Asal Mula Makam Kramat Nini Jendil di Kampung Kalimalang Jakarta Timur

Lebih lanjut, Saroji menjelaskan jika jarak Pondok Gede ke Kampung Bayur sangat jauh jika di tempuh dengan berjalan kaki.

Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Wahyu Aji
TRIBUNJAKARTA.COM/NUR INDAH FARRAH AUDINA
Makam Kramat Nini Jendil 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina

TRIBUNJAKARTA.COM, MAKASAR - Makam Kramat Nini Jendil di Kampung Bayur, Kalimalang, Jakarta Timur yang sudah ada sejak tahun 1942.

Selain makam Nini Jendil, di kawasan ini juga terdapat juga satu kubah petilasan Pangeran Aji dan Ganjar.

Saroji (52) yang merupakan perawat makam kramat Nini Jendil sekaligus cicit dari Nini Jendil menceritakan pada TribunJakarta.com, mengenai asal usul Makam Kramat Nini Jendil dan kubah petilasan atau bekas peninggalan Pangeran Aji dan Ganjar.

"Dulunya daerah ini belum masuk Jakarta Timur masih wilayah Jawa Barat dan dulunya makam ini memang sudah ada tapi bukan makam kramat hanya makam keluarga yang memang diwakafkan sama Nini Jendil dan suaminya, Kumpi Lisan. Suatu hari Kumpi Lisan kerja bakti di daerah Pondok Gede. Saat sedang kerja bakti ada anak kecil yang pegang  bajunya dia. Ikutin dia terus. Ditanya anak siapa tidak ada yang tahu. Anaknya pun hanya menunjuk ke arah atas. Akhirnya anak ini dirawatlah sama Kumpi Lisan diajak di bawa pulang," kata Saroji pada TribunJakarta.com, Senin (18/3/2019).

Lebih lanjut, Saroji menjelaskan jika jarak Pondok Gede ke Kampung Bayur sangat jauh jika di tempuh dengan berjalan kaki.

"Di bawa pulang jalan kaki kan jauh sekali dari sana ke sini. Anak kecil tadi sempat di gemblok namun banyak orang yang bilang jika anak tersebut seperti sedang menunggangi kuda. Ketika diperjalanan, Kumpi Lisan merasa matanya sakit dan mampir di sebuah warung. Lalu anak tadi mengobati dengan melepaskan bola mata Kumpi Lisan. Bola mata tersebut kemudian dicuci dan ditaruh di Daun Waru yang digunakan sebagai wadah. Dari situ orang-orang lihat kalau anak kecil ini bisa menyembuhkan. Bahkan Kumpi Lisan bisa melihat Makkah dan masa depan. Dari sinilah anak kecil ini dipercaya orang untuk membantu pengobatan," lanjutnya.

Kemudian ketika sampai di rumah, Kumpi Lisan menjelaskan kepada Nini Jendil asal usul anak tersebut dan hal-hal terkait kehidupannya bersama Nini Jendil di masa depan.

Petilasan Pangeran Aji dan Ganjar
Petilasan Pangeran Aji dan Ganjar (TRIBUNJAKARTA.COM/NUR INDAH FARRAH AUDINA)

Nini Jendil sempat tidak mempercayai apa yang di sampaikan oleh Kumpi Lisan. Namun Kumpi Lisan coba meyakinkan apa yang disampaikannya itu benar.

"Nini Jendil kan tidak percaya, kata Kumpi Lisan nanti tunggu 3 bulan 10 hari maka yang dia katakan tidak seperti itu lagi. Sebab, Kumpi Lisan mampu melihat yang akan terjadi di masa depan," kata Saroji.

Mendekati 3 bulan 10 hari, anak kecil tadi mengajak Nini Jendil ke lokasi makam kramat tersebut.

Lalu satu lidi dipotong menjadi 4 bagian dan diletakan di empat penjuru. Kemudian Nini Jendil disuruh untuk menggali lubang tersebut.

"Disuruh gali 4 penjuru tadi lalu di dalamnya ada uang. Dari situ anak kecil tadi berubah jd sosok orang tua yang memakai gamis putih, peci putih dan bersorban hijau. Kemudian hilang pas melewati Kali Malang. Sepergian itu Nini Jendil kesurupan Pangeran Aji dan Ganjar," tutupnya.

Sejak saat itu ke empat penjuru yang digali Nini Jendil menjadi kubah petilasan Pangeran Aji dan Ganjar.

Sedangkan Nini Jendil mampu mengobati orang sakit setelah dan meninggal di usia 122 tahun pada tahun 1942.(*)

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved