Pilpres 2019
MK Patahkan Keterangan Jaswar Koto, Ahli Prabowo-Sandi yang Bandingkan Hasil Pilpres dengan DPD
Mahkamah Konstitusi menyinggung argumen ahli yang dibawa tim hukum Prabowo-Sandiaga, Jaswar Koto. Argumentasinya dipatahkan MK.
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Dalil permohonan Prabowo-Sandi yang membandingkan hasil suara Pilpres 2019 dengan DPD di beberapa daerah dipertanyakan.
Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) juga menyinggung argumen ahli yang dibawa tim hukum Prabowo-Sandiaga, Jaswar Koto, mengenai hal itu.
Adapun tim hukum Prabowo-Sandiaga mempersoalkan perbedaan suara sah pilpres dan DPD di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur yang berbeda jauh.
"Setelah Mahkamah memeriksa, kenapa pemohon memilih hasil pemilihan DPD dan gubernur sebagai angka pembanding dengan pilpres?" ujar hakim Arief Hidayat dalam sidang putusan sengketa hasil Pilpres 2019, Kamis (27/6/2019).
"Padahal dalam konteks pemilu serentak, tidak ada alasan untuk tidak menggunakan hasil pemilihan DPR di masing provinsi," imbuh Arief dilansir Kompas.com dengan judul MK Pertanyakan Ahli Prabowo-Sandiaga yang Bandingkan Hasil Pilpres dengan DPD.
Hidayat dalam sidang putusan sengketa pilpres di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Kamis (27/6/2019).
Arief mengatakan, dalam konteks pemilu serentak, hasil pilpres tidak bisa dibandingkan dengan pileg DPD.
Sebab, kedua jenis pemilu tersebut berada pada tingkatan berbeda.
Pemilih pada pileg DPD hanya berasal dari provinsi tersebut, sedangkan pilpres tidak.
Seharusnya, hasil pilpres dibandingkan dengan pileg DPR yang sama-sama tingkat nasional.
"Ketika pertanyaan ini diajukan ke ahli pemohon Jaswar Koto, secara sederhana yang bersangkutan menyebut tidak memiliki data mengenai hasil pemilu DPR."
"Padahal semua data dari hasil pemilu serentak tersedia sebagaimana halnya ketersediaan data pilpres dan pileg DPD," Arief menambahkan.
Menurut majelis hakim, alasan Jaswar Koto yang tidak memiliki data hasil pileg DPR untuk dibandingkan tidak beralasan.
Majelis Hakim juga beranggapan pendapat ahli Jaswar Koto meruntuhkan argumen tim hukum Prabowo-Sandiaga dalam gugatannya.
"Menyebabkan seluruh bangunan argumentasi ahli pemohon sulit dipertahankan. Akibatnya hal itu berlaku pada dalil pemohon yang di dalam pemohonannya menggunakan logika yang persis sama dengan logika yang diajukan oleh ahli pemohon," ujar Arief.
Sempat trending
Nama Jaswar Koto sempat dicari banyak warganet di mesin pencarian Google.
Di laman Google Trends Indonesia, Kamis (20/6/2019) sore, Jaswar Koto menempati posisi pertama sebagai keyword paling banyak dicari.
Jaswar Koto mencuat namanya setelah menjadi ahli yang dihadirkan tim hukum Prabowo-Sandi dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di MK, Kamis (20/6/2019) dini hari.
Saat itu, Jaswar Koto menjelaskan soal situng milik KPU.
Menurutnya, ada pola kesalahan input data pada situng KPU.
Pola kesalahan itu merugikan pasangan capres-cawapres nomor urut 02.
Bahkan, Jaswar Koto menyebut sistem situng cenderung mengurangi suara pasangan Prabowo-Sandi dan menggelembungkan jumlah perolehan suara Jokowi-Maruf Amin.
"Pola kesalahan hitung pada Situng mengacu pada penggelembungan suara 01 dan pengurangan pada (suara) 02," ujar Jaswar Koto.
Guna mendukung pernyataannya itu, Jaswar Koto sempat memaparkan analisisnya.
Jaswar Koto mengaku memilih 63 TPS secara acak.
Di TPS tersebut, terjadi kesalahan input data yaitu perbedaan antara data angka di Situng dengan rekapitulasi formulir C1 milik KPU.
Ia mengatakan ada kesalahan input data berupa pengurangan suara Prabowo-Sandi sebesar 3.000 suara dan penambahan jumlah perolehan suara pasangan Jokowi-Maruf sebesar 1.300 suara.
Sebagai validasi, analisis itu juga dilakukan olehnya sebanyak dua kali.
"Ini pola kesalahan, meski KPU bilang sudah diperbaiki. Dua kali kami menganalisa polanya 01 dimenangkan, 02 diturunkan," ujarnya.
Dilansir dari TribunJambi.com, Jaswar Koto ternyata memiliki jejak karir sebagai akademisi dan ahli yang terbilang mentereng.
Sejatinya, ia ahli di bidang teknik perkapalan dan pengeboran minyak lepas pantai (offshore).
Begitu menurut curriculum vitae (CV) yang dipublikasikan International Society of Ocean, Mechanical & Aerospace atau ISOMAse di laman ISOMAse.org.
ISOMAse adalah organisasi internasional dalam bidang sains dan teknik dalam bidang kelautan, mekanikal, dan aerospace.
Ternyata, gelar akademis yang didapat Jaswar Koto pun bukan dari kampus sembarangan.
Pria yang kini menetap di Osaka, Jepang ini tercatat memperoleh gelar S1 sampai S3 dari tiga perguruan tinggi yang berbeda.
Pada 1994, Jaswar Koto lulus dari studi fisika di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS).
Ia kemudian mendapatkan gelar magister manajemennya dari Notre Dame University, Australia.
Gelar magisternya itu diperoleh pada 2000.
Pada 2004 ia mendapatkan gelar doktor dalam bidang engineering, aerospace, and ocean engineering, school of engineering dari Saka Prefecture University, Jepang.
Sebut Ada 27 Juta 'Ghost Voters'
Selain membahas soal Situng KPU, Jaswar Koto menyebut ada 27 juta pemilih siluman atau ghost voters dalam Pemilu 2019.
Angka tersebut didapat setelah dia merunutkan temuan-temuannya dan dipertegas oleh ketua tim hukum 02, Bambang Widjojanto.
"Apakah setelah Bapak meneliti di 21 provinsi dan di sekian banyak kabupaten, ditemukan angka yang baru dua hari lalu ada 27 juta ghost voters itu, Pak?" ujar Bambang.
Jaswar Koto mengatakan, mulanya dia menemukan 22 juta ghost voters setelah menganalisa 89 juta populasi pemilih.
Ghost voters dia identifikasi jumlah NIK ganda, pemilih di bawah umur, dan kode kecamatan ganda.
Namun, angka ghost voters bertambah setelah Jaswar menganalisa lebih banyak populasi.
"Sekarang yang 27 juta itu dari 110 juta populasi yang kami analisa," kata Jaswar.
Jaswar mengatakan, jumlah tersebut bisa bertambah lagi jika jumlah populasinya juga bertambah.
Dalam sidang itu, Bambang bertanya sumber data yang digunakan Jaswar untuk mengidentifikasi ghost voters ini.
Jaswar mengaku mendapatkan data tersebut dari yang dipublikasikan oleh KPU.
Dia juga mempresentasikan beberapa sample data pemilih di bawah umur, NIK ganda, dan kode kecamatan ganda yang dia miliki.
Menurut Jaswar, hal itu bisa dilihat dari kode NIK pemilih.
Informasi mengenai tangal, bulan, dan kelahiran pemilih bisa dilihat dari angka dalam NIK tersebut.
Berdasarkan data yang ditunjukannya, Jaswar menyebut ada pemilih dalam DPT KPU yang masih berumur 1 tahun.
Pemilih semacam ini yang dia maksud masuk dalam kategori ghost voters. (Kompas.com/Tribun Jabar/Tribun Jambi)