Kisah Nenek Luspina: 6 Tahun Hidup Sendiri di Gubuk Reyot, Tunggu Tetangga Baru Bisa Makan Nasi

Gubuknya itu berlantai tanah, berdinding pelupuh bambu, dan beratapkan seng. Dinding dan atap gubuk itu sudah rusak.

Editor: Erik Sinaga
KOMPAS.COM/NANSIANUS TARIS
Nenek Luspina Sana (78), warga Kelurahan Wolomarang, Kecamatan Alok Barat, Kabupaten Sikka, Flores, NTT, saat diwawancara Kompas.com, Selasa (22/10/2019) 

TRIBUNJAKARTA.COM, MAUMERE- Nenek Luspina Sana (78), warga Kelurahan Wolomarang, Kecamatan Alok Barat, Kabupaten Sikka, Flores, NTT, sudah 6 tahun hidup sebatang kara di gubuk reyot tanpa listrik.

Nenek Paulina hidup menyendiri sejak sang suami, Yosef Lawe, meninggal 6 tahun silam.

Suaminya bekerja menjaga dan membersihkan kuburan Islam di Kelurahan Wolomorang.

Nenek Luspina tidak bisa melanjutkan pekerjaan sang suami.

Sejak suaminya meningggal, nenek Luspina memilih bertahan di gubuk reyot yang dibangun di kompleks pekuburan.

Ia hidup sebatang kara di gubuk reyot yang berukuran 2x3 itu.

Gubuknya itu berlantai tanah, berdinding pelupuh bambu, dan beratapkan seng. Dinding dan atap gubuk itu sudah rusak.

Langit-langi gubuk itu penuh sarang laba-laba. Atap seng bagian dalam hitam pekat akibat asap saat masak menggunakan kayu api.

Ditambah lagi asap lampu pelita sebagai sumber penerangan gubuk nenek Luspina.  Hidup tanpa suami membuat nenek Luspina tambah sengsara. Ia hidup melarat. Untuk dapat sesuap nasi saja susah.

“Saat ada suami dulu, kami kerja apa saja untuk bisa beli beras. Sekarang, hidup saya semakin sengsara. Untuk makan, saya ini susah sekali. Untuk makan saya terkadang tunggu belas kasih tetangga,” tutur nenek Luspina, kepada Kompas.com, Selasa (22/10/2019.

Agar bisa membeli beras, nenek Luspina menggantungkan hidupnya dari satu pohon mente yang tumbuh di depan gubuknya. Biji mente itu dijualnya, satu kilo sampai dua kilo.

“Belum lama ini saya ada jual mente danuang ada Rp 300.000. Tetapi, pas saya tidur siang, uang itu dicuri orang. Sekaran sudah tidak ada uang lagi. Mau beli beras sudah tidak bisa. Jadinya tunggu orang kasih baru bisa makan. Kalau tidak, ya saya tahan saja rasa lapar,” ungkap nenek Luspina, sembari menggosok air matanya.

Tidak hanya makan, untuk memperoleh air minum juga nenek Luspina sangatlah susah. Begitupula minyak tanah dan kayu api.

Letak rumah nenek Luspina masuk dalam wilayah Maumere, Ibu Kota Kabupaten Sikka. Jarak dari kantor pemerintahan sekitar 2 kilometer. (Kontributor Maumere, Nansianus Taris)

Sebelumnya,

Tinggal sendiri

Nenek Paulina Poing (79), warga Dusun Gehak Reta, Desa Koting D, Kecamatan Koting, Kabupaten Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur, tengah duduk di serambi gubuknya yang reyot, Selasa (15/10/2019).(KOMPAS.com/NANSIANUS TARIS)
Nenek Paulina Poing (79), warga Dusun Gehak Reta, Desa Koting D, Kecamatan Koting, Kabupaten Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur, tengah duduk di serambi gubuknya yang reyot, Selasa (15/10/2019).(KOMPAS.com/NANSIANUS TARIS) ()

Nenek Paulina Poing (79), warga Dusun Gehak Reta, Desa Koting D, Kecamatan Koting, Kabupaten Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur, puluhan tahun hidup di gubuk tua yang sudah reyot seorang diri.

Nenek Paulina diketahui memang hidup selibat atau membujang. Ia memilih tidak bersuami sejak usia muda hingga hari tuanya.

Yah, hidup membujang tidak selalu manis. Tatkala di usia senja, tidak pasti bisa hidup bersama keluarga dan mendapat perhatian dan kasih sayang seutuhnya dari orang-orang terdekat.

Itulah yang dialami Nenek Paulina. Di usianya yang sudah renta, di gubuk tuanya yang sudah reyot, ia hidup menyendiri.

Menahan lapar saat kelapa tak laku Di usia senja itu, ia tetap harus bekerja dengan memungut buah kelapa yang jatuh di halaman rumahnya.

Buah kelapa tersebut yang kemudian dijual kepada warga sekitar yang membutuhkan. Dari situlah ia bisa membeli beras dan kebutuhan rumah tangga lainnya.

"Setiap hari saya jual kelapa untuk beli beras dan minyak goreng. Kalau kelapa tidak laku, kadang saya tidak makan," tutur nenek Paulina kepada sejumlah awak media, Selasa (15/10/2019).

"Kadang ada tetangga dan keluarga yang kasih beras. Kalau tidak, tahan saja rasa laparnya," kata Nenek Paulina.

Nenek Paulina mengaku, dirinya memilih tinggal di gubuk tua dan reyot itu karena sudah betah.

Gubuk peninggalan orang tua

Gubuk tua itu peninggalan orang tua dan banyak menyimpan kenangan.

Memang, sejak kecil, dirinya sudah tinggal di gubuk tersebut. Rumah itu berlantai tanah, berdinding pelupuh bambu, dan beratap seng. Kondisinya sudah sungguh memprihatinkan.

Sebagian dinding sudah lama rusak. Atapnya juga banyak berlubang. Akibatnya saat musim hujan, nenek Paulina terpaksa mengungsi ke rumah keluarganya yang terdekat.

"Kalau hujan rumah ini bocor. Terpaksa saat hujan saya lari ke rumah keluarga terdekat," kata Nenek Paulina.

"Mau perbaiki rumah ini, uang dari mana. Mau beli beras saja saya susah."

Sementara itu, Margareta Maria Nita, keponakan Paulina Poing, menuturkan dirinya selalu mengajak nenek Paulina agar tinggal bersama mereka.

Tetapi, nenek Paulina tetap memilih menetap di gubuk reyotnya itu.

“Saya hanya kasih beras, dia sendiri yang masak. Saya ajak dia tinggal dengan saya tapi dia tidak mau," kata Maria.

"Kalaupun mau, itu pun satu dua hari saja. Setelah itu pulang lagi tinggal ke sini. Kalau beras habis, kadang saya yang beli dan antar.”

Bantuan PKH mandeg

Maria menambahkan, nenek Paulina Poing pernah menerima bantuan program keluarga harapan (PKH) dari pemerintah.

Uang itu ia gunakan untuk keperluan sehari-hari dan membeli obat ketika sakit.  Kala itu memang nenek Paulina sangat terbantu. Tetapi sekarang, bantuan itu sudah tidak diterimanya lagi.

5 Fakta Prank Pocong di Madiun: Di Gang Makam, Justru Lari Saat Didekati

Cintanya Ditolak, Pria Ini Perkosa Mantan Pacarnya, Kini Diselidiki Polisi

Anaknya Minta Uang Bayar Tunggakan Uang Sekolah 6 Bulan: Pria Ini Perkosa Putrinya

Entah apa alasnnya. Sebagai keluarga, Maria pun berharap, kepada pemerintah, baik desa maupun pemerintah melalui dinas terkait, agar bisa membuka mata dengan kondisi nenek Paulina.

"Harapannya rumah nenek Paulina direhab . Begitu pula dengan bantuan sosial. Mungkin yang paling dibutuhkan juga adalah bantuan beras sejahtera (Rastra) dari pemerintah," ujar Maria.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Cerita Nenek Luspina, Hidup Menahan Lapar di Gubuk Reyot Tanpa Listrik

dan

Susahnya Hidup Nenek Paulina: Tinggal Sendiri di Gubuk Reyot, Jual Kelapa untuk Beli Beras

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved