Kisah Ki Maun, Kakek Penjual Sapu Keliling di Jaktim, Uang Sering Dipinjam dan Merasa Kesepian

Terbiasa bekerja sejak muda, tak menyurutkan semangat Ki Maun untuk mencari rezeki yang halal di usia senja.

Tribunjakarta.com/Nur Indah Farrah Audina
Ki Maun alias Tonge (71), penjual sapu keliling di wilayah Kecamatan Cipayung, Ciracas dan Pasar Rebo 

"Tapi kan seringnya susah laku. 10 sapu ini habis 2 hari aja sudah bagus banget," sambungnya.

Sistem Setor

Ki Maun alias Tonge (71), penjual sapu keliling di wilayah Kecamatan Cipayung, Ciracas dan Pasar Rebo
Ki Maun alias Tonge (71), penjual sapu keliling di wilayah Kecamatan Cipayung, Ciracas dan Pasar Rebo (Tribunjakarta.com/Nur Indah Farrah Audina)

Ki Maun sebenarnya ingin sekali mengganti barang dagangannya menjadi barang yang mudah laku dan kekinian.

Hanya saja ia terkendala oleh modal usaha.

Waktu muda ia bisa bekerja serabutan apa saja untuk mengumpulkan modal.

Kali ini, ia hanya menggantungkan penghasilannya dari penjualan sapu saja.

Ia memilih bertahan berjualan sapu karena sistem setor.

Sehingga barang dagangan diambil lebih dahulu, baru dibayar usai kelar bekerja.

"Ya abisnya mau jualan lainnya modalnya enggak ada. Kalau ini kan saya ambil dulu, pulangnya setor."

"Untuk sapu lidi dari bos Rp 7.500 dan sapu lantai Rp 12 ribu," ungkapnya.

Nantinya tiap sapu ini akan dihargai mulai Rp 20 ribu hingga Rp 25 ribu.

Harga ini tentunya sudah menghitung mulai dari tenaga yang dikeluarkan untuk berkeliling dan kemungkinan ditawar oleh warga.

"Saya kasih harga segitu aja masih banyak ditawar. Yaudahlah saya ma selalu kasih selama kita jualan ada untungnya," tambahnya.

Rezeki jualan yang tak pernah menentu juga membuat pola makannya ikutan tak menentu.

Jika dalam satu hari sapunya hanya terjual satu usai berkeliling sejak pagi hingga malam hari, Ki Maun hanya makan satu kali.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved