Pencari Suaka di Mata Warga Kalideres: Menu Sarapan Aneh, Suka Tawar Harga dan Rebutan Stop Kontak
Warga sekitar gedung eks Kodim di Jalan Bedugul, Kalideres, Jakarta Barat memiliki beragam cerita mengenai sikap para pencari suaka.
Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Elga Hikari Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, KALIDERES - Warga sekitar gedung eks Kodim di Jalan Bedugul, Kalideres, Jakarta Barat memiliki beragam cerita mengenai sikap para pencari suaka.
Ada yang menolak keberadaan mereka karena dianggap mengganggu ketertiban.
Namun ada pula yang merasa kasihan dan tak tega.
Terhitung, sudah dua pekan lebih sekitar 1200 pencari suaka ditempatkan di gedung ini.
Satu diantara warga yang memiliki cerita dengan para pencari suaka yakni Dedeh, pedagang yang berjualan jus di sekitar gedung pengungsian.
Dikatakan Dedeh, kala pencari suaka baru ditempatkan di gedung pengungsian, ia merasa bingung dan aneh dengan kebiasaan sarapan para pengungsi asal Afghanistan.
Penyebabnya, karena para pencari suaka itu minta dibuatkan jus pisang sebagai bekal sarapannya.
Diketahui, meski para pencari suaka di pengungsian mendapat jatah makan dua kali, namun hanya untuk makan siang dan malam.
Alhasil, pada pagi hari, pencari suaka yang kelaparan tak sedikit yang mendatangi sejumlah warung di sekitar pengungsian mencari sarapan.
"Awalnya saya kaget, kok pagi-pagi mintanya jus pisang. Padahal saya juga jual makanan, tapi dia enggak mau, maunya jus pisang," kata Dedeh kepada TribunJakarta.com, Jumat (26/7/2019).
Dedeh yang tak menyediakan buah pisang di warungnya pun terpaksa membeli pisang di lapak tak jauh dari tempatnya berjualan.
"Akhirnya saya beli dulu pisangnya, terus dibikinin jadi jus dan mereka pada minumnya lahap banget," kata Dedeh.
Suka Tawar Harga
Dedeh mengatakan tak sedikit para pencuri suaka itu menawar harga ketika hendak membeli dagangannya.
Bahkan, ia menyebut harga yang mereka minta sangat rendah. Jangankan untuk sekadar menutupi modal, yang ada malah bisa membuatnya rugi.
"Saya kan jualnya itu Rp 10 ribu jusnya, nah mereka itu suka pada nawar kalau Rp 5 ribu boleh enggak, malah ada juga yang minta Rp 3 ribu," kata Dedeh.
Dedeh mengatakan dia bukannya tak mau membantu para pencari suaka. Namun, sebagai pedagang ia juga harus mendapatkan pemasukan.
"Kadang saya kasihan sama mereka, ada yang pada bengong aja mungkin pada stres mikirin nasibnya, ada juga yang bilang belum makan dari kemarin karena yang penting anak sama istrinya dapat makan, pokoknya macam-macam lah ceritanya," kata Dedeh.
Selain soal jus pisang sebagai menu sarapan, Dedeh menyebut ada pengalaman lucu lagi dengan para pencari suaka.
Kali ini, terkait masalah stop kontak di warungnya yang dimanfaatkan pencari suaka untuk mencharge ponsel mereka.
"Waktu itu pas baru hari pertama karena lihat ada colokan nganggur, ada yang numpang ngecharge, yaudah saya kasih kan. Eh ternyata mereka pada ngasih tahu ke teman-temannya hingga pada ngumpul disini," kata Dedeh.
"Tapi karena makin lama kok makin penuh sama mereka yang numpang ngecharge. Saya kan jadi riweuh ya, namanya saya dagang kan ada juga yang pada mau beli kesini, makanya setelah itu saya bilang aja enggak ada colokan," kata Dedeh sembari tertawa.
Pengungsi Pilih Beli Tenda Rp 350 Ribu Tinggal di Gedung Eks Kodim Jakarta Barat

Tenda gunung semakin banyak didirikan para pengungsi di gedung eks Kodim Jakarta Barat.
Pantauan wartawan TribunJakarta.com, tenda gunung berkapasitas 2 sampai 3 orang itu terlihat di hampir seluruh area pengungsian yang berada di Jalan Bedugul, Kalideres, Jakarta Barat.
Mulai dari halaman, gedung utama yang terdiri dari dua lantai, paviliun, hingga di dalam tenda milik Dinas Sosial DKI Jakarta dan Kementerian Sosial tampak berjejer tenda gunung milik para pengungsi.
Salah seorang pengungsi asal Afghanistan, Anwar, mengatakan tenda gunung itu dibeli di Pasar Senen, Jakarta Pusat seharga Rp 350.000.
"Itu beli di Pasar Senen, bayar Rp 350.000, nanti ada perwakilan dari kami yang belanja kesana, jadi tidak semua berangkat," kata Anwar yang sudah cukup fasih berbahasa Indonesia, Senin (22/7/2019).
Anwar mengatakan para pengungsi memang lebih nyaman tidur dan beristirahat di dalam tenda gunung.
Sebab, selain privasinya lebih terjaga dan dapat digunakan tempat untuk menyimpan barang bawaan mereka, tenda gunung juga mampu melindungi dari serangan nyamuk.
"Iya lebih nyaman di tenda daripada di luar," kata Anwar.
Pencari Suaka Kecewa UNHCR Hanya Cek Pengungsian Tanpa Mendata
Kedatangan petugas UNHCR yang hanya beberapa saat ke pengungsian disayangkan para pencari suaka.
Pantauan wartawan TribunJakarta.com, tiga orang petugas UNHCR itu hanya berada sekira 15 menit di pengungsian.
Kedatangan mereka hanya mengecek setiap ruangan yang ada di pengungsian.
Selama berada di pengungsian, para petugas UNHCR itu didampingi petugas kepolisian dan juga Satpol PP yang bertugas disini.
Pertama, mereka mengecek gedung dua lantai yang menjadi tempat peningapan pengungsi.
Kemudian, mereka mengecek area belakang pengungsian.
Para pengungsi pun membuntuti para petugas untuk minta didata dan kepastian akan nasib mereka.
Namun, tak ada penjelasan yang diberikan petugas UNHCR.
Petugas UNHCR itu pun hanya memanggil beberapa perwakilan pengungsi ke posko tiga pilar yang ada di seberang pengungsian.
Sementara pengungsi lainnya dilarang ke luar gedung. Pintu gerbang dikunci agar mereka tak mengerubungi petugas UNHCR.
Petugas UNHCR pun tak mau memberikan pernyataan kepada awak media terkait kedatangan mereka. Mereka malah langsung meninggalkan lokasi pengungsian.
"UNHCR itu mau apa kesini kalau hanya sebentar, mereka juga tidak mendata kami," kata Ali pengungsi asal Somalia di gedung pengungsian, Jalan Bedugul, Kalideres, Jakarta Barat, Senin (22/7/2019).
Ali mengatakan hari ini sudah dua kali petugas UNHCR mendatangi pengungsian.
Namun sama seperti kedatangan siang ini, pada pagi hari tadi petugas UNHCR juga hanya memantau kondisi di pengungsian.
"Hari ini dua kali kesini, tapi sama juga tidak ada apa-apa, kemarin-kemarin malah tidak kesini," keluhnya.
Pengungsi Afghanistan dan Somalia Terlibat Keributan di Pengungsian, Kedua Kubu Saling Lempar Batu
Sempat terjadi keributan antar pengungsi dari dua negara di gedung pengungsian Jalan Bedugul, Kalideres, Jakarta Barat, Minggu (21/7/2019) kemarin.
Petugas Tagana Jakarta Barat yang menjadi saksi mata, Iwan, mengatakan, keributan bermula saat pengungsi dari Afghanistan yang sedang mengantre air wudhu tiba-tiba diserobot oleh pengungsi asal Somalia.
"Itu emang sudah sering saling serobot, enggak cuma pas ambil wudhu tapi juga pas berebut air bersih," kata Iwan saat dikonfirmasi TribunJakarta.com, Senin (22/7/2019).
Iwan mengatakan keributan antara dua pengungsi itu ternyata memancing emosi para pengungsi lain dari kedua negara.
Bahkan, beberapa pengungsi sempat saling lempar batu hingga melukai empat pengungsi dari kedua belah pihak.
"Tapi enggak sampai luka parah, hanya luka ringan saja dan sudah dibawa ke klinik yang ada di pengungsian," tuturnya.
