Cerita Diding, dari Tukang Cuci Piring Hingga Memiliki Restoran Jepang di Cilandak
Perjalanan Diding hingga mampu membangun usaha warung makan Jepang tak didapatkan dengan mudah.
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas
TRIBUNJAKARTA.COM, CILANDAK - Bermodalkan pengalaman bertahun-tahun sebagai juru masak di Restoran Jepang, Suhardi (65) memberanikan diri membuka usaha tempat makan.
Masakan Jepang yang terbilang mahal dan belum banyak yang bersertifikat halal, saat itu, membuat Diding, panggilan akrabnya, menawarkan konsep ala kaki lima yang halal.
Warung makan Roku-Roku 66 bertempat di pinggir Jalan Raya RS Fatmawati, Cilandak, Jakarta Selatan.
Kisaran harga makanan Jepang yang dijualnya antara Rp 15 ribu hingga Rp 50 ribu.
Terlihat warung tenda itu silih berganti disambangi para pengunjung di saat malam hari.
Para pegawai Diding tampak sibuk memasak di dapur seadanya.
Deretan piring-piring putih yang sudah berisi parutan kubis, irisan tomat, selada hijau berjejer di atas meja.
Tak berselang lama, juru masak mengangkat wajan berisi tofu goreng ke sebagian piring itu.
Sisa piring yang masih kosong, diisi oleh daging yang dilumuri saus teriyaki sesuai pesanan pelanggan.
Kesibukan memasak itu kerapkali terlihat di warung tenda Roku Roku 66 saat malam hari.

Berawal dari Tukang Cuci Restoran
Perjalanan Diding hingga mampu membangun usaha warung makan Jepang tak didapatkan dengan mudah.
Awal kerja Diding bekerja sebagai tukang cuci piring di sebuah restoran Jepang pada tahun 1986.
Bermodalkan ijasah SMA, Diding bekerja pertama kali di Restoran Jepang bernama Kasuga.
"Kasuga artinya Musim Semi dalam Bahasa Jepang. Saya jadi tukang cuci piring di sana," ujarnya kepada TribunJakarta.com pada Rabu (31/7/2019).
Selama dua bulan ia menjadi tukang cuci piring.
Karena ketekunan Diding dalam bekerja, jerih payahnya mendapat perhatian lebih dari kepala juru masak itu.
"Saya dipanggil sama Kepala Koki, dia orang Jepang Asli. Dia menawarkan saya jadi asistennya," katanya.
Sejak itu, Diding memulai karirnya sebagai asisten juru masak masakan Jepang.
Kepala Koki bernama Yashutaka Takashi itu kemudian menawarkan Diding untuk bekerja di restoran baru yang baru dibangunnya bernama Musashi.
Ia banyak diajarkan terkait masakan Jepang oleh Takashi.

Dikasih Modal Rp 2 Juta dari Juru Masak Jepang
Resep masakan Jepang membutuhkan penyesuaian dengan lidah warga Jakarta agar restoran Takashi tak dijauhi para pengunjung.
Kepala Koki tersebut harus memutar otak agar para pelanggan dapat menikmati hidangan Jepang di tanah air.
Pasalnya, pengunjung yang mampir ke Restoran Musashi kian menurun.
"Indonesia kan mayoritas muslim, bagaimana memberikan makanan se-halal mungkin. Misalnya saus teriyaki asli kan ada kandungan alkoholnya," bebernya.
Diding pun turut menemani Takashi untuk menemukan resep masakan Jepang dengan rasa lokal.
"Begitu berhasil mendapatkan makanan Jepang dengan rasa lokal, saya berani untuk usaha sendiri," katanya.
Ia pun mengatakan kepada Takashi terkait keinginannya usaha.
"Saya ngomong mau keluar buat usaha. Dan dia dukung. Kamu jangan ikut saya terus, kalau ikut kamu bagaimana majunya? Katanya gitu," kenangnya.
Diding pun mengakui kepala juru masak itu membantu dirinya untuk membangun usaha warung tenda.
"Saya dikasih modal sama dia, Rp 2 juta. Total buat bangun usaha ini Rp 3 jutaan awalnya. Saya bangun warung ini tahun 1995," terangnya.

Masakan Jepang ala Kaki Lima
Berbagai menu masakan Jepang dijual di warung itu dari Teriyaki, Katsu, tempura goreng udang hingga miso sup.
"Kalau menu, waktu di restoran saya kerja, beberapa lauk Jepang dijadikan satu. Tapi saya pilah-pilah jadi satuan," ungkapnya.
Misalnya, satu porsi tofu goreng ia jual seharga Rp 18 ribu sementara seporsi Katsu Kari dijual Rp 35 ribu.
Terkait penghasilan pun ia sempat mengalami masa keemasan.
Dari memperkerjakan dua orang karyawan, ia sempat memiliki 40 karyawan dengan sejumlah cabang warung tendanya.
Namun, karena sewa tempat mahal, usahanya kian berangsur menurun hingga hanya memiliki dua warung tenda saja.
"Apalagi saat proyek pembangunan MRT, berimbas sekali dengan usaha saya ini karena letaknya pinggir jalan itu," ungkapnya.
Diding menegaskan makanannya terjamin halal bagi para pengunjung yang datang.
Aneka saus untuk masakannya pun dibuat dari bahan-bahan lokal ciptaannya sendiri.
"Banyak yang nawarin campuran saus pakai alkohol atau sake. Tapi saya enggak mau. Masakan saya terjamin tanpa kandungan itu. Karena yang saya tahu, restoran Jepang di sini ada campuran itu," tandasnya.