Kisah Sukroni Jual Tuak Aren di Semanggi Sejak 1991: Pakai Pikulan Bambu, Dibawa dari Leuwiliang
Di sekitar kolong jembatan Semanggi, Sukroni (45) berjualan tuak aren. Sukroni berjualan sejak tahun 1991.
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas
TRIBUNJAKARTA.COM, SEMANGGI - Di sekitar kolong jembatan Semanggi, Sukroni (45) berjualan tuak aren.
Para pengendara motor yang melintas sesekali menepi untuk menenggak segelas tuak aren itu di tengah panas matahari yang menyengat.

Kedua tangan Sukroni dengan cepat menuangkan air tuak dari sebilah bambu besar ke gelas.
Tak sampai semenit, air tuak itu tandas diminum pengendara motor yang singgah sejenak kemudian dengan sekejap pergi.
Saat menandaskan segelas tuak aren yang dingin itu, cuaca panas seakan turut larut dalam dahaga.
Pasalnya, bambu berisi tuak itu telah dicampur oleh es batu di dalamnya.
Sukroni kerapkali meletakkan pikulannya di bawah pepohonan rindang pinggir jalan agar para pengendara bisa menepi sebentar.
Empat bilah bambu Betung (bambu besar) berisi tuak aren tergantung di ujung kedua sisi pikulan.
Semua rangka pikulan berbahan dasar bambu.
Pikulan yang sering ia gantungkan di pundaknya diletakkan di pinggir jalan.

Sembari berjualan di sana, ia tetap waspada apabila sewaktu-waktu Satpol PP datang menyergap.
"Saya sambil melihat-lihat, takut kalau petugas datang mendadak. Kalau aman diem di sini, kalau gawat saya jalan," ungkap Sukroni saat ditemui pada Jumat (2/7/2019).
Berjualan tuak aren sudah dilakoni Sukroni sejak bertahun-tahun lamanya.
Sejak tahun 1991, ia telah berjualan tuak aren di bilangan Semanggi dan sekitarnya.