Saat ini, Iwan menyebut kondisi di pengungsian sudah kembali kondusif setelah dua pengungsi yang menjadi sumber keributan dipanggil petugas untuk berdamai.
Diketahui, para pengungsi memang kerap tak sabar mengantre.
Tak hanya soal air bersih, namun hal tersebut juga terlihat saat mereka berebut jatah makanan.
Bahkan, saat awal dipindahkan ke gedung pengungsian ini, mereka juga sempat menghadang mobil UNHCR lantaran emosi belum didata oleh petugas UNHCR.
Cerita Pengungsi Asal Somalia Hingga Bisa Berada di Indonesia
Pengungsi yang ditampung di gedung eks Kodim Jakarta Barat tak hanya berasal dari negara timur tengah.
Ada juga pengungsi yang berasal dari negara di benua Afrika.
Satu diantaranya yakni Mahmud (19) pengungsi asal Somalia.
Mahmud mengatakan telah berada di Indonesia sejak lima tahun silam.
Tanpa sanak keluarganya, Mahmud memberanikan diri bergabung bersama beberapa pengungsi lain yang keluar dari negaranya lantaran trauma akan konflik tak berkesudahan.
"Keluarga saya sudah pada meninggal terkena bom di Somalia, saya hanya sendiri saja," kata Mahmud saat berbincang dengan TribunJakarta.com di Musala gedung penampungan di Jalan Bedugul, Kalideres, Jakarta Barat, Senin (15/7/2019).
Mahmud menceritakan perjuangannya cukup berat hingga akhirnya bisa berada di Indonesia.
Tak hanya melalui jalur udara, ia juga mengarungi lautan hingga akhirnya masuk ke Indonesia melalui Medan, Sumatera Utara.
Dari Medan, ia kemudian melanjutkan perjalananan ke Jakarta melalui jalur lintas Sumatera dan menyeberangi Selat Sunda.
"Dari Somalia saya naik pesawat ke Malaysia, kemudian naik kapal laut dua hari untuk tiba di Medan," kata Mahmud yang kemampuan bahasa Indonesianya sudah cukup lancar.
Mahmud mengatakan transit di Indonesia lantaran mengetahui negara ini memiliki kantor perwakilan PBB untuk para pengungsi yakni UNHCR.
Awalnya, ia berharap dengan begitu maka prosesnya untuk mendapatkan suaka di Australia bisa lebih mudah.
"Tapi ternyata sampai sekarang belum juga (dapat suaka)," kata Mahmud.
Lima tahun berada di Indonesia, Mahmud menyebut cukup betah berada disini kendati hidupnya tak menentu.
Pasalnya, ia mengaku lebih tenang ketimbang harus terus merasakan konflik tak berkesudahan di negara asalnya.
"Disini enak, kondisinya aman dan tidak ada perang. Orang Indonesia juga baik-baik, saya cinta Indonesia," kata Mahmud.
Para Pengungsi di Eks Kodim Jakarta Barat Kecewa dengan Petugas UNHCR
Para pengungsi di gedung eks Kodim Jakarta Barat mengaku kecewa dengan para relawan UNHCR.
Sebab, relawan UNHCR yang seharusnya bertanggungjawab terhadap nasib mereka dianggap lepas tangan.
Yusuf (32) salah seorang imigran asal Afghanistan mengatakan hal itu terlihat dari tidak adanya relawan UNHCR di gedung pengungsian.
Padahal, ia dan para pengungsi lainnya membutuhkan relawan UNHCR untuk minta diregister.
"Mereka itu tidak ada sejak kemarin," kata Yusuf di gedung penampungan, Jalan Bedugul, Kalideres, Jakarta Barat, Senin (15/7/2019).
Yusuf mengatakan para pengungsi memang sempat menahan mobil petugas UNHCR pada Jumat (12/7/2019) lantaran geram belum juga diregister oleh UNHCR.
"Ya kami sudah antri tapi belum juga diregister mereka sudah pergi," ujarnya.
Yusuf mengatakan sekali pun petugas UNHCR datang, mereka terkesan tak mau memenuhi permintaan pengungsi.
"Mereka itu tidak berani kalau sendiri, beraninya ramai-ramai karena tidak bisa penuhi keinginan kami," kata Yusuf.
Pantauan wartawan TribunJakarta.com, sejak siang hingga sore hari ini memang belum terlihat petugas UNHCR.
Keberadaan petugas UNHCR sendiri cukup mudah dikenali lantaran mereka mengenakan rompi berwarna biru bertuliskan UNHCR.
Saat ini para pengungsi pun masih menunggu kedatangan petugas UNHCR di gedung penampungan.
Pengungsi Minta Warga Mengerti Keadaan Mereka

Spanduk penolakan terhadap keberadaan pengungsi banyak terpasang di sekitar Kantor eks Kodim Jakarta Barat yang menjadi lokasi penampungan sementara.
Spanduk tersebut mengatasnamakan warga komplek di sekitar lokasi tersebut.
Menanggapi itu, para pengungsi yang berada di tempat ini pun berharap warga mementingkan asas kemanusiaan terhadap keberadaan mereka.
Furqon (22), salah seorang pengungsi asal Afghanistan berharap warga sekitar lebih bijak dalam memahami yang dialami pengungsi.
Sebab, ia dan para pengungsi sejatinya juga tak ada yang mau berada di situasi seperti ini.
"Ya mau bagaimana, situasi kita memang seperti ini, kita juga tidak mau seperti ini," kata Furqon di gedung penampungan, Jalan Bedugul, Kalideres, Jakarta Barat, Senin (15/7/2019).
Karenanya, ia menyebut warga Indonesia seharusnya beruntung tinggal di negara yang aman, mengingat kondisi seperti ini tak mungkin terjadi di negara asalnya.
"Indonesia beruntung tidak ada perang, tidak seperti di negara saya," katanya.
Sementara itu, Ali, yang juga berasal dari Afghanistan, mengaku kaget dengan adanya spanduk penolakan tersebut.
Terlebih, selama berada disini, ia menyebut tak pernah mengganggu warga sekitar.
Ali yang telah enam tahun tinggal di Indonesia juga mengaku belum pernah menerima penolakan dari warga secara langsung.
Ia pun menyebut warga Indonesia sangat baik lantaran kerap membantu ia dan para pengungsi lain sewaktu hidup mengemper di sekitar Kantor Rudenim Jakarta, yang juga berada di kawasan Kalideres, tak jauh dari gedung penampungan ini.
"Saya tidak pernah ditegur warga, mereka semua baik-baik sama kita, mungkin ada yang keberatan ya memang kondisi kita seperti ini, harusnya mereka bersyukur tinggal di negara aman, tidak seperti di negara saya," kata Ali.
Dua Pengungsi Asing Dibawa ke Rumah Sakit

Hari kelima berada di pengungsian, masih banyak pengungsi yang mengalami kendala terkait kondisi kesehatannya.
Pantauan wartawan TribunJakarta.com, para pengungsi mengantre di pelayanan kesehatan yang dibuka di dalam gedung Eks Kodim Jakarta Barat di Jalan Bedugul, Kalideres, Jakarta Barat.
"Sejak dibuka Pukul 09.00 WIB hingga saat ini sudah ada 190 pasien yang datang," kata dokter dari Puskesmas Kalideres, Cindy Sanders yang memeriksa kondisi pengungsi, Senin (15/7/2019).
Kendati angka tersebut menurun dibanding hari pertama dibukanya layanan ini yang mencapai 1000-an pengungsi yang mengeluhkan kondisi kesehatannya, Cindy menyebut mayoritas keluhan mereka masih sama.
"Keluhannya seperti diare, mual, muntah, demam, infeksi saluran pencernaan hingga batuk pilek dan sakit perut," ujarnya.
Bahkan, untuk hari ini ada dua pengungsi yang harus dilarikan ke RSUD Cengkareng untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.
"Karena dehidrasi, diare dan muntah. Satunya pasiennya itu anak-anak," kata Cindy.
Pemkot Jakarta Barat Bakal Copot Spanduk Penolakan Terhadap Pengungsi di Kalideres

Wakil Wali Kota Jakarta Barat, Muhammad Zen meminta jajarannnya untuk mencopot spanduk penolakan warga terhadap para pengungsi.
"Saya akan instruksikan kepada lurah agar nanti spanduk penolakan dicopot," ujar Zen saat meninjau pengungsi di Gedung eks Kodim Jakarta Barat di Jalan Bedugul, Kalideres, Jakarta Barat, Senin (15/7/2019).
Zen mengatakan, pihaknya juga akan memberikan pemahaman kepada warga yang menolak keberadaan pengungsi di tempat ini.
"Sementara kalau ada penolakan, itu tugas kami, walikota, camat, lurah, RT/RW, untuk bisa mengajak warga sekitar untuk peduli ya," kata Zen.
"Mereka juga kan nggak mau kayak gini, nasibnya seperti ini. Ini tugas kita, sama sama manusia, kita bantu. Prinsip kita, mereka akan kita bantu. Sampai kapannya, itu kebijakan pimpinan yang di atas," lanjutnya.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah spanduk penolakan terhadap keberadaan pengungsi semakin banyak dipasang di sekitar Gedung Eks Kodim Jakarta Barat di Jalan Bedugul, Kalideres, Jakarta Barat.
Pantauan wartawan TribunJakarta.com, spanduk penolakan itu kini tak hanya terpasang di depan kantor pengungsian saja.
Namun di seluruh akses Komplek Daan Mogot Baru juga terpasang spanduk penolakan tersebut.
Spanduk tersebut diantaranya bertuliskan "Kami warga Komplek Daan Mogot Baru menolak tempat penampungan imigran di komplek kami".
Selain itu, ada juga spanduk penolakan yang tulisannya cukup keras menyebut bahwa urusan imigran bukan urusan warga perumahan tersebut.
"Boss, pengungsi imigran urusan pemerintah-UNHCR, bukan urusan komplek perumahan. #Tolakpengungsidiperumahan", tertulis salah satu spanduk yang terpasang di depan gedung pengungsian.
Spanduk Penolakan Imigran Makin Banyak Terpasang di Sekitar Gedung Pengungsian

Spanduk penolakan terhadap keberadaan pengungsi asing semakin banyak dipasang di sekitar Gedung Eks Kodim Jakarta Barat di Jalan Bedugul, Kalideres, Jakarta Barat
Pantauan wartawan TribunJakarta.com, spanduk penolakan itu kini tak hanya terpasang di depan kantor pengungsian saja.
Namun di seluruh akses Komplek Daan Mogot Baru juga terpasang spanduk penolakan tersebut.
Spanduk tersebut diantaranya bertuliskan "Kami warga Komplek Daan Mogot Baru menolak tempat penampungan imigran di komplek kami".
Selain itu, ada juga spanduk penolakan yang tulisannya cukup keras menyebut bahwa urusan imigran bukan urusan warga perumahan tersebut.
"Boss, pengungsi imigran urusan pemerintah-UNHCR, bukan urusan komplek perumahan. #Tolakpengungsidiperumahan", tertulis salah satu spanduk yang terpasang di depan gedung pengungsian.
Ada pula spanduk penolakan yang meminta kepada Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan bahwa komplek perumahan bukanlah tempat bagi menampung para pengungsi.
"YTH. Bapak Gubernur, ini komplek perumahan bukan tempat penampungan. Banyak tempat lain yang lebih layak," ujar spanduk yang tertulis dari warga DKI yang menolak pengungsi.
• Wacana Pemutaran Lagu di Lampu Merah di Kota Depok, Pengendara Minta Lagu Dangdut
• Julio Banuelos Minta Skuat Persija Jakarta Waspadai Pencetak Gol Terbanyak Liga 1 2019 Ciro Alves
• Demi SMP Negeri, Orangtua Siswa Rela Kehilangan Uang Akibat Hangusnya Biaya Daftar Sekolah Swasta
• Tikam Kekasih Gelap Istrinya Hingga Tewas, Pelaku Terancam Hukuman Mati
• Link Live Streaming dan Sinopsis Cinta Suci Senin 15 Juli 2019: Ririn dan Yudha Jadi Menikah?
Keberadaan pengungsi memang dikeluhkan warga sekitar lantaran dianggap menggangu ketertiban umum.
Terlebih, keberadaan pengungsi di wilayah Kalideres memang bukan hal baru.
Sejak setahun silam, banyak pengungsi asal timur tengah maupun Afrika yang hidup mengemper di sekitar kantor Rudenim Jakarta yang lokasinya hanya berjarak sekitar 1 kilometer dari gedung pengungsian ini.
"Ini sudah dari hari Sabtu banyak dipasang spanduk penolakan. Kemarin juga sempat ada warga yang protes karena keberatan dengan adanya pengungsi," kata Saifudin, pedagang yang berjualan di sekitar gedung pengungsian, Senin (15/7/2019).