Kesal, Warga Nekat Main Layangan dan Hal Ekstem di Dekat Bandara Soekarno-Hatta
Warga Rawa Rengas, kosambi, Kabupaten Tangerang, nekat melakukan hal ekstrem dan berbahaya di dekat Bandara Soekarno-Hatta.
Penulis: Ega Alfreda | Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Ega Alfreda
TRIBUNJAKARTA.COM, TANGERANG - Warga Rawa Rengas, kosambi, Kabupaten Tangerang, nekat melakukan hal ekstrem dan berbahaya di dekat Bandara Soekarno-Hatta.
Seperti bermain layang-layang, membakar ban dan kayu di Jalan Perimeter Utara hingga menciptakan kepulan asap hitam, dan menutup Jalan Perimeter Utara.
Kegiatan tersebut terlarang karena dapat mengganggu aktivitas penerbangan contohnya bermain layang-layang dan menerbangkan drone.
Mereka berbuat itu lantaran kekesalan warga sudah memuncak sejak protes imbas pembanguan Runway 3 Bandara Soekarno-Hatta yang tidak diindahkan Angkasa Pura II.
"Aksi unjuk rasa ini agak ekstreme karena ada pembakaran ban di beberapa titik, ada juga penaikan layang-layang dari anak-anak. Artinya itu kemarahan warga yang sudah memuncak," jelas koordinator aksi, Wawan Setiawan kepada TribunJakarta.com, Senin (24/6/2019).
Apalagi, lanjut Wawan, setelah turunnya surat dari Pengadilan Negeri Tangerang kepada warga RW 15 Desa Rawa Rengas, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang untuk segera mengosongkan lahan mulai 1 Juli 2019.
Menurut Wawan tindakan ekstrem itu juga bentuk nyata dari ancaman warga saat unjuk rasa di depan PN Tangerang bulan Maret lalu bila tidak ada tindak lanjut dari Angkasa Pura II.
"Kan peringatan dari warga, intinya kalau AP II dan pengadilan memaksakan kehendaknya sendiri dan memaksakan kehendak hukum, ini kami dirugikan sekali. Ini bener kemarahan masyarakat memuncak akhirnya ada pembakaran ban di beberapa titik dan kenaikan layangan," tegas dia.
Tapi Wawan mengaku tidak bisa mengatur kapan anak-anak dan warga untuk main layang-layang karena hal itu dilakukan oleh anak-anak.
Wawan mengaku yang dapat ia lakukan hanyalah mencabut larangan bermain layang-layang dekat Bandara Soekarno-Hatta.
"Kalau masalah itu saya sendiri tidak bisa koordinir, itu saya larikan lagi ke masyarakat. Karena itu pun ide layang-layang kan anak-anak dan pembakaran itu kan dari masyaralat emosi yang tak terbendung," kata Wawan.
Sebelumnya, Jalan Perimeter Utara Bandara Soekarno-Hatta ditutup paksa oleh warga Rawa Rengas, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang.
Penyekatan paksa oleh warga tersebut merupakan bentuk nyata warga Rawa Rengas yang menuntut keadilan pihak PT. Angkasa Pura II soal pembangunan Runway 3 Bandara Soekarno-Hatta.
Pantauan TribunJakarta.com, Jalan Perimeter Utara dari ujung M1 hingga titik tengah perimeter ditutup warga menggunakan tumpukan kayu, potongan pohon pisang, hingga sepeda motor yang di taruh di tengah jalan.
Spanduk besar berwarna kuning pun menghiasai Jalan Perimeter Utara Bandara Soekarno-Hatta bertuliskan jeritan warga yang terdampak pembangunan Runway 3.
"Harga Mati.....!!!!! Bayarkan hak kami, eksekusi bukan solusi jika terjadi... Bahkan kami siap mati untuk pertahankan tanah kelahiran kami," tulisan di spanduk unjuk rasa warga di Jalan Perimeter Selatan.
Menurut Wawan, selama pembangunan Runway 3, warga Rawa Rengas dirugikan bukan hanya dari segi materi.
Mereka juga tidak dapat hidup tenang dan damai imbas dibangunnya proyek nasional tersebut seperti panas menyengat hingga banjir melanda bila turun hujan walau sebentar.
"Ketika panas gini ngebulnya panasnya minta ampun. Terus kedua ketika ini hujan, wilayahnya kami becek dan banjir," keluh Wawan.
Diketahui sebagian tanah tersebut memang tanah sengketa dari beberapa pihak sehingga warga RW 15 tersendat pembebasan lahan mereka.
Kata Wawan, terdapat setidaknya 145 kepala keluarga, dan sekira 715 jiwa di RW 15 yang terdampak pembangunan Runway 3 Bandara Soekarno-Hatta.
"Intinya kami tidak bicara lagi masalah harga, bagaimana pembangunan ini bisa cepat selesai dan kami bisa cepat pindah. Tuntutan dari warga ya itu, tanah tanah kami ini bersengketa dengam orang lain maka kami minta supaya hak terhadap bangunan kami ini dibayarkan terlebih dahulu itu solusi terbaik," ujar Wawan.