Kabinet Jokowi

Keyakinan Rachmawati Soekarnoputri Gerindra Tak Gabung Pemerintah hingga Sindir Soal Penumpang Gelap

"Masih sampai saat ini (jadi oposisi)," ujar dia yang ditemui di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Senin (12/8/2019).

Penulis: Wahyu Aji Tribun Jakarta | Editor: Erik Sinaga
Tribunnews.com/Irwan Rismawan
Rachmawati Soekarnoputri 

TRIBUNJAKARTA.COM, TANAH ABANG - Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Rachmawati Soekarnoputri menampik Partai Gerindra merapat pada kubu koalisi.

Menurut dia, partai berlambang burung garuda ini tetap menjadi partai oposisi.

"Masih sampai saat ini (jadi oposisi)," ujar dia yang ditemui di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Senin (12/8/2019).

Dirinya berpandangan, lebih tepat rasanya Partai Gerindra menjadi oposisi sebagaimana sejak awal dilahirkan memiliki visi sebagai antitesa dari pemerintahan.

"Sebaiknya di luar sistem pemerintahan (oposisi) karena kita akan memperbaiki sistem. Dan saya selalu mengatakan sejak awal partai Gerindra itu sudah memposisikan diri sebagai antitesa dari pada sistem sekarang. Karena sistem yang sekarang ini adalah diametral (bertentangan) dengan UUD 1945," jelasnya.

Ia mengatakan, jika pun hendak merapat, perlu pembahasan secara konfrehensif untuk memutuskan sikap politik Partai yang dipimpin oleh Prabowo Subianto dalam periode pemerintahan kedua Joko Widodo.

"Belum, kalau kita secara perkenalan itu biasa. Dalam kita mengambil sikap politik juga harus dibahas dipikirkan secara komprehensif baik manfaat maupun nanti apakah merapat," kata anak ketiga Presiden pertama RI Soekarno ini.

Komentari penumpang gelap

Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra Rachmawati Soekarnoputri menilai penumpang gelap yang disebut-sebut sedang menunggangi Partai Gerindra merupakan hal yang wajar.

Meski demikian, ia menegaskan partai dengan Ketua Umum Prabowo Subianto ini tetap mewaspadai kehadirannya agar partai berjalan sesuai cita-citanya.

"Ya itu memang sudah biasa (ada penumpang gelap) dalam satu prapol. Jangan parpol, dimana-mana juga bisa dikatakan penumpang gelap ada orang yang artinya tangkis kanan disana, tangan kiri disini itu sudah biasa," ujar dia yang ditemui di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Senin (12/8/2019).

Direktur Advokasi BPN Prabowo-Sandi Safmi Dasco Ahmad saat ditemui awak media di depan Gedung Bawaslu seusai demo, Jumat (10/5/2019).
Attachments area
Direktur Advokasi BPN Prabowo-Sandi Safmi Dasco Ahmad saat ditemui awak media di depan Gedung Bawaslu seusai demo, Jumat (10/5/2019). Attachments area (TribunJakarta/Dionisius Arya Bima Suci)

Diketahui, sebutan penumpang gelap menjadi familiar usai Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Dasco Ahmad berkisah menyoal penumpang gelap yang seolah-oleh mendukung Prabowo Subianto namun belakangan menyudutkan dan memanfaatkan situasi.

"Tapi kita (Partai Gerindra) Insya Allah tetap mewaspadai supaya apa yang menjadi cita-cita partai itu kita bisa dijalankan dengan baik," ujar Putri Proklamator ini.

Sejauh ini, ia menuturkan, Partai Gerindra belum mengetahui pasti siapa pihak yang disebut-sebut penumpang gelap itu.

"Enggak ada semacam itu. Kalau enggak suka itu tentu ada istilah alasannya, nah itu harus berlapang dada untuk menerima semuanya, baik yang setuju merapat setengah setu maupun yang tidak setuju sama sekali. kita harus bisa terima kritikan atau masukan dari berbagai parpol," jelasnya.

Sebelumnya menurut Sufmi Dasco, Prabowo bisa meninggalkan penumpang gelap tersebut dan membuat kelompok-kelompok tersebut gigit jari.

Dengan tegas, Sufmi Dasco menyatakan penumpang gelap tersebut mencoba memanfaatkan Prabowo demi kepentingan mereka.

"Soal penumpang gelap, bukan karena kita singkirkan. Prabowo jenderal perang Bos. Dia bilang sama kita, kalau diadu terus, terus dikorbankan, saya akan ambil tindakan tidak terduga. Dia banting stir, dan orang-orang itu gigit cari," tutur Sufmi Dasco, Jumat (9/8/2019) di Hotel Ashley, Jakarta Pusat.

Penjelasan Fadli Zon

Fadli Zon
Fadli Zon (Kompas.com)

Sebelumnya diberitakan, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menegaskan, sampai saat ini partainya belum memutuskan apakah akan bergabung dengan koalisi partai politik pendukung pemerintah atau berada di oposisi.

Fadli hanya memastikan, apakah akan berada di dalam pemerintahan atau oposisi, partainya sudah mempersiapkan mekanisme masing- masing.

"Saya kira, sikap kami mengedepankan kepentingan nasional. Itu sikap kami," kata Fadli saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (8/8/2019).

"Bahwa nanti ada di dalam pemerintahan atau di luar pemerintahan, itu sudah ada mekanismenya, tergantung apakah kita berbuat di dalam atau lebih efektif di luar. Itu belum kami putuskan finalnya," lanjut dia.

Meski demikian, apabila bergabung ke koalisi partai politik pendukung pemerintah, partainya tetap akan vokal dalam menyuarakan aspirasi rakyat.

"Kalau saya akan menyuarakan kepentingan rakyat, konsituen saya," ujar dia.

Fadli mengatakan bahwa menyuarakan aspirasi rakyat dan mengkritisi kebijakan pemerintah merupakan tugasnya sebagai wakil rakyat di DPR. Hal itu tidak bisa dilepaskan dari tubuh seorang wakil rakyat.

"Ya saya bekerja kalau sebagai DPR, ya sesuai kepentingan rakyat, ya suara konsituen ya. Itu perintahnya konstitusi," lanjut dia.

Wacana merapatnya Partai Gerindra ke koalisi partai politik pendukung pemerintah muncul setelah Pemilu 2019 usai dan pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin dinyatakan sebagai pemenang.

Isu itu semakin menguat setelah Ketua Umum Gerindra sekaligus rival Jokowi dalam Pilpres 2019 Prabowo Subianto bertemu dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di kediaman Megawati, di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, Rabu (24/7/2019) lalu.

Pengamat: Kehadiran Prabowo Sinyal Kuat

Kehadiran Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dalam Kongres V PDIP menjadi penanda kuat, Gerindra akan bergabung dalam koalisi pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-KH Maruf Amin pada periode 2019-2024.

Demikian disampaikan Pengamat politik, Leo Agustino kepada Tribunnews.com, Kamis (8/8/2019).

"Jadi penanda kuat bahwa Partai Gerindra akan ikut dalam gerbong koalisi," ujar pengajar di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa ini.

Walau dinamikanya hingga sekarang masih terus berlanjut karena ada partai dari koalisi Indonesia Kerja terlihat tidak sepakat dengan ketua Umum PDIP memasukkan Gerindra.

Lebih lanjut dia melihat semua masih sangat terbuka mengenai hubungan PDIP dengan Gerindra pada pemilu 2024 mendatang.

Karena politik bukan matematika, alias sangat dinamis dan cair.

"Boleh jadi pasangan calon mereka diusung. Atau Pasangan PDIP didukung Gerindra, atau sebaiknya, pasangan Gerindra disokong PDIP. Semua bisa mungkin terjadi," papar Leo Agustino.

Namun satu yang pasti, imbuh dia, selagi kepentingan PDIP dan Gerindra sama atau paling tidak dapat diakomodir, maka persahabatan ini akan terus berlanjut pada Pilpres 2024.

"Batu ujiannya ada di Pilkada 2020, 2022, dan 2023. Kita lihat saja," tegasnya. (Tribunnews.com/RinaAyu)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved