Romatisnya Kakek Nenek Penjual Bakso Keliling Solo, Parmin Kayuh Gerobak Ditemani Istri Tercinta

Kisah pasangan suami istri (Pasutri) penjual bakso kual keliling Solo menyentuh hati. Ini kisahnya.

Tangkapan layar IG @saiff_food
Slamet Parmin Hadiwiyono (78) sedang melihat gerobak dagangannya yang terparkir di halaman rumahnya, Kenteng Baru RT 02 RW 07, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, Minggu (13/10/2019). Parmin bersama istrinya berkeliling menjejakan dagangannya. 

Parmin belajar mengolah bakso dari seorang juragan bakso bernama Hartono di daerah Kelurahan Jagalan, Solo.

"Juragan saya itu biasanya borong dua hingga tiga kuintal daging, kemudian itu dicacah-cacah," tutur Parmin.

"Hasil cacahan terus dimasukkan ke bak, terus diaduk sama tangan, itu dulu sebelum ada gilingan," imbuhnya membeberkan.

Parmin mengungkapkan, Hartono pernah mengajaknya berjualan bakso di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

"Terus dulu itu, juragan mau buka usaha bakso di Sumbawa, saya diajak tapi ndak mau, saya milih disini, buka sendiri," tutur Parmin.

Awalnya, lanjut Parmin, berjualan dengan cara dipikul berkeliling Solo mulai pukul 14.00 WIB.

"Itu sekitar tahun 1970-an, dan sempat berhenti jualan dan coba untuk menjadi tukang becak," tutur Parmin.

"Terus baru stabil jualan bakso tahun 1993, dan saat itu istri juga sudah membantu jualan keliling," tambahnya. (*)

Melawan Keterbatasan

Kakek penjual bakso kuah asal Kenteng, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, Slamet Parmin Hadiwiyono (78) memiliki perjalanan panjang untuk melawan keterbatasan ekonomi keluarganya.

Parmin, sapaan akrabnya, sempat bekerja menjadi buruh pabrik batik Wongsodinomo sekitaran tahun 1970-an.

"Saya dulu jadi buruh pabrik batik Wongsodinomo, sekarang itu namanya Danar Hadi," tutur Parmin kepada TribunSolo.com di rumahnya di Kenteng Baru RT 02 RW 07, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, Minggu (13/10/2019).

"Waktu itu belum terkenal seperti sekarang ini," imbuhnya membeberkan.

Parmin bertanggung jawab dalam proses pelunturan malam saat masih bekerja sebagai buruh pabrik batik.

Ia mengaku pekerjaan sebagai buruh pabrik dilakukannya selama tiga tahun karena ketidakjelasan waktu kerja.

Sumber: Tribun Solo
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved