Menelisik Sejarah Masjid Al-Mukarromah yang Punya Makam Habib Tertua di Kampung Bandan

Lantangnya suara mesin dan roda-roda yang menggilas aspal menghadirkan suasana hiruk pikuk yang seakan tak pernah usai.

Penulis: Gerald Leonardo Agustino | Editor: Wahyu Aji
TRIBUNJAKARTA.COM/GERALD LEONARDO AGUSTINO
Masjid Al Mukarromah di Jalan Lodan nomor 99, Kampung Bandan, Ancol, Pademangan, Jakarta Utara. 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino

TRIBUNJAKARTA.COM, PADEMANGAN - Suasana Jumat (10/5/2019) siang di kawasan Kampung Bandan, Ancol, Pademangan, Jakarta Utara, tak berbeda dibanding hari-hari biasanya.

Truk trailer, sepeda motor, serta kendaraan-kendaraan lainnya silih berganti menggilas aspal di Jalan Lodan Raya, yang menjadi akses utama menuju ke Kampung Bandan.

Lantangnya suara mesin dan roda-roda yang menggilas aspal menghadirkan suasana hiruk pikuk yang seakan tak pernah usai.

Di udara, debu-debu beterbangan seakan menampik teriknya sinar matahari siang ini, meski angin tak henti-henti berhembus dengan sejuknya.

Saat hiruk pikuk siang ini tengah berlangsung, di tepi Jalan Lodan Raya, tepatnya nomor 99, sebuah bangunan nampak memanggil-manggil siapa saja yang lewat untuk berhenti sejenak.

Bangunan itu adalah Masjid Jami Al-Mukarromah, yang di dalamnya terdapat salah satu bukti peradaban Islam di Jakarta Utara, yakni Makam Keramat Kampung Bandan.

Siang ini, masjid itu didatangi pengunjung silih berganti. Entah sekadar salat atau berziarah, pengunjung masjid sengaja memberhentikan kesibukan mereka sejenak untuk singgah mencari ketenangan jiwa di dalam masjid itu.

Sementara itu, Habib Alwi Bin Ali Asy-Syathri selaku Ketua Masjid Jami Al Mukarromah Makam Keramat Kampung Bandan, baru saja menerima tamu saat jarum jam menunjukkan pukul 13.30 WIB siang ini.

Alwi, yang mengaku kurang sehat, segera berpakaian rapih dengan baju koko dan kopiahnya ketika TribunJakarta.com dan awak media lainnya mengajaknya berbincang-bincang siang ini.

Meski wajahnya tampak sedikit pucat, kesantunannya segera muncul saat obrolan hendak dimulai.

Ia bahkan segera menggelar karpet di pelataran masjid demi kenyamanan tamunya.

Habib Alwi memulai cerita sejarah masjid itu dengan penuturan soal cikal bakal masjid.

Masjid Al Mukarromah di Jalan Lodan nomor 99, Kampung Bandan, Ancol, Pademangan, Jakarta Utara.
Masjid Al Mukarromah di Jalan Lodan nomor 99, Kampung Bandan, Ancol, Pademangan, Jakarta Utara. (TRIBUNJAKARTA.COM/GERALD LEONARDO AGUSTINO)

Menurut Habib Alwi, keberadaan masjid diawali dengan keberadaan dua makam penyebar agama Islam asal tanah Yaman yang dikeramatkan.

Keduanya adalah Habib Mohammad Bin Umar Alqudsi yang wafat pada 1118 Hijriah (1697) dan Habib Ali Bin Abdurrahman Ba'alawi pada 1122 Hijriah (1701).

Tempat peristirahatan keduanya juga merupakan makam tertua penyebar agama Islam di Jakarta.

"Cikal bakal adanya masjid itu karena ada makam Wali Allah. Makam pertama itu Habib Mohammad Bin Umar Alqudsi dan Habib Ali Bin Abdurrahman Ba'alawi, beliau syiar dari Yaman, ke Aceh, hingga terakhir di sini," kata Habib Alwi.

Setelah dua Habib tersebut wafat, 200 tahun kemudian terjadi kevakuman di kawasan makam keramat itu.

Selanjutnya, datang kembali seorang penyiar agama Islam bernama Habib Abdurrahman Bin Alwi Asy-Syathri.

Beliau, kata Habib Alwi, ingin supaya permukiman yang dipenuhi pendatang dari wilayah Banda, Maluku, tersebut bisa punya tempat ibadah.

Kampung Bandan sendiri namanya berasal dari pendatang asal Banda tersebut. Mereka, setahu Alwi, merupakan tawanan Belanda zaman VOC yang dibuang dan ditempatkan di pesisir Jakarta Utara itu.

"Itu dibangun pada tahun 1879. Dia ingin supaya ada tempat ibadah dan tempat ziarah untuk ke makam dua habib sebelumnya. Itu di depan juga kan ada makam Banda juga," terang Alwi.

Awalnya, masjid ini dinamakan Masjid Kramat Kampung Bandan, mengingat lokasinya yang memang berada di permukiman Kampung Bandan.

Pada tahun 1879, masjid dibangun persis di sebelah makam keramat. Masjid awal dibangun dengan 9 pilar dan serambinya.

Namun, seiring waktu berjalan dan seiring dengan perluasan serta renovasi, masjid itu namanya diubah menjadi Masjid Al Mukarromah, meski di papan namanya tulisan Makam Kramat Kampung Bandan masih lekat.

"Setelah perluasan, makam ini masuk ke dalam bangunan masjidnya, itu bisa dipakai salat berjamaah, itu diubah namanya, Jami. Jadi nggak disebut lagi Masjid Kramat Kampung Bandan, tapi Masjid Jami Al-Mukarromah," kata Alwi.

Perubahan nama terjadi seiring sejarah masjid ini sejak 1879 hingga periode 2000-an.

Menurut Alwi, masjid itu seperti tidak mendapatkan perhatian pada awalnya, terutama soal kepemilikkan lahan masjid.

Alwi mengatakan, dulunya lahan masjid itu luasnya mencapai 1 hektar. Namun, karena pendatang silih berganti menempati kawasan pinggir pantai itu, lahan sekitaran masjid pun seakan dipangkas untuk rumah-rumah warga.

"Sekarang sisanya tinggal sepertiganya aja lahan masjid," ucap Alwi.

Pada tahun 1972, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat itu akhirnya menetapkan Masjid Al-Mukarromah sebagai cagar budaya.

Kemudian, di tahun 1998, tembok pembatas akhirnya dibangun sekeliling masjid.

Alwi menambahkan, renovasi besar-besaran yang dilakukan terhadap masjid itu terjadi sekitar tahun 2006.

Pada tahun itu, masjid dibangun lebih besar supaya bisa dipenuhi jamaah. Saat itulah nama Masjid Kramat Kampung Bandan diubah menjadi Masjid Al-Mukarromah.

Menurut Alwi, ada makna tersendiri di balik nama Al-Mukarromah.

Pemaknaan nama masjid dikaitkan dengan keberadaan tiga makam keramat di dalamnya.

"Wali Allah punya kelebihan yang disebut Karromah, kalo pada zaman nabi, itu disebut mukjizat," kata Alwi.

Kini, Masjid Al-Mukarromah luas arealnya mencapai 3000 meter.

Sementara untuk kapasitasnya, masjid ini dapat menampung hingga 700 orang.

Luas dan kapasitas itu meningkat setelah selesainya masjid direnovasi pada awal 2008. Renovasi ini, lanjut Alwi, dilakukan lantaran masjid sepertinya sudah tidak sanggup menampung peziarah yang semakin banyak tiap tahunnya.

"Tamu ziarah kan meningkat terus hari-hari libur bisa puluhan bus. Peziarah juga kan setiap hari. Di weekend atau hari libur itu memang banyak dari daerah-daerah jauh. Dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan. Mereka kan ziarah keliling makam keramat, Luar Batang, sini, Priok," kata Alwi.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved