Romatisnya Kakek Nenek Penjual Bakso Keliling Solo, Parmin Kayuh Gerobak Ditemani Istri Tercinta
Kisah pasangan suami istri (Pasutri) penjual bakso kual keliling Solo menyentuh hati. Ini kisahnya.
TRIBUNJAKARTA.COM, SOLO - Kisah pasangan suami istri (Pasutri) penjual bakso kual keliling Solo menyentuh hati.
Pasutri lanjut usia itu bernama Slamet Parmin Hadiwiyono (78) dan Painem (60).
Meski usia senja, Parmin dan Painem gigih dalam berjualan seperti terekam dalam berbagai video dan foto yang disebarkan netizen dan sejumlah akun di media sosial (medsos) sehingga kemudian viral.
Bahkan 'romantisnya' pasutri itu saat berjualan membuat iri.
Karena Parmin di depan mengayuh sepeda yang dimodifikasi dengan gerobak, sementara Painem duduk di belakangnya menemani suami tercintanya.
TribunSolo.com mencoba mendatangi rumahnya di Kenteng Baru RT 02 RW 07, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo.
Di rumah yang sederhana dan bersekat triplek itu, kakek dan nenek itu tinggal bersama seorang cucunya, Rifa'i (18).
Parmin dan Painem telah menempati rumah itu sejak tahun 1993, dan dirumah inilah mereka mulai memutuskan untik berjualan bakso kuah bersama-sama sejak menua bersama.
Mereka biasa berjualan di kawasan SD Kanisius Semanggi II, SD Al-Fajar Semanggi, dan Kantor Majelis Tafsir Alquran (MTA) Semanggi.
"Kami berputar-putar paling jauh di kawasan Alun-Alun Kidul Keraton Solo, Gladag, Balaikota, terkadang sampai Pasar Gedhe," tutur Painem.
Painem mengatakan, saat berjualan keduanya akan berusaha untuk mendatangi titik-titik keramaian.
Kayuh Gerobak Belasan Km

Bahkan 'dua sejoli' itu bisa mengayuh sepeda bergerobaknya itu sejauh belasan kilometer setiap hari.
"Kalau ada keramaian di Pasar Gedhe, terlebih saat ada banyak lampion, bisa pulang jam 11 malam, kadang ya jam 5 sore, kalau jualan di alun-alun biasa jam 10 malam," terang Painem.
Parmin menambahkan, mereka tidak akan mengayuh sepeda jauh-jauh bila kondisi fisik kurang sehat.
"Kalaupun jualan, gak jauh-jauh jualannya," tutur Parmin.
Parmin mengungkapkan, daging yang mereka pakai untuk membuat bakso dibeli di Pasar Gemblegan, Kecamatan Serengan, Solo.
"Kalau tenaganya sehat habis subuhan bisa ambil gilingan, jadinya pukul 10.00 WIB sudah keluar jualan," ungkap Parmin.
Parmin dan Painem biasa menggunakan gilingan daging ayam dan sapi sebagai bahan baku pembuatan bakso mereka.
Mereka biasa membeli 3/4 kg daging sapi, 2 kg daging ayam, dan 4 kg tepung pati.
"Kalau dulu, banyak sampai 15 kg, waktu itu ikan (daging) kan murah, ayam dulu ndak ada Rp 15 ribu, sekarang Rp 20 ribu ini malah sampai Rp 40 ribu/kg, ikan sapi malah Rp 120 ribu/kg," tutur Parmin.
Parmin mengungkapkan, mereka harus menyiapkan kurang lebih Rp 550 ribu sebagai biaya membeli daging.
"Biasanya kami dapatnya Rp 700 ribu, ya kadang Rp 600 ribu itu pun kalau dagangannya habis," ungkap Parmin.
"Kalau dirata-rata setiap hari dapat laba bersih sekitar Rp 50 ribu," aku dia.
Parmin mengatakan, ia mematok harga Rp 1.000, per tiga bakso saat berjualan di pasar malam.
"Kalau di sekolah, Rp 1.000, bisa dapat empat bakso," ucap Parmin.
"Biasanya, kalau di sekolah itu pada beli Rp 2.000 hingga Rp 3.000 saja," tambahnya.
Olahan Sendiri

Parmin mengatakan, bakso yang dijual merupakan hasil olahannya sendiri.
"Kalau dulu itu, saya pernah sama orang lain, ikut tempatnya orang," kata Parmin.
Parmin belajar mengolah bakso dari seorang juragan bakso bernama Hartono di daerah Kelurahan Jagalan, Solo.
"Juragan saya itu biasanya borong dua hingga tiga kuintal daging, kemudian itu dicacah-cacah," tutur Parmin.
"Hasil cacahan terus dimasukkan ke bak, terus diaduk sama tangan, itu dulu sebelum ada gilingan," imbuhnya membeberkan.
Parmin mengungkapkan, Hartono pernah mengajaknya berjualan bakso di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
"Terus dulu itu, juragan mau buka usaha bakso di Sumbawa, saya diajak tapi ndak mau, saya milih disini, buka sendiri," tutur Parmin.
Awalnya, lanjut Parmin, berjualan dengan cara dipikul berkeliling Solo mulai pukul 14.00 WIB.
"Itu sekitar tahun 1970-an, dan sempat berhenti jualan dan coba untuk menjadi tukang becak," tutur Parmin.
"Terus baru stabil jualan bakso tahun 1993, dan saat itu istri juga sudah membantu jualan keliling," tambahnya. (*)
Melawan Keterbatasan
Kakek penjual bakso kuah asal Kenteng, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, Slamet Parmin Hadiwiyono (78) memiliki perjalanan panjang untuk melawan keterbatasan ekonomi keluarganya.
Parmin, sapaan akrabnya, sempat bekerja menjadi buruh pabrik batik Wongsodinomo sekitaran tahun 1970-an.
"Saya dulu jadi buruh pabrik batik Wongsodinomo, sekarang itu namanya Danar Hadi," tutur Parmin kepada TribunSolo.com di rumahnya di Kenteng Baru RT 02 RW 07, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, Minggu (13/10/2019).
"Waktu itu belum terkenal seperti sekarang ini," imbuhnya membeberkan.
Parmin bertanggung jawab dalam proses pelunturan malam saat masih bekerja sebagai buruh pabrik batik.
Ia mengaku pekerjaan sebagai buruh pabrik dilakukannya selama tiga tahun karena ketidakjelasan waktu kerja.
"Kadang itu ada, kadang ndak, tidak menentu," terang Parmin.
Menurut Parmin, kondisi itu terjadi seusai pabrik Batik Keris berdiri dan itu memberikan dampak besar dalam dunia industri batik saat itu.
"Pabrik-pabrik batik yang berdiri berangsur-angsur turun," ucap Parmin.
"Ya, sekitar tiga tahun jadi buruh," tambahnya.
Ketidakjelasan waktu kerja dan pabrik yang mulai 'kembang-kempis' membuat Parmin memutar otak.
Ia kemudian memilih sampingan belajar mengolah bakso pada seorang juragan, Hartono di daerah Kelurahan Jagalan, Solo.
"Saat itu bahkan saya mendapat makan dan diperbolehkan tidur di sana, dan saat itu saya masih bujang," terang Parmin.
"Saya itu baru bertemu dengan istri saya sekitar tahun 1973," tambahnya.
Parmin menuturkan, Hartono biasanya memborong dua hingga tiga kuintal daging untuk diolah menjadi bakso.
"Kemudian itu dicacah-cacah, terus dimasukkan ke bak, terus diaduk sama tangan, itu dulu sebelum ada gilingan," tutur Parmin.
Parmin mengungkapkan, Hartono pernah mengajaknya berjualan bakso di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
"Terus dulu itu, juragan mau buka usaha bakso di Sumbawa, saya diajak tapi ndak mau, saya milih disini, buka sendiri," tutur Parmin.
Awalnya, lanjut Parmin, berjualan dengan cara dipikul berkeliling Solo mulai jam 14.00 WIB.
"Itu sekitar tahun 1970-an, dan sempat berhenti jualan dan coba untuk menjadi tukang becak," tutur Parmin.
"Saat itu jualan bakso berat, capek jadi coba itu," tambahnya.
Jadi Tukang Becak
Parmin mengungkapkan, ia menjadi tukang becak dari tahun 1974 hingga 1993.
Ia biasa ngetem di komplek Pasar Klewer, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo.
"Biasanya mengambil barang jauh-jauh di terminal Tirtonadi, dan Pajang, bawanya kain itu," ucap Parmin.
"Paling jauh itu, Pajang, dan dapat bayaran sekitar Rp 3 ribu hingga Rp 5 ribu," ujar dia.
Setelah menua, Parmin perlahan tidak lagi digunakan para pelanggannya untuk mengambil kain.
• Keberadaan Darah Wiranto saat Ditusuk Dipertanyakan, Dokter Bedah Ini Beri Penjelasan Ilmiah
• Kritisi Sikap Prabowo yang Mendekat ke Kubu Jokowi, Rocky Gerung: Saya Ingin Akal Sehat Dihidupkan
• SBY Pangku Cucu, Aliya Rajasa Kenang Ucapan Ani Yudhoyono: Memo Selalu Dihati
• Dalam Persidangan, Jefri Nichol Cemas Menanti Tuntutan Jaksa: Deg-degan, Takut Hukumannya Berat
Parmin pun kembali memilih untuk berjualan bakso keliling dengan menggunakan gerobak bersama istrinya, Painem (60).
"Terus baru stabil jualan bakso tahun 1993, dan saat itu istri juga sudah membantu jualan keliling," tutur Parmin.
Warna becak itu tampak mulai memudar dan berkarat.
Parmin menuturkan, ia coba mengajari cucunya, Rifa'i (18) cara berjualan bakso keliling dengan menggunakan gerobak.
Rifa'i, lanjut Parmin, mulai berjualan bakso kuah sejak berusia 10 tahun.
"Ia berhenti berjualan umur 11 tahun, ndak mau lagi, katanya berat, ndak bisa," ucap Parmin.
Gerobak milik Rifa'i kemudian digunakan Parmin berjualan hingga sekarang.
"Gerobak saya sudah rusak, jadi pakai tempatnya cucu, ndak bisa membiayai perbaikan, jadi pakai tempatnya cucu," ucap Parmin. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunsolo.com dengan judul Sosok Kakek Penjual Bakso Keliling Solo Bersama Istri, Berjuang Melawan Keterbatasan Demi Keluarga,
Artikel ini telah tayang di Tribunsolo.com dengan judul Kisah 'Romantis' Kekek Nenek Penjual Bakso Keliling Solo, Kayuh Gerobak Belasan Km, Dapat Rp 50 Ribu, .