Terdakwa Kasus Meikarta Mantan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin Asuh Bayinya di Dalam Penjara
Neneng Hasanah Yasin, mantan Bupati Bekasi terdakwa kasus suap Meikarta, melahirkan anak keempatnya pada 19 April 2019.
TRIBUNJAKARTA.COM, BANDUNG - Neneng Hasanah Yasin, mantan Bupati Bekasi, melahirkan anak keempatnya pada 19 April 2019.
Terdakwa kasus suap perizinan proyek Meikarta selama menjalani proses persidangan ditahan di Rutan Perempuan Bandung, Jawa Barat.
Perempuan berusia 38 tahun itu dituntut jaksa KPK dengan pidana penjara 7,5 tahun karena bersalah menerima suap Rp 10 miliar dari Meikarta.
Bagaimana dengan bayinya yang baru lahir? Neneng Hasanah Yasin memeliharanya di dalam rutan seperti dilansir Tribun Jabar dalam artikel: Mantan Bupati Bekasi Sudah Melahirkan, Sang Bayi akan Tinggal di Rutan Bersama Ibunya Selama 2 Tahun.
"Bayinya sehat, sekarang ada di Rutan Perempuan Bandung bersama ibunya," ujar Kepala Rutan Perempuan Bandung, Lilis Yuaningsih, Senin (13/5/2019).
Bayi baru lahir memungkinkan berada di dalam ruang tahanan, mengikuti ibunya yang sedang menjalani proses hukum.
Hal tersebut diatur Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan.
PP tersebut mengatur soal bayi berada di kamar tahanan bersama ibunya untuk kepentingan menyusui.
Pasal 28 ayat 4 menyebutkan, anak dari tahanan wanita yang dibawa ke rutan, lapas diberi makanan tambahan sesuai dengan petunjuk dokter, paling lama sampai anak berumur 2 tahun.
Ayat 5, jika anak sudah berumur 2 tahun, harus diserahkan kepada bapak atau sanak keluarganya.
"Anak (bayi) bisa dibawa ke rutan sampai usia dua tahun. Artinya, saat ini Bu Neneng tidur bersama bayinya, tapi sekarang posisinya sedang di poliklinik karena sedang proses pemulihan. Selain itu, kamar Bu Neneng kan di lantai 2, sulit naik turun tangga," ujar Lilis.
Usai menjalani proses pemulihan dari persalinan lewat operasi, kata Lilis, Neneng akan kembali ke kamar tahanannya semula.
"Kalau sudah pulih nanti ke kamar tahanan lagi bersama bayinya karena menyusui, sekamar isinya 14 orang perempuan semua," ujar Lilis.
Menangis di persidangan
Dalam persidangan, Neneng Hasanah Yasin sempat menangis dan menyesal karena menerima uang Rp 10 miliar dari Meikarta.
Untuk tersebut ia terima lewat perantara Edi Dwi Soesianto dan Satriyadi.
Uang suap tersebut terkait penandatanganan Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) seluas 83,6 hektare untuk proyek Meikarta.
Pemberian uang bertahap selama Juli sampai November 2017 via stafnya, EY Taufik.
Sedari awal, EY Taufik berhubungan dengan Edi dan Satriyadi. Uang Rp 10 miliar juga berasal dari kedua orang itu.
"EY Taufik datang ke saya dan mengatakan Pak Edi dan Satriyadi mau memberikan Rp 20 miliar untuk pengajuan IPPT lahan seluas 400 hektare untuk Meikarta," ujar Neneng di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Bandung, Rabu (10/4/2019).
"Saya bilang jalankan saja prosedurnya," imbuh dia seperti dilansir Tribun Jabar dalam artikel: Dijanjikan Rp 20 M, Baru Terima Rp 10 M, Setelah Dibui Mantan Bupati Bekasi Itu Nangis dan Menyesal.
Neneng mengakui bertemu Edi dan Satriyadi, tapi tidak ada pembicaraan soal uang.
"Bicara uang hanya dengan EY Taufik. Yang menyampaiman Rp 20 miliar EY Taufik," kata Neneng.
Dari pengajuan seluas 400 hektare, ternyata IPPT yang ditandatangani Neneng hanya 83,6 hektare.
Setelah IPPT terbit, EY Taufik menemui Neneng dan membahas soal janji pemberian uang tersebut.
"Prinsipnya EY Taufik yang bilang mau ngasih uang Rp 20 miliar, ya kenapa enggak."
"Tentunya saya berpikir bahwa dia kecewa juga karena IPPT yang disetujui hanya 83,6 hektare," kata Neneng.
Setelah penandatanganan IPPT pada 12 Mei 2017 itu, uang diserahkan namun tidak sesuai perjanjian yakni Rp 20 miliar.
"Saya nggak bisa paksa, itu berjalan saja. Saya cuma terima Rp 10 miliar itu. Penyerahannya bertahap," kata Neneng.
Di akhir persidangan, Neneng sempat menangis menyesali perbuatannya.
Saat ini ia sudah mengundurkan diri dari Bupati Bekasi dan tidak ingin kembali berkarier sebagai pejabat publik.
"Tidak ingin kembali jadi bupati atau jabatan publik lainnya, termasuk jabatan politik, tidak mau. Saya sangat menyesal, saya merasa bersalah," ujar dia.