Ramadan 2019

TRIBUN WIKI Wisata Religi ke Pekojan Jakbar, Berikut Masjid Bersejarah yang Bisa Anda Kunjungi

Di wilayah Kelurahan Pekojan Jakarta Barat, terdapat sejumlah masjid bersejarah yang bisa Anda kunjungi selama Ramadan 1440 H ini.

Penulis: Leo Permana | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
TribunJakarta.com/Leo Permana
Seorang pengendara sepeda motor yang melintas di Cagar Budaya Langgar Tinggi, Pekojan Jakbar, Jumat (26/4/2019). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Leo Permana

TRIBUNJAKARTA.COM, TAMBORA - Di wilayah Kelurahan Pekojan Jakarta Barat, terdapat sejumlah masjid bersejarah yang bisa Anda kunjungi selama Ramadan 1440 H ini.

Pihak kecamatan setempat pun berencana untuk mengembangkan Pekojan menjadi destinasi wisata religi.

Keberadaan sejumlah suku budaya yang saling berbaur di sana, menambah ketertarikan Camat Tambora Bambang Sutarna untuk mengembang wilayah tersebut.

Bambang menyampaikan ada sejumlah tempat bersejarah di Pekojan, di antaranya Masjid Langgar Tinggi, Masjid An Nawier dan Masjid Kampung Baru.

TribunJakarta.com pun akan mengulas sejumlah masjid bersejarah tersebut yang nantunya bisa Anda kunjungi.

1. Masjid Al Anshor

Tidak mudah untuk menemukan sebuah masjid tua satu ini, yang berada di Jalan Pengukiran II, Pekojan, Tambora, Jakarta Barat.

Masjid Al Anshor namanya, sebuah masjid yang disebut-sebut sebagai yang tertua di kawasan Pekojan.

Letaknya yang di antara bangunan rumah bertingkat dua hingga tiga, menyebabkan atapnya yang berbentuk limas tak terlihat.

Ditambah keberadaannya di sebuah gang kecil yang bangunan sisi kanan dan kiri yang hampir merapat.

Letak Masjid Al Anshor sendiri memang agak masuk ke dalam sebuah gang kecil.

Di depan gang tersebut hanya terdapat sebuah plang tertanda dari Dinas Museum dan Sejarah Jakarta.

Plang tersebut menunjukkan, kalau Masjid Al Anshor ini merupakan bangunan yang bersejarah.

Meski dikatakan sebagai bangunan bersejarah, hal berbeda justru tampak terasa saat melihat langsung bangunan masjid.

Bangunannya tidak lagi terlihat tua seperti umur masjid yang disebut sudah ada sejak tahun 1648.

"Sudah mengalami renovasi, tembok diplester, tiang-tiang sudah dikeramik. Sudah jalan enam tahun seperti ini sekarang," kata Iskandar, seorang pengurus sekaligus imam di Masjid Al Anshor pada TribunJakarta.com.

"Sekarang beton semua, zamannya masih kayu-kayu bangsa 20 tahunan ke belakang itu masih pakai kayu," tambahnya.

Bangunan yang memiliki luas 1703 meter persegi ini memiliki dua bangunan.

Bangunan pertama ialah bangunan asli masjid berlantai satu yang sudah mengalami renovasi.

Sedangkan bangunan kedua adalah bangunan tambahan berlantai dua yang berada menyambung di bagian depan masjid.

Iskandar mengatakan, bangunan masjid sudah mengalami kenaikan sekitar 1,5 meter.

Di sisi lain, interior dan desain masjid tidak ada yang berbeda dari bangunan masjid zaman sekarang.

Hanya sedikit sekali peninggalan sejarah yang masih tersisa pada Masjid Al Anshor.

Peninggalan sejarah itu berupa tiang kayu penyangga yang berada di bagian tengah ruangan dalam masjid.

"Nama tiangnya itu galar, ada tujuh tiang. Ini yang peninggalan zaman dulu, kayunya jati asli," ujar Iskandar.

Selain galar, lanjut Iskandar, peninggalan lainnya yang masih ada ialah dua buah makam yang berada di belakang masjid.

"Makamnya ada dua tapi tiga nisan, satu liang ada dua nisannya," ucap Iskandar.

Ia mengatakan, keberadaan makam itu sudah ada bersamaan berdirinya Masjid Al Anshor.

Masjid Al Anshor sendiri merupakan sebuah masjid peninggalan dari bangsa India yang kala itu datang dan bermukim di kawasan Pekojan.

"Makamnya orang India. Mereka dulu datang berniaga di sini bangun Masjid mungkin ada yang meninggal jadi dimakamin dekat Masjid," kata Iskandar.

Lebih lanjut, ia mengatakan tidak mengetahui lebih jauh akan keberadaan makam di Masjid Al Anshor tersebut.

