Dahnil Anzar Simanjuntak Sebut Ada Dugaan Cap Jempol di Ribuan Amplop Berisi Uang Hasil OTT KPK

DAHNIL Anzar Simanjuntak mengkritik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang tak mau membuka barang bukti hasil operasi tangkap tangan OTT

Editor: Erik Sinaga
Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama
Koordinator juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN), Dahnil Anzar Simanjuntak meminta maaf kepada PM Malaysia, Mahathir Mohamad tentang pemerintah Indonesia yang klaim lakukan lobi soal pembebasan Siti Aisyah. 

TRIBUNJAKARTA.COM- DAHNIL Anzar Simanjuntak mengkritik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang tak mau membuka barang bukti hasil operasi tangkap tangan (OTT) terhadap politkus Partai Golkar Bowo Sidik Pangarso. 

Bowo Sidik Pangarso, anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, terjaring operasi senyap yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta sejak Rabu (27/3/2019) sore hingga Kamis (28/3/2019) dini hari.

"Saya apresiasi OTT terhadap politisi Golkar, tapi bu Basaria @KPK_RI kenapa tdk dibuka dan tunjukkan 400 ribu amplop-amplop yg berisi uang 20 ribuan dan 50 ribuan yg diduga ada cap jempolnya itu?" tulis Koordinator Juru Bicara BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno itu di akun Twitter @Dahnilanzar, Jumat (29/3/2019).

"Kebiasaan @KPK_RI ketika konpres membuka barang bukti, kenapa Bu Basaria melarang membuka barang bukti termasuk 400 ribu amplop2 yg sudah ada kode2 capres tertentu tsb. Publik perlu tahu," lanjutnya.

"Bahkan ada salah satu media online yg awalnya menulis diduga untuk Pilpres, KPK tak membuka amplop kemudian dirubah menjadi diduga untuk serangan fajar :-) hehehe," sambungnya.

Sebelumnya, KPK menyatakan amplop-amplop berisi uang yang terdapat di dalam 84 kardus tersebut, tidak terkait logistik Pemilu Presiden 2019 untuk pasangan nomor urut 01 Jokowi-Maruf Amin.

"Kardus yang tadi apakah benar untuk logistik nomor satu Pilpres? Dari awal sampai akhir kami konferensi tidak ada berbicara tentang itu," jelas Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (29/3/2019).

Basaria Panjaitan menjelaskan, 84 kardus yang berisikan sekitar 400 ribu amplop berisi uang pecahan Rp 50 ribu dan Rp 20 ribu dengan total Rp 8 miliar itu, diduga disiapkan oleh anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Bowo Sidik Pangarso untuk 'serangan fajar' pada Pemilu 2019.

Uang itu diduga terkait pencalonan Bowo Sidik Pangarso sebagai anggota DPR di Daerah Pemilihan Jawa Tengah II.

"Untuk sementara dari hasil tim kami, beliau mengatakan bahwa saya ini memang dalam rangka kepentingan logistik pencalonan dia sendiri sebagai anggota DPR. Dia akan maju kembali. Jadi, tidak ada keterlibatan tim sukses yang lainnya," jelas Basaria Panjaitan.

Dalam operasi tangkap tangan ini, KPK mengamankan 8 orang di Jakarta, yaitu Bowo Sidik Pangarso (BSP), Anggota DPR RI; Asty Winasti (AWI), Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia; Selo (SLO), Head Legal PT Humpuss Transportasi Kimia; Indung (IND), swasta PT INERSIA; Manto (MNT), Bagian Keuangan PT INERSIA; Siesa Darubinta (SD), swasta; dan dua orang sopir.

Ada pun kronologi penangkapan Bowo Sidik Pangarso, sebelumnya tim KPK menerima informasi akan adanya penyerahan uang dari AWI kepada IND.

Transaksi tersebut berlangsung di Gedung Granadi, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.

"Diduga penyerahan uang tersebut merupakan realisasi penerimaan ketujuh yang telah menjadi komitmen sebelumnya," jelas Basaria Panjaitan.

IND, kata Basaria Panjaitan, diduga merupakan orang BSP yang menerima uang sejumlah Rp 89,4 juta dari AWI, di mana uang itu disimpan dalam sebuah amplop cokelat.

Di lokasi yang sama, tim juga mengamankan SLO, MNT, dan sopir IND.

"Selanjutnya, tim KPK menuju sebuah apartemen di daerah Permata Hijau, Jakarta Selatan, dan mengamankan sopir BSP sekitar pukul 16.30 WIB," jelas Basaria Panjaitan.

Kemudian di lokasi yang sama, SD diamankan tim KPK sekitar pukul 20.00 WIB.

Tak berlama-lama, ketujuh orang yang berhasil diamankan tersebut dibawa ke kantor lembaga anti-rasuah itu guna pemeriksaan lebih lanjut.

Lantas, tim KPK kembali menelusuri keberadaan BSP hingga akhirnya berhasil diamankan sekitar pukul 02.00 WIB di kediamannya.

Sempat Kabur

Basaria Panjaitan menjelaskan alasan penangkapan sopir BSP dan BSP terdapat rentang waktu yang cukup lama.

Katanya, prosedur untuk bisa masuk ke apartemen cukup sulit, sehingga BSP yang sudah mengendus adanya tim KPK, berupaya melarikan diri.

"Sopirnya memang diambil di apartemen Permata Hijau, yaitu sore sekitar pukul 16.30. Tim kita sudah tahu yang bersangkutan di kamar berapa," paparnya.

"Tapi sulit untuk memasuki apartemen itu kan, kita harus punya prosedur yang banyak. Sehingga, makan waktu yang cukup lama. Nah, waktu itu dimanfaatkan yang bersangkutan untuk keluar dari apartemen," sambung Basaria Panjaitan.

"Karena diduga penerimaan-penerimaan sebelumnya disimpan di sebuah Iokasi di Jakarta, maka tim bergerak menuju sebuah kantor di Jakarta untuk mengamankan uang sekitar Rp 8 miliar dalam pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu yang telah dimasukkan dalam amplop-amplop pada 84 kardus," beber Basaria Panjaitan.

Bowo Sidik Pangarso kemudian resmi mengenakan rompi oranye tahanan KPK, setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pelaksanaan kerja sama pengangkutan di bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).

Sembari menenteng tas dan tangan terborgol, Bowo Sidik Pangarso keluar dari Gedung Merah Putih KPK pada pukul 22.53 WIB.

Saat mencapai pintu keluar gedung, para jurnalis yang menunggu kehadiran Bowo Sidik Pangarso langsung mengerubungi kader Partai Golkar itu.

Namun, tak satu patah kata pun keluar dari mulutnya. Bowo Sidik Pangarso memilih bungkam. Setelah itu dia langsung meninggalkan Gedung KPK menggunakan mobil tahanan.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Bowo Sidik Sidik Pangarso ditahan selama 20 hari ke depan.

"BSP (Bowo Sidik Pangarso) ditahan 20 hari pertama di Rutan K4 (di belakang Gedung Merah Putih KPK)," jelas Febri Diansyah kepada wartawan, Kamis (28/3/2019).

Dalam kasus ini, Bowo Sidik Pangarso diduga meminta fee kepada PT Humpuss Transportasi Kimia atas biaya angkut yang diterima sejumlah USD2 per metrik ton.

Diduga Bowo Sidik Pangarso telah menerima enam kali hadiah atau suap dari PT Humpuss.

Penyerahan uang disinyalir dilakukan di rumah sakit, hotel, dan kantor PT Humpuss sejumlah Rp 221 juta dan USD85.130.

Gagal Cetak Gol ke Gawang Kalteng Putra, Bruno Matos: Saya Baru Ini Gagal Tendangan Penalti

Sempat Berusaha Kabur, Ini Sekilas Bowo Sidik Pangarso Anggota DPR yang Kena OTT KPK Direksi BUMN

Baru Kenal Setengah Bulan, NA Bunuh Pendeta Melinda Karena Wajahnya Kelihatan Saat Beraksi

Tidak hanya Bowo Sidik Pangarso, KPK juga menetapkan Asty Winasti selaku Marketing Manager PT HTK dan Indung sebagai unsur swasta.

Bowo Sidik Pangarso ditetapkan sebagai tersangka bersama Indung selaku pihak swasta penerima suap.

Indung diduga KPK sebagai perantara suap untuk Budi. Sedangkan Asty ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Atas perbuatannya, Bowo Sidik Pangarso dan Indung disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sedangkan Asty Winasti dijerat pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. (Yaspen Martinus)

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Dahnil Anzar Simanjuntak Sebut Ada Kode Capres Tertentu di Ribuan Amplop Berisi Uang Hasil OTT KPK

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved