanyian dalam Aksi Kamisan pada 28 Februari 2019.

Sebelum ditangkap, dosen Universitas Negeri Jakarta ini memberikan klarifikasi tentang lagu yang dinyanyikannya tersebut seperti dilansir Kompas TV.

"Saya Robertus RobetBelakangan ini beredar sebuah video saya di media sosial.

Saya menerima banyak reaksi dan keberatan. Oleh karena itu saya ingin menyampaikan beberapa klarifikasi.

Pertama, lagu di dalam orasi tersebut bukanlah lagu saya, juga bukan saya yang membuat, melainkan sebuah lagu yang populer saat gerakan mahasiswa di tahun 1998.

Kedua, asal-usul lagu tersebut sebenarnya juga sudah saya jelaskan di dalam pengantar saya di orasi tersebut namun sayangnya tidak ada di dalam rekaman vide tersebut.

Ketiga, lagu itu dimaksudkan sebagai kritik saya terhadap ABRI di masa lampau bukan terhadap TNI di masa kini.

Sekali lagi saya ulangi lagu itu dimaksudkan sebagai kritik saya terhadap ABRI di masa lampau bukan terhadap TNI di masa kini.

Apalagi dimaksudkan untuk menghina profesi dan organisasi institusi TNI.

Sebagai dosen saya sungguh tahu persis upaya-upaya reformasi yang sudah dilakukan oleh TNI.

Dan dalam banyak hal saya justru memuji dan memberikan apresiasi, upaya-upaya reformasi yang dilakukan oleh TNI yang lebih maju dibandingkan dengan yang lainnya.

Demikianlah penjelasan saya semoga dengan penjelasan saya ini. Semoga saya bisa menjernihkan berbagai macam reaksi.

Namun demikian, apabila ada yang menanggap itu adalah menimbulkan kesalahpahaman saya mohon maaf," kata Robertus Robert dalam klarifikasinya.

Dosen UNJ Ditangkap, Polri Sebut Ada Dugaan Penghinaan Terhadap TNI dalam Orasinya

Ditangkap Atas Dugaan Hina TNI, Masa Lalu Robertus Robet Dibongkar Fahri Hamzah: Lawan yang Berat

Tim Advokasi Kebebasan Berekspresi menilai polisi tak memiliki dasar hukum untuk menangkap Robertus Robet.

Robertus Robet ditangkap atas dugaan pelanggaran Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Penangkapan Robertus Robet tidak memiliki dasar dan mencederai negara hukum serta demokrasi," ujar Ketua Kontras Yati Andriani dalam keterangannya, Kamis (7/3/2019). 

Aksi Robertus Robet saat Kamisan menyoroti rencana pemerintah menempatkan TNI pada kementerian-kementerian sipil.

Rencana ini bertentangan dengan fungsi TNI sebagai penjaga pertahanan negara seperti diatur dalam Pasal 30 ayat (3) UUD 1945 & amandemennya, UU TNI & TAP MPR VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri," imbuh dia.

Rencana penempatan TNI di kementerian-kementerian sipil juga berlawanan dengan agenda reformasi TNI.

Memasukkan TNI di kementerian-kementerian sipil, sambung Yati, mengingatkan pada Dwi Fungsi ABRI pada masa Orde Baru.

Dwi Fungsi ABRI telah dihapus melalui TAP MPR X/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyemangat dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara dan TAP MPR VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan POLRI.

"Baginya, menempatkan TNI di kementerian sipil artinya menempatkan TNI di luar fungsi pertahanan yang akan mengganggu profesionalitas TNI seperti telah ditunjukkan di Orde Baru," imbuh Yati.

Tim Advokasi Kebebasan Berekspresi menilai Robertus Robet tidak sedikit pun masuk kategori pasal yang dituduhkan kepadanya.

"Penangkapan terhadap Robertus Robet tidak memiliki dasar dan mencederai negara hukum dan demokrasi," tegas Yati.

Tim Advokasi Kebebasan Berekspresi mendesak Robertus Robet dibebaskan.

Desakan intelektual dan budayawan

Intelektual muda Nahdlatul Ulama Nadirsyah Hosen atau Gus Nadir turut menyoal penangkapan Robertus Robet oleh polisi.

Menurut dia, Polri dan TNI tidak perlu baperan karena seorang aktivis menyanyikan lagu tentang ABRI zaman Orde Baru.

Ia membandingkan dengan pengguna narkoba tapi malah mendapat kebebasan.

"Nyanyi mengkritik ABRI jaman orba ditangkap. Yang nyabu malah bebas. 
Mosok kesimpulannya mending nyabu daripada jadi aktivis?

Kan gawat.... 
TNI/POLRI jangan baperan gini dong ah," cuit Gus Nadir di Twitter @na_dirs.

Oleh karenanya Robertus Robet harus segera dibebaskan demi hukum dan keadilan.

Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya, turut membela Robertus Robet dan menjelaskan lagu yang dinyanyikannya.

Dikatakan Yunarto Wijaya, lagu tersebut memang bukan rahasia dan hampir dinyanyikan aktivis pada zaman Orde Baru.

Ia mengingatkan polisi tak usah berlebihan apalagi dengan menangkap aktivis Robertus Robet.

"Dulu saya dan teman2 sering nyanyi itu zaman jd aktivis di kampus... Jangan lebay lah pak polisi...," cuit Yunarto Wijaya.

Politikus PDI Perjuangan yang juga aktivis Budiman Sudjatmiko mencuit soal ini.

Menurut Budiman Sudjatmiko, Robertus Robet bukanlah orang berbahaya.

Ia aktivis pedas karena satirenya tapi tak membahayakan NKRI.

"Tdk perlu ada penangkapan atas Robert. Kepolisian tdk perlu menahan dia. Dia bukan orang berbahaya. Satirenya pedas tp sama sekali tdk mengancam Dasar Negara & NKRI," cuit Budiman Sudjatmiko.

Budayawan Sudjiwo Tedjo membuat cuitan mengomentari seruan Ulil Abshar-Abdalla.

Ulil Abshar-Abdalla mengajak semua pihak, tak peduli pilihan politiknya, untuk menolak penangkan Robertus Robet.

Ia melihat hak-hak Robertus Robet sebagai warga negara yang dilindungi konstitusi telah dilanggar.

"Baik yg mendukung Jokowi atau Prabowo, mari bersuara sama: Tolak penangkapan Robertus Robet. Ini sudah melampui urusan Pilpres. Ini urusan pelanggaran atas hak2 sipil yg dilindungi konstitusi," cuit Ulil Abshar-Abdalla di akun @ulil.

Cuitan ini dikomentari Sudjiwo Tedjo.

Ia mengandaikan akankah dirinya ditangkap polisi ketika ngomong, "Jancuk."

"Jangan2 ngomong “Jancuk” pun mulai besok akan ditangkapin pula," cuit Mbah Tedjo.

Mbah Tedjo membuat cuitan berikutnya.

"Semoga besok2 ngomong “Jancuk” gini gak ditangkap. Krn Robertus Robert ngomong gitu aja ud ditangkap," tulis dia.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved