Polisi Tembak Polisi
Polisi Tembak Polisi, Masinton Nilai Tak Ada Pembinaan Rutin Bagi Pemegang Senjata, Ini Analisanya
Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu menilai tak ada pembinaan rutin bagi pemegang senjata di kasus polisi tembak polisi.
Penulis: Kurniawati Hasjanah | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
TRIBUNJAKARTA.COM - Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu angkat bicara mengenai kasus polisi tembak polisi.
Hal tersebut disampaikannya saat menjadi narasumber di program acara Apa Kabar Indonesia Malam dilansir TribunJakarta.com dari kanal YouTube Tv One pada Senin (29/7/2019).
Mulanya, Masinton menyatakan kasus polisi tembak polisi ini bukanlah pertama kali terjadi.
"Sebelumnya ada bawahan yang menembak bosnya, polisi tembak temannya, bahkan ada pula anggota brimob yang menembak tiga orang sekaligus," ucap Masinton.
Masinton mengatakan, adanya berbagai fenomena tersebut mengharuskan pihak kepolisian mengurai kejadian tersebut.
• Temani Jokowi Makan Siang Bersama Jurnalis, Cara Salaman Jan Ethes Ramai Diperbincangkan
• Dijahili Ashanty, Asisten Rumah Tangga Nangis Istri Anang Hermansyah Tetiba Pingsan & Kejang-kejang
Berbagai kejadian mengenai polisi tembak polisi, lanjut Masinton, itu semakin meningkat tiap tahun.
"Kita enggak bisa lagi melihat fenomena ini kasus per kasus. Harus ada langkah komprehensif dari kepolisian mengenai mengapa fenomena ini terus terjadi," jelas Masinton.
Simak Videonya:
Masinton memaparkan, ketika ia rapat bersama Kapolri terdapat penyampaian soal jumlah anggota kepolisian yang belum ideal.
• Beda Harga Hampir Rp 1 Juta, Intip Spesifikasi Lengkap Samsung Galaxy M20 dan Galaxy M30
• Terungkap Sosok Calon Menteri Kabinet Kerja Jilid II, Seusai Jokowi Bertemu Prabowo
"Proporsinya itu 300 - 400 berdasarkan standar internasional, tetapi polisi kita masih 1 : 500," ungkap Masinton.
Masinton menuturkan, adanya hal tersebut memungkinkan adanya dugaan stress yang dialami kepolisian dan aspek kesejahteraan.
Follow Juga:
"Tapi disisi lain penggunaan senjata di internal polisi sebenarnya udah jelas diatur dalam aturan Kapolri. Penggunaannya itu kapan waktunya dan bagaimana menggunakannya," beber Masinton.
Meski terdapat aturan penggunaan, Masinton menilai masih ada kelemahan terkait hal tersebut.
• Nekat Pesta Besar-besaran Saat Nikahi Ussy Sulistiawaty, Saldo Rekening Andhika Pratama Sisa Segini
• Kecelakaan Tol Cipali Tewaskan 3 Orang, Begini Kronologi hingga Kesaksian Ayah Korban
"Tetapi ada sisi lain yang lemah di bidang pembinaan. Setiap personil kepolisian yang diberikan senjata tak ada pembinaan rutin yang dilakukan tiap 3 - 4 bulan, ada tes psikologi atau kejiwaan," aku Masinton.

Masinton menyatakan, tes psikologi itu diperuntukkan untuk mengetahui kondisi kejiwaaan anggota polisi yang memegang senjata, apakah emosinya labil atau tidak.
"Kita kan enggak tau emosi orang bisa saja labil," jelas Masinton.
Brigadir Rangga Terancam Hukuman Seumur Hidup

Brigadir Rangga Tianto akan menjalani proses hukum yang tegas atas aksi brutalnya tersebut.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kakor Polairud Baharkam Polri Irjen Pol Zulkarnain di rumah duka Bripka Rahmat Effendy di Permata Tapos Residences, Cimanggis, Kota Depok.
"Dengan sendirinya, sanksi selalu saya katakan ada tiga aturan yang dilanggar, pidana umum, menghilangkan nyawa orang lain," ujar Zulkarnain, Jumat (27/6/2019).
Zulkarnain mengatakan, Bripka Rangga Tianto akan menjalani proses disiplin terkait penggunaan senjata api di luar dinas atau indisipliner dan etika profesi menghilangkan nyawa orang.
"Itu tidak beretika, polisi diatur perundangan secara hukum," tambahnya.
Untuk pidana umum, Zulkarnain mengatakan menghilangkan nyawa orang lain pelaku bisa terancam hukuman seumur hidup.
"Bisa seumur hidup atau hukuman mati itu Pasal 338 KUHP, dan bila direncanakan Pasal 340 KUHP. Etika profesi diberhentikan tidak hormat atau dipecat," katanya.
Sang Ayah Tak Menyangka

Keluarga besar harus merelakan kepergian almarhum Bripka Rahmat Effendy.
Arsyad Muhammad Zailani (70) terpukul dan tak menyangka putranya itu menjadi korban pembunuhan.
"Merasa terpukul sekali, karena dia sehat. Sehari-hari biasa tapi dengan tiba-tiba kehilangan, seolah merasa kehilangan. Benar-benar kehilangan, terpukul lah," kata Arsyad di Tapos, Kota Depok, Jumat (26/7/2019).
Dia menyesalkan tindakan Brigadir Rangga.
Menurut dia seorang aparat tak seharusnya berbuat hal semacam itu karena lebih mengerti hukum dibanding warga sipil.
"Tahu hukum tapi keterlaluan. Padahal seorang polisi kan tahu hukum juga, kenapa berani berbuat seperti itu. Karena emosinya itu," ujar Arsyad.
Perihal kronologis, Arsyad mengatakan Rahmat mengamankan seorang remaja yang terlibat tawuran dengan barang bukti celurit ke SPK Polsek Cimanggis.
Namun Rangga justru meminta kasus yang dilaporkan Rahmat sebagai anggota Pokdar Kamtibmas tak diteruskan lalu menembak Rahmat hingga tewas seketika.
"Anak saya kan termasuk Pokdar, untuk membela masyarakat. Banyak juga anak buahnya, ada 20 orang," tuturnya.