Adian Napitupulu Tak Setuju soal Tim Asistensi Hukum untuk Kaji Ucapan Para Tokoh, Ini Alasannya

Ia menganggap tim tersebut tidak diperlukan, karena menurutnya sudah ada mekanisme dan perangkat hukum yang bisa digunakan.

Editor: Kurniawati Hasjanah
Yurike Budiman/Tribunnews.com
Adian Napitupulu usai konferensi pers di Bumi Pospera, Cipinang, Jakarta Timur, Sabtu (25/6/2016) 

21. Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri;

22. Indra Fahrizal, Staf Khusus Menko Polhukam Bidang Ekonomi dan Moneter;

23. Asistensi Deputi Koordinasi Penegakan Hukum Kemenko Polhukam;

24. Adi Warman, Sekretaris Tim Asistensi Hukum Kemenko Polhukam.

Pemerintah Dinilai Anti Kritik

Sementara, Amnesty International Indonesia turut mengomentari dibentuknya tim hukum nasional Kemenko Polhukam.

Dalam keterangan persnya, Amnesty International Indonesia ‎meminta Presiden Jokowi memerintahkan Menko Polhukam Wiranto mengurungkan rencana pembentukan tim hukum nasional.

‎Dengan pembentukan tim khusus yang bertugas mengkaji ucapan tokoh yang dianggap melanggar hukum, Amnesty International Indonesia merasa pemerintah sudah anti-kritik.

Upaya pengawasan tersebut dinilai rawan disalahgunakan untuk membungkam kritik yang sah dari warga negara terhadap pemerintah, dan lebih jauh berpotensi menimbulkan over-kriminalisasi di Indonesia.

"Membungkam kritik, apalagi lewat pemidanaan, sama saja memperparah kompleksitas permasalahan over-kapasitas penjara di Indonesia," ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, Kamis (9/5/2019).

Usman Hamid menilai, ‎keadaan hak atas kemerdekaan menyatakan pendapat di Indonesia sudah terancam dengan berbagai ketentuan pidana tentang pencemaran nama baik.

Salah satu yang bermasalah adalah pasal yang memidanakan penghinaan terhadap pejabat dan lembaga negara.

“Tanpa pengawasan tersebut saja sudah banyak orang yang diproses hukum karena mengkritik otoritas di Indonesia, termasuk ‎presiden," ungkap Usman Hamid.

"Terlebih lagi ada kecenderungan bahwa pengawasan itu untuk menarget tokoh-tokoh yang aktif mengkritik pemerintah pasca pemilihan presiden 17 April," sambungnya.

 "Jika hal ini benar, maka akan merusak kultur politik oposisi yang sehat dan dibutuhkan oleh kehidupan sosial politik kita. Lebih jauh, kebijakan tersebut menjadikan presiden serta pemerintah menjadi anti kritik,” papar Usman Hamid.‎

Halaman
1234
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved