Manuver KPK Terkait Irjen Pol Firli: Fahri Hamzah Kritik Keras, Pansel pun Heran
Di tengah-tengah panasnya tensi revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lembaga antirasuah itu bermanuver.
Penulis: Erik Sinaga 2 | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
TRIBUNJAKARTA.COM- Di tengah-tengah panasnya tensi revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lembaga antirasuah itu bermanuver.
Dua pimpinan KPK, Saut Situmorang dan Laode Muhammad Syarif melaksanakan konferensi pers tentang pelanggaran kode etik Irjen Pol Firli Bahuri.
Firli Bahuri adalah mantan Deputi Pencegahan KPK yang kini menjadi calon wakil pimpinan KPK.
Konferensi pers tersebut mendapat tentangan dari wakil ketua KPK, Alexander Marwata. Alexander yang lolos seleksi calon pimpinan, mengaku tidak tahu menahu, padahal dia di kantor.
Simak ringkasan TribunJakarta:
3 pimpinan ingin kasus Irjen Pol Firli ditutup
Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata yang kembali mencalonkan diri sebagai pimpinan KPK mengungkapkan bahwa 3 dari lima pimpinan KPK saat ini ingin kasus pelanggaran etik berat mantan Deputi Pendindakan KPK, Irjen Firli Bahuri ditutup.
"Yang jelas tiga pimpinan menginginkan agar kasus Pak Firli itu ditutup," ujar Alexander saat menjalani uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/9/2019).'

Alexander menanggapi konferensi pers yang digelar oleh koleganya, Saut Situmorang, di Gedung Merah Putih KPK pada Rabu (11/9/2019) terkait Firli.
Ia mengaku tak tahu akan konferensi pers yang isinya mengenai pelanggaran etik oleh Firli itu.
Menurut Alexander, setidaknya ada dua pimpinan KPK lain yang tidak mengetahui soal konferensi pers tersebut, yakni Basaria Panjaitan dan Agus Rahardjo.
Alexander mengaku baru mengetahui konferensi pers itu dari pemberitaan media massa yang dikirimkan oleh Basaria melalui pesan singkat.
Menurut dia, sebelumnya semua pimpinan KPK menerima surat dari penasihat KPK, Muhammad Tsani Annafari.
Melalui surat itu, Tsani meminta agar pimpinan KPK membuka hasil internal audit musyawarah Dewan Pertimbangan Pegawai KPK ke publik.
Hasil internal audit menyatakan, Irjen Firli Bahuri telah melakukan pelanggaran etik berat terkait pertemuan Firli dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuang Guru Bajang (TGB) di NTB pada 12 dan 13 Mei 2018.
Namun, saat itu semua pimpinan KPK sepakat agar kasus itu dihentikan.
"Karena yang bersangkutan sudah diberhentikan dengan hormat tanpa catatan," kata Alex.
Ketua KPK: Konferensi Pers disetujui mayoritas pimpinan
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) Agus Rahardjo menegaskan bahwa konferensi pers terkait pelanggaran etik berat oleh mantan Deputi Pendindakan KPK Irjen Firli Bahuri merupakan persetujuan mayoritas pimpinan.
Hal itu Agus ungkapkan menyusul pernyataan calon pimpinan (capim) KPK petahana Alexander Marwata yang mengaku tidak tahu akan pelaksanaan konferensi pers tersebut dalam uji kelayakan dan kepatutan di DPR, Kamis (12/9/2019).
"Saya ingin mengklarifikasi soal konferensi pers kemarin itu adalah persetujuan mayoritas pimpinan," ujar Agus dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta.
Dalam konferensi pers itu, Agus ditemani dua Wakil Ketua KPK, yakni Laode M Syarif dan Saut Situmorang.
Diakui Agus, memang terdapat dinamika terkait proses persetujuan konferensi pers tersebut.
Persetujuan konferensi pers itu, lanjutnya, disepakati lewat grup WhatsApp pimpinan KPK lantaran dirinya juga kala itu berada di luar kota.
"Memang dalam prosesnya ada dinamika persetujuan pimpinan karena kebetulan saya juga di luar kota. Persetujuan pimpinan itu lewat WA (WhatsApp). Jadi, sekali lagi bukan Pak Saut berjalan sendirian, melainkan persetujuan mayoritas pimpinan," tuturnya.
Pansel Capim KPK heran

Anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ( Pansel Capim KPK), Hendardi, mempertanyakan langkah KPK yang mengumumkan pelanggaran etik berat mantan Deputi Penindakan KPK Irjen Firli Bahuri.
Hendardi mempertanyakan mengapa hal itu diumumkan pada saat proses seleksi sudah memasuki tahap fit and proper test di DPR.
Padahal, menurut Hendardi, KPK tidak berkomentar saat tahapan uji publik dan wawancara.
Saat itu, masalah kode etik sempat ditanyakan kepada capim KPK, termasuk Firli dan Wakabareskrim Irjen Antam Novambar.
"Kenapa enggak waktu di uji publik dan wawancara itu langsung dibalas, besoknya enggak ada," ujar Hendardi ketika ditemui di Hotel Ashley, Jakarta Pusat, Kamis (12/9/2019).
"Antam ngomong begini, enggak ada yang ngomong, enggak ada yang bantah, Firli ngomong begini enggak ada yang bantah, cuma kasak-kusuk, sekarang bikin konferensi pers, mau apa," kata dia.
Saat penyerahan rekam jejak dari Deputi Internal KPK kepada Pansel Capim KPK, pelanggaran etik tersebut juga telah ditanyakan kepada pihak KPK.
Menurut Hendardi, pihak KPK menyatakan bahwa belum ada keputusan berkekuatan hukum tetap kala itu.
Untuk mencapai keputusan berkekuatan tetap, prosesnya harus melewati komisioner KPK dan akhirnya ke Dewan Pertimbangan Pegawai.
Namun, Firli sudah ditarik kembali ke institusi Polri.
"Tetap kesimpulannya adalah belum berkekuatan hukum tetap dan kalau belum berkekuatan hukum tetap, orang enggak bisa dinyatakan bersalah," ujar dia.
Hendardi pun menilai langkah pengumuman KPK tersebut sebagai bentuk pembunuhan karakter Firli.
Hendardi pun menegaskan bahwa hal itu diungkapkan sebagai bentuk pertanggungjawaban moral dirinya yang merupakan anggota Pansel Capim KPK, dan tidak memiliki kepentingan untuk membela Firli.
"Saya enggak ada kepentingan membela dia tapi sebagai pansel punya moral obligation bahwa cara begini mau coba membunuh karakter politik orang (Firli), menyudutkan, ini enggak benar juga kalau caranya begini," ujar Hendardi.
Menurut dia, Pansel Capim KPK sudah tidak memiliki wewenang untuk melakukan upaya lanjutan sebab kini tahapan seleksi berada di tangan DPR.
Kritik keras Fahri Hamzah
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengkritik langkah Komisi Pemberantasan Korupsi yang menggelar konferensi pers untuk menyatakan Irjen Firli Bahuri melakukan pelanggaran etik berat.
Fahri mempertanyakan kenapa pelanggaran etik ini tak diumumkan KPK sejak dulu.
Menurut dia, ‘vonis’ yang disampaikan sehari sebelum Firli menjalani uji kelayakan dan kepatutan sebagai Capim KPK itu semakin menunjukkan bahwa KPK sudah berpolitik.
“Habis sudah KPK. Semakin kentara sebagai gerakan politik,” ujar Fahri saat dihubungi, Kamis (12/9/2019).
• Resmi Meluncur, Simak Spesifikasi iPhone 11 Pro: Lengkap dengan Keunggulan dan Harga Banderolnya
• 3 Jam Ikuti Pemakaman BJ Habibie, Driver Ojek Online Ini Tak Takut Penghasilan Berkurang
• Shalahuddin Bunuh Teman Kecil Demi Kuasai Harta, Pelaku Juga Sempat Puaskan Nafsu ke Korban
Menurut politisi PKS ini, sikap KPK terhadap Firli ini mirip dengan sikap lembaga antirasuah tersebut kepada Jenderal Budi Gunawan dulu.
Awal 2015 lalu, Ketua KPK Abraham Samad mengumumkan penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi begitu sang jenderal dipilih Presiden Jokowi sebagai Calon Kapolri.
“Kasus Budi Gunawan kembali terulang. KPK sangat benci dengan Polri. Dulu, Budi Gunawan dengan begitu meyakinkannya dituduh dan difitnah, padahal sedang di fit and peoper test di DPR,” kata Fahri.
Padahal, kata Fahri, penetapan tersangka oleh KPK terhadap Budi Gunawan tersebut akhirnya tidak sah dan dibatalkan oleh Pengadilan Jakarta Selatan.
“Dengan pembeberan barang bukti yang dramatis, tapi akhirnya omong kosong dan kalah di praperadilan,” kata Fahri.
“Sekarang kasus itu terulang kepada Firli,” sambungnya. (Kompas.com)