Kisah Djakar, Penjual Buah Keliling Jalan Kaki Demi Hemat Ongkos: Tetap Dagang Saat Tak Laku

Dari satu buah yang dijualnya ia hanya mengambil keuntungan sebesar Rp 5-10 ribu. Jumlah tersebut tentunya tak sebanding dengan tenaga

Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Erik Sinaga
TribunJakarta/Nur Indah Farrah Audina
Djakar, penjual buah keliling di sekitaran Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (21/10/2019) 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina

TRIBUNJAKARTA.COM, KRAMAT JATI - Terbiasa bekerja sejak kecil, membuat Djakar (78) tak betah bila harus berdiam diri di rumah.

Ia pun memutuskan tetap berdagang buah-buahan yang dibelinya di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur setiap pagi.

Bermodalkan keranjang bambu dan alat pikul, bapak 5 anak ini berangkat dari rumahnya yang terletak di Jalan Manunggal XVII Kelurahan Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur sejak pukul 07.00 WIB.

Ketika sampai di Pasar Induk Kramat Jati, Djakar langsung menghampiri penjual buah langganannya.

"Kalau di sana sudah ada langganan. Jadi dari rumah bawa uang cuma Rp 150 ribu. Di situ dibeliin pepaya atau buah yang lagi musim. Kalau uang modalnya kurang, saya penjualnya boleh utang dulu, jadi bayarnya pas besok ke pasar lagi," jelasnya pada TribunJakarta.com, Senin (21/10/2019).

Setiap pembelian buah, ia mengatakan memerlukan waktu yang lumayan lama. Sebab ia harus memilih buah yang benar-benar baik dan rasanya manis agar tak mengecewakan pembeli.

Selanjutnya, buah-buah tersebut dimasukan ke dalam dua buah keranjang yang dibawanya tadi.

"Karena sekarang tenaganya sudah enggak banyak makanya habis dari pasar kelilingnya di sekitaran Kramat Jati aja. Kadang di Condet, Gedong atau Bulak Rantai," sambungnya.

Setiap harinya Djakar selalu berjualan di sekitaran lokasi tersebut menjelang siang hingga malam hari.

Dari satu buah yang dijualnya ia hanya mengambil keuntungan sebesar Rp 5-10 ribu. Jumlah tersebut tentunya tak sebanding dengan tenaga yang ia keluarkan setelah jauh bekeliling.

"Enggak apa-apa untung sedikit, yang penting saya cari rezeki halal. Kadang kan untung segitu juga masih ditawar aja. Ketimbang enggak laku, saya kasih aja akhirnya," katanya dengan kondisi tubuh yang sedikit bergetar menahan tangis.

Enggan Naik Angkutan Umum Untuk Hemat Uang

Seperti diketahui, Djakar sudah keluar rumah menuju Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur sejak pukul 07.00 WIB.

Sementara ia baru berkeliling disekitaran Kramat Jati dan menjajakan dagangannya ketika menjelang siang.

Sebenarnya ada alasan lain mengapa dirinya memilih untuk berangkat lebih pagi.

Hal ini lantaran ia harus menghemat uang modalnya untuk berbelanja di pasar.

"Setiap hari cuma naik angkot sekali (S15A) aja. Kalau naik dua kali sayang ongkosnya. Akhirnya malah jadi terbiasa jalan kaki," ucapnya.

Setiap harinya ia hanya membawa uang sebesar Rp 150 ribu. Uang tersebut tentunya harus dibagi-bagi untuk ongkos perjalanan Rp 4 ribu dan untuk berbelanja.

Maka dari itu ia sering kali pulang ke rumah berjalan kaki jika uangnya dirasa masih belum cukup.

"Kadang kan jualan suka ngutang di pasar. Jadi uang yang saya bawa suka enggak cukup. Akhirnya ngutang lagi dan dibayar lagi besoknya. Makanya pulang suka engga naik angkot karena uangnya emang engga cukup," tambahnya.

Djakar lebih memilih menempuh jalan jauh ketimbang harus menumpuk hutang. Ia merasa harus bertanggung jawab atas hutang tersebut agar orang lain tetap memberikan kepercayaan kepadanya.

Terutama kepada para penjual buah di Pasar Induk Kramat Jati yang menjadi langganannya.

Sering Tak Laku

Puluhan tahun mengadu nasib di Ibukota dengan berjualan buah-buahan yang dipikul lantas tak membuat barang dagangannya habis terjual setiap hari.

Meskipun banyak yang menyapanyanya dengan sebutan Engkong, ia mengatakan barang dagangannya sering sekali tak laku terjual.

"Kadang orang cuma sapa aja. Namanya rezeki kan sudah ada yang ngatur. Jadi kalau enggak laku saya tiduran aja gitu di masjid abis salat. Baru keliling lagi," katanya.

Melihat kondisi seperti ini, baik istrinya, Marhanih Bon Yanih dan ke-5 anaknya sudah sering melarangnya untuk berjualan keliling.

Larangan ini juga semakin diperparah ketika ia sempat kecelakaan akibat diserempet mobil ketika sedang berjualan.

"Waktu itu mau nyebrang rame-rame saya ketinggalan. Di situ keserempet mobil, sampai rumah sudah luka. Makin-makin kan dilarang. Anak juga suka ngasih uang dan pasti ngasih. Cuma saya bilang kalau enggak kerja saya ngapain di rumah? Pas digituin baru ngertiin kalau saya mau tetap kerja," ucapnya.

Jokowi Sibuk Kenalkan Kabinet, Kaesang & Gibran Rakabuming Malah Resmikan Tempat Kuliner

Update Daftar Harga Kebutuhan Pokok di Bekasi, Cabai Merah Keriting Mulai Dekati Harga Normal

Mahfud MD Diminta Presiden Jokowi Jadi Menteri: Saya Siap, Rabu Lusa Diperkenalkan dan Dapat SK

Hingga saat ini, Djakar masih terus bekerja dan memikul dagangannya setiap hari kecuali hari Jumat dan Minggu.

Ia pun mengucapkan beribu sukur karena memiliki keluarga yang mau mengerti keadaannya.

Ia juga beterima kasih pada keluarganya terutama istrinya yang menemaninya sejak dulu dan rela hanya makan nasi putih dengan garam ketika kondisi mereka sedang tidak ada uang.

"Alhamdulillah sekarang anak sudah pada kerja. Lauk aja pasti kebeli. Hidup susah dari makan nasi sama garem dan terasi bakar semoga bisa jadi pelajar buat anak-anak supaya enggak sombong kalau sudah banyak uang. Alhamdulillahnya mereka juga enggak malu punya bapak tukang buah pikul begini," tandasnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved