Ramadan 2019
TRIBUN WIKI Wisata Religi ke Pekojan Jakbar, Berikut Masjid Bersejarah yang Bisa Anda Kunjungi
Di wilayah Kelurahan Pekojan Jakarta Barat, terdapat sejumlah masjid bersejarah yang bisa Anda kunjungi selama Ramadan 1440 H ini.
Penulis: Leo Permana | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
3. Masjid Jami Annawier

Masjid Jami Annawier merupakan bangunan bersejarah di Kampung Arab, Pekojan, Jakarta Barat.
Usia bangunan yang terletak di Jalan Pekojan Raya No. 71 ini dibangun pada 1760 atau 1180 Hijriah dalam kalender Islam.
Ketua Pengurus Masjid Jami Annawier, Dikky Basandid mengatakan masjid sudah mengalami perubahan besar sejak pertama kali berdiri.
Awalnya, luas bangunan masjid ini hanya 500 meter persegi, namun bertambah menjadi 1.500 meter persegi
"Terjadi perubahan, perombakan, dan penambahan lahan dari Masjid Jami Annawier ini. Sekitar dari awal abad 18 sampai awal 1900-an terjadi renovasi secara besar besaran," kata Dikky kepada TribunJakarta.com.
Penggagas renovasi Masjid Jami Annawier adalah Habib Usman bin Abdullah bin Adil bin Yahya yang juga dikenal sebagai mufti Bewati di masanya.
Selain renovasi yang berdampak pada perubahan luas bangunan, Masjid Jami Annawier ini juga mengalami perubahan dalam arah kiblat.
"Masjid Jami Annawier ini yang lebih terkenal di khalayak umum adalah tentang kiblat atau mihrabnya yang berbentuk miring menghadap ke barat laut," terang Dikky.
Perubahan arah kiblat tersebut terjadi pada masa Sayid Usman.
"Terjadinya perubahan itu di zaman Sayyid Usman, yang bertemu atau pun didatangi oleh seorang ulama besar dari Banten yaitu Syekh Nawawi Al Bantani," jelas Dikky.
Memasuki bangunan dalam Masjid, terdapat 33 pilar atau tiang sebagai penopang atap.
"Sebanyak 33 pilar tersebut melambangkan jumlah bacaan tasbih, tahmid dan takbir," ucap Dikky, warga asli keturunan Pekojan.
Begitu juga jumlah pintu dan jendela masjid juga melambangkan tentang Islam.
"Jumlahnya itu dibuat seragam dengan jumlah rukun Islam, rukun iman, dan jumlah Khulafaur Rasyidin yang berjumlah empat, yaitu Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar, Sayyidina Usman, dan Sayyidina Ali," jelas Dikky.
Dikky mengatakan, pintu yang berada di sisi selatan berjumlah empat buah. Pintu berasal di timur dan utara berjumlah lima buah.
"Sedangkan yang menghadap ke barat, pintu dan jendela besar itu berjumlah enam buah yang melambangkan rukun iman. Dan rukun islam yang menghadap timur dan menghadap utara," kata Dikky.
Di area Masjid Jami Annawier juga terdapat beberapa makam, satu di antaranya makam Syarifah Babah Kecil, satu di antara wakif.
Dikky tidak mengetahui nama asli Syarifah Babah Kecil, tapi begitulah warga Pekojan mengenalnya.
Sedangkan nama kecil Syarifah Babah diambil berdasarkan ukuran makam Syarifah, yang pada saat itu tidak seperti ukuran makam pada umumnya.
"Kalau itu karena makamnya yang tidak terlalu besar jadi dikenal dengan kecil. Kalau dulu ukurannya sekitar 1 meter dikali kurang dari 2 meter. Namun sekarang sudah dirapikan, sekarang makamnya berukuran 1,5 x 2 meter," tutur Dikky.
4. Langgar Tinggi

Langgar atau yang berarti musala ini didirikan pada tahun 1249 H atau tahun 1829 Masehi.
Lokasinya tidak jauh dari Masjid Annawier, yaitu di Jalan Pekojan Raya No. 31 A, Tambora Jakarta Barat.
Meski bukan bangunan masjid, namun Langgar Tinggi juga merupakan cagar budaya yang bisa Anda kunjungi saat berwisata religi ke Pekojan.
Adjis Subandi, selaku anggota pengurus yayasan Langgar Tinggi menjelaskan, dahulu lokasi ini merupakan tempat persinggahan para saudagar.
Ia melanjutkan, para pedagang khususnya dari Banten yang saat itu masih menggunakan perahu sering singgah bertemu di sini.
"Waktu itu kan alat transportasinya menggunakan perahu, jadi mereka singgah di sini," kata Adjis pada TribunJakarta.com.
"Akhirnya mereka bersepakat mendirikan persinggahan dan di bagian atasnya dijadikan tempat salat," lanjut dia.
Adjis mengatakan bangunan Langgar Tinggi saat ini sedang direstorasi atau dilakukan pemulihan seperti sediakala.
Adapun pengerjaannya, lanjut dia, dimulai sekitar Akhir Maret 2019 silam.
"Kami dari pengurus berinisiatif mengajukan renovasi ke Pemprov DKI melalui Dinas Pariwisata, karena kondisi bangunan yang sudah memprihatinkan. Tetapi mereka mengatakan bangunan ini akan direstorasi atau dikembalikan seperti semula," jelas Adjis.
"Jadi berbentuk semula, tidak ada yang diubah dan memang bangunan ini masih original tidak pernah diubah-rubah dalam hal kelebaran ataupun penambahan enggak ada sama sekali masih original 100 persen," tambahnya.
Mengutip website jakarta.go.id, bangunan ini dipengaruhi unsur-unsur arsitektur Eropa (pilar-pilar klasisistis), Tionghoa (penyangga balok) dan Jawa (dasar), sama halnya seperti pada beberapa masjid di Cirebon dan Pasuruan.
• 5 Fakta Masjid Tua Nurul Abrar dan Makam Kramat di Kawasan Niaga Mangga Dua
• Hari Ketiga Bulan Ramadan, Masjid Istiqlal Dipenuhi Jemaah yang Melaksanakan Salat Duha
• Pesan Imam Besar Masjid Istiqlal, Muliakan Nilai Persatuan hingga Saling Memaafkan Usai Pemilu
• Selama Bulan Ramadan, Masjid Agung Sunda Kelapa Siapkan 55 ribu Nasi Boks
• Pengurus Masjid Siapkan 1.000 Nasi Boks untuk Jemaah yang Itikaf di Istiqlal
Lalu untuk bagian mimbarnya, kemungkinan berasal dari Palembang, Sumatera Selatan.
Adapun luas lantai dasarnya 8 x 24 meter. Terdiri dari dua lantai, lantai atas digunakan sebagai masjid, sedangkan lantai bawah sebagai kediaman pengurus masjid dan ruang untuk toko.
Adjis menambahkan, meski sedang direstorasi, pada bagian atas bangunan atau ruang salat dipastikan sudah bisa digunakan di bulan Ramadan.
"Ramadan nanti di bagian atas, sudah bisa digunakan tapi untuk yang lainnya mungkin masih berantakan," jelasnya.
"Biasanya digunakan untuk kegiatan salat tarawih, buka puasa bersama juga biasanya ada santunan-santunan," lanjut Adjis.