2. Masjid Jami Kampung Baru

Seorang siswa laki-laki yang berdiri di trotoar sekitar Masjid Jami Kampung Baru, Pekojan Jakarta Barat, Jumat (26/4/2019).
Seorang siswa laki-laki yang berdiri di trotoar sekitar Masjid Jami Kampung Baru, Pekojan Jakarta Barat, Jumat (26/4/2019). (Tribunjakarta.com/Leo Permana)

Masjid ini sejarah berdirinya ‎dibangun oleh saudagar muslim dari India.

Masjid yang terletak di Jalan Bandengan Selatan No 34, Pekojan, Tambora, Jakarta Barat ini dibangun‎ oleh Syeik Abubakar ‎dari 1743 dan selesai tahun 1748.

Meski ada juga sumber lain yang menyebutkan pembangunannya dimulai tahun 1748 dan selesai tahun 1817.

‎Pengurus Masjid Jami Kampung Baru, Ahmad Mufik mengatakan pembangunan masjid ini tak bisa dilepaskan dari tragedi pembunuhan massal orang Tionghoa di Batavia tahun 1740.

Insiden itu membuat para pedagang India di Batavia ini mendapatkan kesempatan dagang yang lebih leluasa sehingga jumlah mereka pun bertambah banyak.

"Sehingga masjid di tempat mereka biasanya salat itu tidak lagi mampu menampung jemaah, sehingga kemudian dibangunlah masjid di Kampung Baru ini," kata Mufik kepada TribunJakarta.com.

Bangunan masjid ini berbentuk persegi dan atapnya berbentuk limas bertumpuk.

Dikatakan Mufik, bentuk bangunan mesjid ini menyerupai bentuk-bentuk bangunan tradisional Jawa.

Bangunan utama masjid ini ditopang oleh empat tiang‎. Daun jendela di masjid ini juga masih menggunakan model dan kayu tempo dulu.

Mufik menuturkan bangunan utama di masjid ini juga‎ masih sama seperti awal berdirinya ratusan tahun silam.

"Hanya yang bagian luarnya saja ini dipertambahkan. Karena sudah tidak mampu menampung jamaah,‎ akhirnya kami membayar rumah warga untuk kita bangun sebagai tempat salat," katanya.

Saat ini masjid ini pun merupakan bangunan cagar budaya yang harus dilindungi.

3. Masjid Jami Annawier

Sejumlah warga yang keluar dari Masjid An Nawier yang berada di kawasan Kampung Arab, Pekojan Jakarta Barat, Jumat (12/4/2019).
Sejumlah warga yang keluar dari Masjid An Nawier yang berada di kawasan Kampung Arab, Pekojan Jakarta Barat, Jumat (12/4/2019). (TribunJakarta.com/Leo Permana)

Masjid Jami Annawier merupakan bangunan bersejarah di Kampung Arab, Pekojan, Jakarta Barat.

Usia bangunan yang terletak di Jalan Pekojan Raya No. 71 ini dibangun pada 1760 atau 1180 Hijriah dalam kalender Islam.

Ketua Pengurus Masjid Jami Annawier, Dikky Basandid mengatakan masjid sudah mengalami perubahan besar sejak pertama kali berdiri.

Awalnya, luas bangunan masjid ini hanya 500 meter persegi, namun bertambah menjadi 1.500 meter persegi

"Terjadi perubahan, perombakan, dan penambahan lahan dari Masjid Jami Annawier ini. Sekitar dari awal abad 18 sampai awal 1900-an terjadi renovasi secara besar besaran," kata Dikky kepada TribunJakarta.com.

Penggagas renovasi Masjid Jami Annawier adalah Habib Usman bin Abdullah bin Adil bin Yahya yang juga dikenal sebagai mufti Bewati di masanya.

Selain renovasi yang berdampak pada perubahan luas bangunan, Masjid Jami Annawier ini juga mengalami perubahan dalam arah kiblat.

"Masjid Jami Annawier ini yang lebih terkenal di khalayak umum adalah tentang kiblat atau mihrabnya yang berbentuk miring menghadap ke barat laut," terang Dikky.

Perubahan arah kiblat tersebut terjadi pada masa Sayid Usman.

"Terjadinya perubahan itu di zaman Sayyid Usman, yang bertemu atau pun didatangi oleh seorang ulama besar dari Banten yaitu Syekh Nawawi Al Bantani," jelas Dikky.

Memasuki bangunan dalam Masjid, terdapat 33 pilar atau tiang sebagai penopang atap.

"Sebanyak 33 pilar tersebut melambangkan jumlah bacaan tasbih, tahmid dan takbir," ucap Dikky, warga asli keturunan Pekojan.

Begitu juga jumlah pintu dan jendela masjid juga melambangkan tentang Islam.

"Jumlahnya itu dibuat seragam dengan jumlah rukun Islam, rukun iman, dan jumlah Khulafaur Rasyidin yang berjumlah empat, yaitu Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar, Sayyidina Usman, dan Sayyidina Ali," jelas Dikky.

Dikky mengatakan, pintu yang berada di sisi selatan berjumlah empat buah. Pintu berasal di timur dan utara berjumlah lima buah.

"Sedangkan yang menghadap ke barat, pintu dan jendela besar itu berjumlah enam buah yang melambangkan rukun iman. Dan rukun islam yang menghadap timur dan menghadap utara," kata Dikky.

Di area Masjid Jami Annawier juga terdapat beberapa makam, satu di antaranya makam Syarifah Babah Kecil, satu di antara wakif.

Dikky tidak mengetahui nama asli Syarifah Babah Kecil, tapi begitulah warga Pekojan mengenalnya.

Sedangkan nama kecil Syarifah Babah diambil berdasarkan ukuran makam Syarifah, yang pada saat itu tidak seperti ukuran makam pada umumnya.

"Kalau itu karena makamnya yang tidak terlalu besar jadi dikenal dengan kecil. Kalau dulu ukurannya sekitar 1 meter dikali kurang dari 2 meter. Namun sekarang sudah dirapikan, sekarang makamnya berukuran 1,5 x 2 meter," tutur Dikky.

4. Langgar Tinggi

Seorang pengendara sepeda motor yang melintas di Cagar Budaya Langgar Tinggi, Pekojan Jakbar, Jumat (26/4/2019).
Seorang pengendara sepeda motor yang melintas di Cagar Budaya Langgar Tinggi, Pekojan Jakbar, Jumat (26/4/2019). (TribunJakarta.com/Leo Permana)

Langgar atau yang berarti musala ini didirikan pada tahun 1249 H atau tahun 1829 Masehi.

Lokasinya tidak jauh dari Masjid Annawier, yaitu di Jalan Pekojan Raya No. 31 A, Tambora Jakarta Barat.

Meski bukan bangunan masjid, namun Langgar Tinggi juga merupakan cagar budaya yang bisa Anda kunjungi saat berwisata religi ke Pekojan.

Adjis Subandi, selaku anggota pengurus yayasan Langgar Tinggi menjelaskan, dahulu lokasi ini merupakan tempat persinggahan para saudagar.

Ia melanjutkan, para pedagang khususnya dari Banten yang saat itu masih menggunakan perahu sering singgah bertemu di sini.

"Waktu itu kan alat transportasinya menggunakan perahu, jadi mereka singgah di sini," kata Adjis pada TribunJakarta.com.

"Akhirnya mereka bersepakat mendirikan persinggahan dan di bagian atasnya dijadikan tempat salat," lanjut dia.

Adjis mengatakan bangunan Langgar Tinggi saat ini sedang direstorasi atau dilakukan pemulihan seperti sediakala.

Adapun pengerjaannya, lanjut dia, dimulai sekitar Akhir Maret 2019 silam.

"Kami dari pengurus berinisiatif mengajukan renovasi ke Pemprov DKI melalui Dinas Pariwisata, karena kondisi bangunan yang sudah memprihatinkan. Tetapi mereka mengatakan bangunan ini akan direstorasi atau dikembalikan seperti semula," jelas Adjis.

"Jadi berbentuk semula, tidak ada yang diubah dan memang bangunan ini masih original tidak pernah diubah-rubah dalam hal kelebaran ataupun penambahan enggak ada sama sekali masih original 100 persen," tambahnya.

Mengutip website jakarta.go.id, bangunan ini dipengaruhi unsur-unsur arsitektur Eropa (pilar-pilar klasisistis), Tionghoa (penyangga balok) dan Jawa (dasar), sama halnya seperti pada beberapa masjid di Cirebon dan Pasuruan.

5 Fakta Masjid Tua Nurul Abrar dan Makam Kramat di Kawasan Niaga Mangga Dua

Hari Ketiga Bulan Ramadan, Masjid Istiqlal Dipenuhi Jemaah yang Melaksanakan Salat Duha

Pesan Imam Besar Masjid Istiqlal, Muliakan Nilai Persatuan hingga Saling Memaafkan Usai Pemilu

Selama Bulan Ramadan, Masjid Agung Sunda Kelapa Siapkan 55 ribu Nasi Boks

Pengurus Masjid Siapkan 1.000 Nasi Boks untuk Jemaah yang Itikaf di Istiqlal

Lalu untuk bagian mimbarnya, kemungkinan berasal dari Palembang, Sumatera Selatan.

Adapun luas lantai dasarnya 8 x 24 meter. Terdiri dari dua lantai, lantai atas digunakan sebagai masjid, sedangkan lantai bawah sebagai kediaman pengurus masjid dan ruang untuk toko.

Adjis menambahkan, meski sedang direstorasi, pada bagian atas bangunan atau ruang salat dipastikan sudah bisa digunakan di bulan Ramadan.

"Ramadan nanti di bagian atas, sudah bisa digunakan tapi untuk yang lainnya mungkin masih berantakan," jelasnya.

"Biasanya digunakan untuk kegiatan salat tarawih, buka puasa bersama juga biasanya ada santunan-santunan," lanjut Adjis.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved